Setiaji nyaris saja mengalami gagar otak ringan andai saja dia tidak menangkap kotak P3K yang dilempar Raja dengan benar. Laki-laki itu hampir mengumpat sejadi-jadinya, namun urung sebab Raja yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar.
"Temen keparat!" desisnya. Lantas membenarkan posisi meja begitu ia sadar bahwa posisinya berubah setelah perkelahian yang terjadi antara dia dan Ken.
Mengingat laki-laki itu, Aji jadi teringat bahwa Ken punya sesuatu yang nyaris sama seperti yang pernah ia lihat dalam diri Jonathan. Aji punya firasat, sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi. Cepat atau lambat. Sesuatu yang ia ketahui, namun tidak akan pernah bisa ia hentikan.
"Lo nggak mau ngobatin luka gue gitu?" tanyanya begitu Raja keluar dari kamar. Dengan setelan yang lebih santai saat laki-laki itu menuang air dingin ke dalam gelas.
"Biar apa?"
"Biar romantis."
Raja tergelak. Diliriknya sahabat karibnya itu yang sibuk mengoleskan salep pada lehernya. Hal yang selalu Raja sesali adalah, Aji selalu tahu banyak hal tentang dirinya dan teman-temannya yang lain. Namun sayangnya, Raja tidak pernah tahu apapun tentang laki-laki itu. Masalah pribadi Setiaji tak ubahnya sekotak brankas dengan kata sandi yang rumit. Nyaris tidak ada satupun diantara dia dan teman-temannya yang mampu menebak.
"Mau minum nggak lo?"
"Kalau dikasih ya mau." Aji menjawab sekenanya.
"Mau minum apa?"
"Air putih aja. Yang penting ikhlas."
"Anget apa dingin?"
"Kalau bisa sih panas."
"Dikasih teh apa kopi?"
Aji geming sejenak, "Bubuk kopi aja."
"Berapa sendok?'
"2 cukup."
"Tambah gula?"
"Kalau lo punya gula, tolong kasih 1 setengah sendok aja."
"Sekalian diaduk?"
"Boleh."
Raja mengangguk samar, "Diaduknya ke kanan apa ke kiri?"
"Kata Nenek gue, kanan itu baik."
"Berapa kali ngaduknya?"
"Lima kali."
"Kenapa lima?"
"Tanggal ulang tahun gue."
"Oh." Raja tidak bersuara lagi. Laki-laki itu betulan mengaduk cangkir kopinya sebanyak lima kali seirama pergerakan jarum jam.
Saat ia meletakkan kopi itu di atas meja, Raja menemukan Aji tengah menempelkan plester ke lehernya. Ia sedikit menertawakannya sebab laki-laki itu salah menempelkan plesternya.
"Pasang gini aja nggak bisa sok-sokan berantem lo." Raja mencibir. Meski pada akhirnya ia mengambil satu lembar plester baru dan secara suka rela menempelkannya pada luka Setiaji.
"Berantem adalah jalan ninjaku."
"Tai."
Aji tergelak seketika. Kini ia menemukan wajah nyinyir kawannya itu lagi setelah berhari-hari dirundung sendu. Termasuk tangis nanarnya beberapa hari yang lalu. Aji tahu itu bukan perkara drama yang mereka tonton sore itu, tapi karena Raja tahu- bahwa dia baru saja terjebak dalam sebuah perasaan yang terasa asing.
Tak lama, denting bel pintu terdengar. Hanya untuk membuat Raja tertegun sebab satpam apartemennya tiba-tiba datang dengan dua bungkus mi tek-tek hangat. Lengkap dengan dua botol Ichitan Thai Tea beserta struck Indomaret.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaleidoskop✔
Roman d'amour[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 2 Bagi Davina, dia dan Jovanka adalah dua hal yang berbeda. Hidupnya terlalu rumit untuk dijelaskan, seperti terjebak dalam labirin waktu yang membingungkan. Tapi bagi Raja, keduanya sama saja. Raja mencintai Davina dan...