17# Violet Fragrance

17.8K 4.3K 923
                                    

Davina terbangun dengn rasa sakit yang begitu hebat mendera tubuhnya. Pertama kali ia mampu membuka mata, yang ia lihat bukan lagi kawanan kunang-kunang atau cahaya rembulan di atas langit malam. Melainkan cahaya lampu kemuning yang mengitari plafon ruangannya berada.

Davina sadar ini bukan hutan. Bukan juga hamparan bunga anyelir yang ia lihat terakhir kali. Ada sebuah infus yang menggantung di atas kepalanya. Di sampingnya, kepala Raja tergolek dengan wajah kuyu dan pakaian yang sangat berantakan. Tangan laki-laki itu begitu hangat menggenggam, tapi entah kenapa Davina masih merasa sangat kedinginan.

Jam dinding di seberang ranjangnya baru menunjukkan pukul 3 dini hari. Menyadari bahwa hari telah berganti, Dav dipaksa mengingat rentetan kejadian yang ia alami sebelum akhirnya berakhir di tempat ini. Jonathan, Jovanka dan tenggelam di sebuah kolam renang dengan keadaan tangan terikat. Mengerikan. Kilasan yang sangat mengerikan untuk Davina ingat meski hanya sebentar saja. Lalu rasa sakit itu muncul lagi dalam dadanya. Tidak sesakit sewaktu Jov memainkan La Campanella untuknya, tapi cukup membuat Dav sadar bahwa dia sudah tidak lagi berada di dunia mimpi. Sekarang, kenyataan sudah ada di depan matanya.

Matanya masih terasa berat. Antara digelayuti kantuk dan rasa lelah yang menyerangnya secara bertubi-tubi. Akhirnya Dav menyerah, ia membiarkan matanya terpejam dan menikmati nyeri dalam dadanya hingga rasa itu berangsur-angsur hilang.

Lebur dalam lelap.

○○○●●●》♤♤♤《●●●○○○

Paginya, Raja dibuat tercekat saat Ken mengiriminya sebuah artikel yang judulnya berhasil membuatnya terkejut bukan main.

"Putra Bungsu Pengusaha Real Estate Nicholas Drajat Danuansa, Jonathan Danuansa Ditemukan Tak Bernyawa di Kamar Apartemennya 20/12 Dini Hari."


Lalu tertulis di bawahnya, "Polisi menemukan senjata api jenis Glock Meyer 22 dan sebuah memo yang diduga sengaja ditinggalkan Jonathan sebelum melakukan aksi bunuh diri. Dugaan sementara, Jonathan mengalami depresi hebat karena perpecahan dalam keluarga besarnya...." Dan masih banyak spekulasi-spekulasi lainnya.

Di depan gorden yang ditabrak angin dari luar, Raja menghembuskan napas panjang. Dia jelas tahu kalau itu bukanlah kasus bunuh diri biasa. Ken pasti melakukan sesuatu pada laki-laki itu. Raja yakin, tapi sejujurnya dia tidak begitu peduli. Mau Jo mati atau tidak, itu jelas bukan urusannya.

Lalu laki-laki itu berjalan ke sebelah ranjang tempat Davina berbaring. Wajah perempuan itu masih sepucat kemarin. Dan bicara soal kemarin, rasanya Raja tidak sanggup mengingatnya lagi. Bunyi nyaring dengan garis panjang dari mesin pendeteksi detak jantung nyaris membuat dunianya limbung lalu jatuh berantakan.

Raja menyentuh tangan Dav yang dingin untuk ia simpan diantara genggaman dan pipinya. Sementara matanya jatuh nanar pada luka lebam yang menghiasi wajah perempuan itu. Raja sempat menjatuhkan satu kecupan di punggung tangan Dav sebelum akhirnya dibuat terperanjat saat melihat perempuan itu perlahan-lahan membuka matanya.

"Dav?" Yang Davina balas dengan senyum tipis dibibirnya.

Pagi itu Davina melihat Raja kelihatan lebih baik daripada semalam sewaktu laki-laki itu jatuh tertidur di sebelah tangannya. Pakaiannya sudah berbeda dari yang terakhir kali Dav lihat. Rambutnya rapi, begitu pula wajahnya yang nampak lebih segar. Pagi itu, Raja kelihatan lebih hidup.

"Kamu butuh sesuatu?" Tanyanya. Davina bisa melihatnya dengan sangat jelas, masih ada gurat khawatir di sana.

Davina mengangguk, "Aku haus."

Lalu ia melihat Raja menaikkan sandaran ranjangnya sebelum akhirnya menyodorkan segelas air padanya. Sejujurnya Dav ingin tertawa. Disaat seperti ini, Raja malah kelihatan seperti seorang pacar yang pengertian. Tapi sudut bibirnya yang perih tidak mengijinkannya untuk melakukan itu.

Kaleidoskop✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang