Manik Riho setia menelusur lekuk-lekuk gedung di hadapan. Jujur saja, sebelum datang ke tempat ini, Riho sempat berpikir kalau Soobin akan memboyongnya ke sebuah rumah kosong untuk menyekap lalu meninggalkannya di sana. Kepala Riho telah memproyeksikan bagaimana ujung dari alur kehidupannya, jika apa yang ia pikirkan betul-betul terwujud.
Riho tidak dapat mempertahankan janji kepada Ibu.
Segala yang berkorelasi dengan Soobin, Riho memang kerap berlebihan. Sebagian besar dirinya percaya ajakan berdamai Soobin bukan bualan belaka, di artian hanya untuk mengerjai sekaligus menekankan betapa tolol dan payahnya seorang Riho karena mudah terpedaya. Akan tetapi, sisa dari sebagian itu jelas berupa sangsi. Rasanya tak habis lelah Riho mengingatkan bahwa dia Soobin, orang yang gemar menebar luka fisik dan jiwanya. Jadi, tidak heran kalau prasangka buruk terhadap Soobin masih betah menggelayutinya.
Pusat Permainan Ryeonhwa, begitulah realitas berkata. Mengajak Riho bermain-main dengan perasaannya sendiri, atas keatraktifan Soobin yang terendus di hari ini.
"Tahu tidak, mengapa tempat ini?"
Alur pandangan Riho impulsif bertransisi menyaksikan gerakan penuh Soobin yang memangkas jarak mereka kemudian berdiri persis di sampingnya. Soobin yang memiliki tubuh jangkung itu mesti menunduk guna mengantongi jawaban Riho yang ia implementasikan lewat gelengan lemah.
Soobin memperluas tarikan bibirnya. "Kau akan segera tahu."
Sebenarnya dengan senyum yang terlukis tulus saja sudah lebih sekadar cukup membikin napas Riho tercekat. Namun, Soobin justru semakin menahan laju oksigen dengan menaruh tangan di sisi bahu Riho guna mengimbanginya masuk ke gedung.><
KAMU SEDANG MEMBACA
Annasach: Bluera
Fanfiction[COMPLETED] "Untuk satu hari saja, ayo berdamai." Terhadap status dan hubungan mereka yang carut-marut, terhadap semesta, terhadap semua yang membikin mereka jatuh kemudian bangkit dengan tertatih, bersama rahasia yang bersembunyi, Choi Soobin dan T...