BAB 6

178 32 35
                                    

BAB 6
Mabar, Makan Bareng

***

Lala mengucek mata. Masih dengan sisa-sisa kantuk yang menyelimut, gadis itu merapatkan jaket dan melangkah keluar dari gerbang rumahnya, berencana membeli bubur untuk sarapan.

Ketika berjalan pelan sambil memasukkan kedua tangan ke saku jaket karena kedinginan, Lala beberapa kali menguap panjang. Membuat mata bulatnya yang masih setengah tertutup, nampak mengembun basah.

Lala melengos kecil. Ketika gerobak bubur langganannya yang sering mangkal di dekat lapangan voli komplek mulai terlihat, gadis itu justru berbelok. Masuk ke area Indomaret yang buka 24 jam.

Begitu sampai di depan lemari pendingin yang menyejajarkan berbagai jenis minuman, Lala sedikit mengerjap. Ia maju satu langkah, membuka pintu kaca transparan, lalu mengambil dua kotak susu ultra rasa coklat.

Satu untuk diminum, dan satunya lagi untuk Julian. Karena memang setelah ini, Lala berencana akan datang ke rumah Julian.

Lala berbalik, sejenak mengambil dua bungkus chittato. Sembari berjalan menuju ke kasir untuk membayar, gadis mungil dengan rambut yang diikat asal dan berantakan itu kembali menguap panjang, entah sudah yang keberapa kalinya sepanjang pagi ini.

Semalam, Lala memang harus begadang sampai pukul satu pagi untuk menghafalkan dialog. Waktu dilangsungkannya seleksi theater tinggal menghitung hari. Lala yang mengincar posisi pemeran utama tentu tidak bisa bersantai-santai.

"Totalnya dua puluh satu ribu lima ratus rupiah, Kak."

Lala segera mengeluarkan dua lembar uang sepuluh ribuan dan satu lembar uang dua ribuan dari kantong celana trinning hitam yang ia kenakan. Setelah mendapat kembalian uang lima ratus perak, gadis itu berjalan keluar sambil menenteng plastik berlogo Indomaret.

Meski ketika akan menyeberang menuju ke gerobak tukang bubur, Lala refleks mendecak karena uang kembaliannya terjatuh dari genggaman. Memang hanya lima ratus rupiah, tapi kan sayang juga untuk dibuang.

Koin lima ratusan itu sesaat menggelinding, lalu jatuh ke jalan utama dekat undakan trotoar. Lala melongok kecil, memeriksa letak pasti dari uang berharganya.

Tapi ketika gadis itu menunduk seraya berusaha untuk meraih koinnya, Lala sedikit kesulitan oleh plastik belanjanya. Juga rambut panjangnya yang tiba-tiba saja terlepas ikatan karetnya sehingga mengurai jatuh menutupi pandangan.

Lala mendengkus. "Duh, apaan sih. Drama uang lima ratus perak?" gerutunya sambil mencoba menyibak rambut ke belakang telinga.

"Eh, Ayam Anjing. Gue pikir setan."

Lala mengerjap, langsung mengangkat kepala mendengar suara yang terdengar sangat dekat dari tubuhnya. Gadis berpipi bulat itu lalu melebarkan mata, nampak terkejut sekaligus tak menyangka.

"Adam?" panggilnya sambil menunjuk kecil, entah mengapa merasa sedikit senang bertemu dengan Adam sepagi ini.

Tolong diulang, sedikit senang. Hanya sedikit. Seujung kuku pun tidak ada.

Adam melengos. "Hm. Ini Adam Ganteng. Kenapa? Mirip calon masa depan lo?" sahutnya asal, lalu berikutnya menilik ke arah Lala membungkuk tadi. "Nyari apa sih? Jodoh ya?"

Lala mengulum bibir, berusaha menahan senyum. "Tadi uang kembalian gue jatuh," katanya sambil mengangkat plastik belanjaannya.

"Berapa?"

"Lima ratus."

Adam terbatuk kecil. "Lima ratus ribu?" tanyanya dengan gaya terkejut yang sedikit berlebihan.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang