BAB 24
Fine Today***
Julian menundukkan kepala, perlahan mengeluarkan kotak martabak dari dalam plastik. Cowok itu merapatkan bibir, lalu membuka kotak tadi dan memeriksa potongan martabak telur dengan isian daging yang telah dingin, tapi belum tersentuh sama sekali.
Tentu wajar sudah dingin. Apalagi Julian membelinya satu jam yang lalu.
Julian menarik napas, lalu kembali menutup kotak martabak itu dan memasukkannya ke dalam plastik. Tidak berniat untuk mencicipi, bahkan memakannya barang satu potong.
Karena memang martabak itu bukan dibeli untuk ia makan sendiri.
Julian kembali menyandarkan punggung ke kepala kursi panjang yang ia duduki sejak dua jam yang lalu. Cowok itu kini jadi mengamati lalu-lalang orang yang mulai menjauh dari panggung utama dan bersiap untuk pulang ke rumah masing-masing.
Pensi milik sekolah Ina memang sudah selesai setengah jam yang lalu. Lapangan tempat diadakannya acara pun sudah nampak lengang dan sepi ditinggalkan keramaian orang.
Hanya ada satu-dua yang tersisa di dekat gapura masuk, masih asyik memotret di stand photo yang memang disediakan untuk mengabadikan moment. Juga beberapa panitia yang berlalu-lalang membersihkan sisa sampah di sekitar panggung.
Julian melipat kedua tangan di depan dada. Meski tubuhnya mulai menggigil karena udara dingin di jam yang kini hampir menunjukkan tengah malam, cowok itu tetap memaksakan diri untuk bertahan.
Selain untuk menunggu Ina yang masih rapat evaluasi di ruang panitiaㅡJulian menghubungi sang adik lima menit yang lalu, cowok bule itu diam-diam juga menunggu seseorang.
Orang yang tadi berjalan menjauh dari Julian. Orang yang, untuk pertama kalinya, lepas dari pengawasan Julian di tengah keramaian.
Julian menghela napas. Sembari memejamkan mata, cowok itu sedikit mendongakkan kepala. Sedangkan kedua tangannya masih memegang plastik berisi kotak martabak.
Gue bakal nunggu lo kok. Gue nggak akan ke mana-mana lagi. Gue di sini, Yan.
Julian berdecih. Ia makin mengeratkan pegangan tangannya, bahkan tanpa sadar meremas plastik tadi. Berusaha menyalurkan perasaan menggebu dalam dirinya.
Delia Anjani, gadis itu berjanji untuk tidak pernah pergi. Lala banyak berjanji akan terus menemani Julian. Lala juga janji ... akan menunggu Julian.
Tapi sekarang, saat Julian mulai meyakini gejolak dalam dirinya. Saat Julian bersiap untuk lari dan menghambur dalam pelukan Lala, kenapa gadis itu malah pergi?
Makasih ya, Yan. Karena selalu berhasil nemuin gue.
Julian makin merasa sesak. Kelebatan bayangan ketika Lala mengkerut malu-malu di balik punggung Adam. Bagaimana Lala tertawa riang ketika Adam mengeluarkan jurus guyonan receh khasnya.
"Gue sama Adam mau cari es krim. Lo mau ikut nggak, Yan?"
Julian membuka mata, menatap langit malam tanpa bintang dengan pandangan kosong. Ia ingat bagaimana dirinya, dengan sangat bodoh, menggeleng dan berkata ingin menonton band kawakan yang diundang dalam acara itu.
Bagaimana Lala akhirnya mengangguk tanpa membujuk lebih jauh. Bagaimana gadis mungil itu segera melambaikan tangan dan mulai berjalan bersama Adam. Bagaimana Lala tiba-tiba saja lupa ... Julian tidak bisa sendirian dalam keramaian.
Bagaimana Lala lupa, bahwa Julian tidak pernah suka menonton acara musik secara langsung dan berdesakan dengan orang-orang.
"Saddam Rajaputra. Pacarnya Delia Anjani. Eh, masih pacar kan, La? Atau udah naik status jadi jodoh?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
JugendliteraturLala terjebak friendzone dengan Julian, sahabat sekaligus tetangga rumahnya. Lala yang tidak seberani itu untuk mengungkapkan, malah sering menjadi perantara untuk Julian berkenalan dengan teman-temannya yang menyimpan rasa pada cowok itu. Kemudian...