BAB 8

155 25 20
                                    

BAB 8
Prioritas

***

Lala merapatkan bibir. Duduk menunggu di kursi panjang yang berjajar di lorong depan kelas sambil memainkan ponsel membuka aplikasi instagram.

Meski pada akhirnya, gadis itu kembali membuka sebuah room chat dan membaca ulang balon pesan terakhir yang masuk ke nomornya, sengaja tidak ia balas.

Pesan dari Julian.

Julian: maaf kemarin malam gue nggak bisa temenin lo nonton film
Julian: sebagai gantinya, nanti kita jalan-jalan sampai capek, oke?

Lala menelan teguk, mati-matian menahan diri untuk tidak tersenyum bodoh saat itu juga.

Pagi ini, Julian tiba-tiba saja sudah berada di depan gerbang rumah Lala. Hal yang cukup langka dan aneh, meningat Julian lebih sering bangun terlambat daripada tepat waktu. Apalagi cowok itu terus membunyikan klakson motornya sambil memanggil nama Lala berulang kali.

Ketika akhirnya Lala keluar dengan ekspresi keruh karena merasa sarapan paginya terganggu, Julian tanpa dosanya malah mengomel, "Kusut amat sih, La. Lo mau sekolah apa nggak sih sebenernya? Ini gue udah baik loh pagi-pagi jemput lo biar bisa berangkat bareng. Kapan lagi coba lo bisa dibonceng sama pangeran ganteng?"

Saat itu, Lala hanya mengumpat pelan, hampir saja memuntahkan nasi goreng yang ia masak sendiri.

Lebih anehnya lagi, sejak pagi, Julian bersikeras untuk pergi berdua dengan Lala seharian ini. Katanya, sebagai ganti tidak bisa menemani Lala menonton film seperti biasanya pada malam minggu.

Lala menurut-menurut saja. Toh hari ini, gadis itu memang tidak ada kegiatan lain. Mungkin sampai di rumah, Lala hanya akan menghafal dialog untuk persiapan seleksi besok.

Kalau dipikir-pikir, hidup Lala ternyata selurus dan sedatar itu jika Julian tak menjadi temannya.

"Eh," sentak Julian yang tiba-tiba wajahnya muncul di depan Lala sampai gadis itu terlonjak mundur dengan mata melebar.

Tapi belum sempat Lala mengomel galak, cowok jangkung itu sudah melanjutkan kalimatnya.

"Ujan gerimis aje. Ikan teri diasinin," kata Julian dengan nada menyanyi riang. "Lala jangan ngelamun aje. Bulan depan mau ... mau diapain, La?"

Lala membulatkan mata, sementara Julian hanya tertawa lalu tanpa kata merangkul bahu gadis itu dan mengajaknya berdiri.

"Makanya sana cari pacar," celetuk Julian sembari melangkah beriringan dengan Lala. "Biar bulan depan bisa dikawinin."

Lala mendengkus, melirik sinis begitu saja. "Gue kalau punya pacar juga nggak bakal nikah bulan depan ya, sori-sori aja," tandasnya kemudian.

Julian mengerjap, lalu melepaskan rangkulannya dan ganti menyenggol lengan Lala sampai gadis itu hampir jatuh ke samping karena tidak siap. "Cie, berarti udah mau punya pacar dong?"

Lala melengos, memilih untuk tidak menanggapi.

Julian mengulum bibir, makin mendekatkan diri dan menunjukkan ketertarikan. "Siapa sih, La?"

Lala membulatkan mata. Langkahnya terhenti begitu saja ketika menyadari jarak wajahnya dan Julian yang begitu dekat.

Membuat Julian ikut berhenti, lalu mengernyit dan makin mengikis jarak dengan kerlingan polos.

Tak sadar bahwa di tempatnya, Lala sudah membeku dengan jantung berdebar tanpa irama.

Lala mengerjap, entah mengapa malah jadi memperhatikan garis wajah Julian dari jarak dekat begini.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang