"Before we hit the road
If you ain't ready to go
Just tell me that you sure
You sure..."Raja bersenandung ringan mengikuti lagu yang tengah berputar di radio saat itu. Hari ini adalah hari terakhir sebelum pergantian tahun tengah malam nanti. Sudah jam 9 lewat saat ia memutuskan untuk menunggu di depan pagar kontrakan Davina. Perempuan itu bilang dia akan menyelesaikan kegiatannya dalam 10 menit melalui pesan singkat, tapi kenyataannya Raja harus menunggu nyaris setengah jam.
Raja tahu bahwa ini adalah pesta akhir tahun, tapi dandanan macam apa yang membutuhkan waktu selama itu? Raja saja hanya butuh 10 menit-- 15 menit ditambah menyemir sepatu karena dia lupa melakukannya di hari sebelumnya. Nah, ditambah mendadak semir sepatu saja hanya butuh seperempat jam. Lalu, apa yang dilakukan Davina pada wajahnya dengan waktu selama itu?
Dav tidak mungkin dandan seperti Jovanka, kan?
Ah, Jovanka. Sudah hampir seminggu Raja tidak bertemu dengan perempuan itu. Tidak ada telepon. Tidak ada pesan singkat. Bahkan Raja tidak berniat mendatangi apartemen perempuan itu sekalipun. Beberapa hari yang lalu sebenarnya dia tanpa sengaja bertemu dengan Ken di sebuah pom bensin. Tapi tidak ada percakapan mengenai Jovanka sepintas pun di antara mereka.
Apa Raja semarah itu dengan Jov? Tidak juga sebenarnya. Hanya saja, agak menyakitkan mendengar anggapan bahwa Jov berpikir Raja tidak tahu apa-apa. Padahal Raja berusaha mati-matian menjadi teman yang baik. Tapi kehadirannya malah kelihatan seperti orang asing. Pedih rasanya.
"Kelamaan ya nunggunya? Aku nyari sepatu dulu tadi."
Saat Raja berpikir tentang kemungkinan Dav yang berdandan seperti Jovanka, ternyata itu bukan hasil bayangannya saja. Dav benar-benar terlihat seperti Jovanka malam ini. Yang membedakan mungkin hanya dua hal: tatapan mata dan rambutnya.
"Yang Mulia?"
Raja langsung mengerjap saat telapak tangan Dav melambai-lambai tepat di depan wajahnya.
"Aku dandannya menor banget ya?" Perempuan itu gelagapan. Sejujurnya Dav merasa dandanan ini kelihatan baik-baik saja karena dia sering menggunakannya. Namun cara Raja melihatnya membuatnya merasa tidak nyaman.
"Bentar, nanti aku balik lagi."
"Nggak usah." Dav urung membuka pintu saat Raja mencekal pergelangan tangannya. "Cantik kok." Katanya.
Dav tersenyum tipis, tapi entah kenapa dia masih merasa tidak nyaman. Saat Raja berkata bahwa ia kelihatan cantik, harusnya Dav merasa senang. Artinya satu jam yang ia habis kan di depan cermin tidak berakhir sia-sia. Hanya saja, senyuman Raja dan cara laki-laki itu melihatnya, tidak seperti biasanya.
Setelah mobil yang mereka tumpangi meninggalkan area kontrakan, mereka berdua tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan Dav menyadari bahwa Raja tidak berceloteh seperti yang biasa laki-laki itu lakukan ketika mereka berkendara berdua. Atmosfir di antara mereka mendingin tanpa sebab. Dan Dav tidak tahu kenapa bisa seperti ini.
Lalu apa yang dipikirkan Raja? Tidak ada. Laki-laki itu mengemudi dengan baik. Dia tidak mempermasalahkan penampilan Davina malam ini. Perempuan itu kelihatan cantik. Tapi bukankah dia terlihat sangat Jovanka? Mulai dari riasan wajahnya, posisi dia menyelipkan rambutnya-- di sebelah kiri. Persis seperti kebiasaan Jov.
Raja meliriknya sekilas, hanya untuk tahu bahwa setelan yang mereka kenakan ternyata senada. Dav kelihatan cocok dengan tunik putihnya. Sementara Raja mengenakan kemeja merah muda-- yang kelihatan cocok-cocok saja dengan warna rambutnya yang cerah.
Setelah melihat kalung warna perak yang Dav kenakan, Raja menarik napas panjang. Kemudian ia meraih telapak tangan perempuan itu, hanya untuk membuatnya menoleh dengan senyum yang manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaleidoskop✔
Romance[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 2 Bagi Davina, dia dan Jovanka adalah dua hal yang berbeda. Hidupnya terlalu rumit untuk dijelaskan, seperti terjebak dalam labirin waktu yang membingungkan. Tapi bagi Raja, keduanya sama saja. Raja mencintai Davina dan...