06# Crossed the Line

19.4K 4.5K 1.5K
                                    

Tidak peduli sebanyak apa Raja mengingat tentang Jeanne dalam kepalanya, hampir tidak ada apapun di sana. Raja bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ia bertemu dengan perempuan itu. Bisa jadi waktu Mubes, sebelum akhirnya ia mengasingkan diri dari dunia organisasi untuk fokus pada KKN dan skripsi. Tapi satu hal yang pasti, Jean hampir tidak berubah. Ini bukan kali pertama Jean mendeklarasikan dirinya sebagai 'mantannya Raja'. Dulu fakultas teknik pernah dihebohkan dengan pengakuan Jeanne bahwa dirinya berpacaran dengan Raja. Raja yang notabene sudah terkenal sejak menjadi mahasiswa baru, sampai akhirnya menjabat sebagai Presiden BEM tingkat fakultas, jelas memiliki peran penting di fakultas teknik.

Tidak ada yang tidak tahu Attala Rajasa. Jadi ketika Jeanne berkata bahwa ia sedang berpacaran dengan Raja, jelas menjadi hari patah hati besar-besaran saat itu. Awalnya Raja tidak mengambil pusing alias dia tidak peduli. Tapi lama kelamaan dia jengah juga, lalu menyatakan diri bahwa dia tidak pernah berpacaran dengan Jeanne. Raja bahkan sempat bilang, bahwa dia saja tidak tahu Jeanne itu yang mana dan dari jurusan apa.

Jean jelas marah, perempuan itu bahkan menuding Raja sebagai laki-laki yang baru saja mencampakkan dirinya. Raja tidak tahu apakah Jean berhalusinasi atau memang terobsesi, tapi sejak saat itu orang-orang menyebut Jean sebagai Perempuan Sakit Jiwa.

Ingatan tentang Jeanne berhenti di sana. Lalu setelah bertahun-tahun lamanya, perempuan itu muncul lagi. Dan secara tiba-tiba mendeklarasikan dirinya sebagai mantan pacarnya. Lagi.

Boro-boro mantan, pacaran sekali aja nggak pernah.

"Aku denger kamu jadi arsitek ya sekarang?"

Raja mengalihkan pandangannya dari cangkir kopi ke senyum manis di bibir Jean.

"Iya," katanya, "Kamu lagi sibuk apa sekarang?"

"Ah, modeling. Aku ngerasa nggak cocok aja kerja di dunia arsitektur. Kebetulan kenalan Papa aku punya agensi gitu. Jadi yaudah, aku jadi model sekarang."

Raja mengangguk, dengan senyum tidak habis pikir sebelum ia memasukkan potongan waffle ke dalam mulutnya.

Kalau nggak tertarik, kenapa ambil jurusan teknik.

"Tapi kebetulan banget nggak sih aku ketemu kamu di sini." Jean terkekeh, lalu menyeruput kopi lattenya. Dengan gaya khas sosialita kelas kakap.

Raja tidak menanggapi apa-apa, hanya tersenyum-- bingung harus bagaimana.

"Eh, kamu banyak proyek nggak tahun depan?"

Raja mengingat sebentar, "Lumayan. Tapi nggak sibuk-sibuk amatlah, kenapa?"

"Pas panget!" Jeanne kegirangan, "Mama aku pengen buka restoran gitu di daerah Tebet. Tapi sampai sekarang belum nemu desain yang cocok sama yang Mama mau. Kamu bisa bantuin nggak?"

"Hmm, boleh. Rencana bukanya kapan?"

"Pertengahan tahun depan. Sekitaran Juli kayaknya. Eh tapi beneran ya kamu yang desain nanti? Aku nggak mau kalau sama yang lain."

"Padahal temen-temen aku banyak yang udah pro, loh."

"Aduh Raja, please deh. Aku tuh sukanya sama kamu. Kalau ada kamu, kenapa harus sama yang lain?"

Uhuk!

Harusnya Raja tidak mengijinkan Jean untuk duduk satu meja dengannya dan meladeni perempuan itu seperti ini. Raja tahu seberapa bar-bar mulut Jeanne saat bicara, tapi Raja tidak tahu kalau dia masih sekaget ini. Saking kagetnya, ia sampai tersedak kopi dan membuat hidungnya perih bukan main. Bahkan pakaiannya pun tidak dapat terhindar dari tumpahan kopi.

"Ya ampuun, Raja! Pelan-pelan dong."

Dengan sedikit perhatian, Jean bangkit. Perempuan itu dengan sigap mengeluarkan sapu tangan dari dalam tasnya dan membantu Raja membersihkan sisa-sisa kopi di pakaiannya. Tapi diluar dugaan, Raja justru menahan tangan Jean sebelum sempurna menyentuh dadanya. Sampai dia harus memundurkan kursinya untuk membuat jarak lebar.

Kaleidoskop✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang