02# 140km/jam

23.3K 5.2K 1.1K
                                    

Ken membuka pintu penghubung rooftop tepat saat Jovanka membuka kaleng bir keduanya. Kombinasi jam 1 dini hari dan ketinggian 7 lantai adalah sesuatu yang buruk sebab angin yang berhembus pagi itu sangat kencang. Tapi lagi-lagi dia menemukan Jovanka ada di sana. Dengan 6 kaleng bir, dimana 2 diantaranya sudah perempuan itu minum.

"Ken?" Jov tersenyum lebar, dengan pandangan jauh menerobos gelapnya langit.

Alih-alih bersuara, laki-laki berdarah Thailand itu justru menyampirkan jaket kulit di bahunya yang terbuka.

"What a life? Gue merasa jijik sama diri gue sendiri." Lalu suara perempuan itu terdengar nyaring.

Di sebelahnya, Ken bersandar membelakangi balkon. Laki-laki itu tersenyum menatap langit tanpa bintang. Suram, seperti biasanya.

"Gimana kalau sampai Raja tahu semuanya?"

"Just tell him the truth, apalagi?"

Jov berdecak kesal. Bertahun-tahun mengenal Ken, harusnya dia tidak seterkejut itu.

"Dia pasti bakalan kecewa."

Ken berbalik badan. Menatap lampu-lampu kota setelah membuka satu kaleng bir. "Nggak ada satupun manusia di dunia ini yang mau dibohongi, Jov."

Jov tidak bersuara. Perempuan itu tahu bahwa sepandai-pandainya menutup bangkai, pada akhirnya akan ketahuan juga. Ken benar, tidak ada satupun manusia di dunia ini yang sudi dibohongi. Tapi Jov takut. Dia takut jika seandainya Raja tahu rahasia terbesarnya, laki-laki itu akan menjauh bahkan meninggalkannya.

"Lo tahu? Katanya masa depan itu rahasia Tuhan. Kita nggak bakal tahu apa yang akan terjadi suatu saat nanti. Tapi bagian lucunya, gue seolah-olah tahu gimana akhir cerita ini."

Untuk sejenak Jov menertawai kerja gila otaknya yang sejak siang tadi sibuk menyusun ending skenario dalam hidupnya.

"Salah satu di antara kami harus menghilang." Jov menoleh pada Ken, "Gue, atau Davina."

"You'll stay alive. I promise."

Lagi-lagi Jov tertawa keras. Lalu perempuan itu meletakkan kaleng sodanya yang tinggal separo. Udara pagi itu kelewat dingin, tapi memeluk Ken seperti yang ia lakukan sekarang membuatnya merasa hangat.

"Jov?"

Jovanka mendongak, hanya untuk mendapati senyum nanar Ken pada dua matanya. Tangan besar laki-laki itu lembut menyibak rambut-rambutnya, sementara satu yang lain merengkuhnya semakin dekat.

"Lo tahu apa yang membuat gue merasa menjadi orang paling buruk di dunia ini?"

Jov tidak menjawab.

"Menyeret lo ke dalam dunia malam seperti ini. Kalau waktu bisa diputar, gue akan memilih buat nggak ketemu lo. Lo harusnya hidup--- seperti Davina."

Nama Davina akan selalu menjadi denging yang menakutkan. Bagi Jov, dia dan Davina adalah dua sisi sebuah koin. Jovanka dan Davina adalah satu kesatuan. Tapi kenyataan membuat keduanya tidak akan pernah bersama. Sampai kapanpun. Dan lagi-lagi Ken benar, Jov pun memikirkan hal yang sama. Seandainya dia tidak bertemu Ken, dia tidak akan berakhir seperti ini.

Kaleidoskop✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang