Saat itu langit terlihat muram saat Raja keluar dari pintu utama lembaga pemasyarakatan (jangan heran, diam-diam dia punya banyak koneksi di tempat ini). Sangat mendadak, sebab seingatnya langit masih berwarna biru saat dia tiba. Laki-laki itu sempat menilik jam digital di tangannya sebelum akhirnya dibuat celingak-celinguk karena dia tidak menemukan Dav di mobilnya.
Begitu Raja menutup pintu mobil, tanpa pikir dua kali dia langsung menghubungi nomor Davina. Bisa jadi perempuan itu sedang buang hajat di toilet atau jajan ciki di kantin, Raja perlu memastikannya lebih dulu. Tapi diluar dugaan, ponsel Dav justru berdering di dalam mobilnya. Tepatnya di jok belakang berikut tas selempang perempuan itu yang teronggok di sana.
Raja otomatis mematikan panggilan dengan kening berkerut. Ternyata Dav meninggalkan barang bawaannya di sana. Jadi Raja memutuskan untuk menunggu. Lima belas menit. Dua puluh lima menit. Tiga puluh menit lewat. Nyaris satu jam lamanya Raja menunggu, Dav tidak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Tiba-tiba saja perasaannya disergap sesuatu yang tidak enak. Raja tahu Dav itu tololnya kebangetan. Tapi seumur-umur, Raja nyaris tidak pernah menemukan manusia normal lainnya yang boker selama satu jam penuh. Dia jadi teringat bagaimana Jov berkeinginan untuk pergi meninggalkannya-- dia tahu karena dia tidak sengaja mendangar pembicaraan Ken dan Jov di rooftop bulan lalu. Davina tidak mungkin memiliki keinginan yang sama dengan Jovanka, kan? Itu jelas tidak akan terjadi. Selamanya Raja tidak akan pernah membiarkan baik Jovanka maupun Davina pergi meninggalkannya.
Raja sudah berencana menanyai orang-orang yang berlalu-lalang di halaman depan lapas seandainya laki-laki itu tidak tergugu karena menemukan selembar kertas yang di lipat lalu diselipkan di bawah wiper. Dia nyaris tercekat dan lupa bagaimana caranya menghirup udara saat membaca tulisan yang sengaja dicetak dengan huruf kapital yang sangat besar sekaligus bertinta tebal-- nyaris memenuhi ruang kertas itu sendiri. Seakan-akan orang yang meninggalkan note itu khawatir seandainya Raja memiliki rabun dekat.
ADIOS!
Apa maksudnya? Apakah benar Davina pergi meninggalkannya seperti keinginan Jov?--- yang Raja pikir Jov tidak akan sementala itu untuk meninggalkannya seorang diri. Tapi untungnya Raja punya inisiatif lebih baik daripada menerka-nerka yang tidak pasti. Kamera black boxnya sepertinya bisa membantu. Dan benar saja. Setelah memindahkan micro disk ke dalam ponselnya, Raja langsung menggebrak kemudi di depannya kuat-kuat.
Dia melihat wajah menjijikkan milik Jo melambaikan tangan di depan kamera black boxnya. Disertai senyum licik tanpa dibuat-buat.
"Bangsat!"
Raja bukan tipe manusia yang suka mengumpat. Tapi dia juga tidak sepolos itu untuk menjadi manusia metropolitan sampai-sampai tidak pernah mengumpat sama sekali. Hanya saja Raja berpikir, mengumpat bukan sebuah solusi.
Namun siapa yang tidak geram jika berhadapan dengan Jonathan Danuansa? Andai saja Raja itu bukan anak seorang bajingan tengik. Melainkan anak seorang Jendral Besar seperti Cendana, rasanya Raja ingin mengirimkan seribu prajurit ke rumah Jo dan membuat laki-laki itu hancur lebur dihantam rudal.
Saat ini, satu-satunya orang yang bisa hubungi mungkin hanya Ken. Tidak mungkin dia menghubungi Aji meskipun kedengarannya akan sangat membantu. Tapi tidak. Hubungan mereka sama sekali belum membaik. Maka setelah memutar balik mobil dan pergi meninggalkan lapas, Raja memutuskan untuk benar-benar menghubungi Ken.
"Hallo?" Berlatar suara televisi yang sempat membuat Raja mengernyit. Raja tidak menyangka kalau Ken ternyata anak rumahan. Kedengaran nggak masuk akal karena tampilannya yang berandal abis.
"Ken, gawat!"
"Apa? Kabar kalau Lucinta bisa beranak 100 dalam setahun? Hoax itu mah. Gue tahu dia sempat punya telur, tapi gue cukup pintar untuk membedakan mana manusia, mana ovovivipar macam kodok yang bisa bertelur sampai ratusan bahkan sampai ribuan telur sekaligus." Ken nyerocos seperti suara kenalpot bajaj.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kaleidoskop✔
Romance[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 2 Bagi Davina, dia dan Jovanka adalah dua hal yang berbeda. Hidupnya terlalu rumit untuk dijelaskan, seperti terjebak dalam labirin waktu yang membingungkan. Tapi bagi Raja, keduanya sama saja. Raja mencintai Davina dan...