Membiarkan air mengguyuri jengkal-jengkal tubuh tak pernah menjadi pilihan mengecewakan dalam memperoleh kebugaran. Kepala pun rasanya jauh lebih tenang, dan tubuh yang lelah pun jauh lebih santai. Masih mengeringkan surai basahnya dengan handuk, Soobin menjatuhkan diri ke sofa, tangannya meraih remote control, mengarahkan ke benda pipih berlayar lebar, lalu menekan tombol aktif. Menonton televisi adalah kegiatan cukup efisien selagi menunggu kantuk sambangi mata.
Namun, baru saja di permulaan, Soobin sudah tak sanggup fokus. Lagi-lagi kepalanya mendadak diinvasi Riho dan seluruh kalimatnya sore tadi. Tentang ia yang menyuruh pulang, tentang ayah yang sakit, tentang ia yang ingin Soobin berjanji atas persyaratan konyolnya. Orisinalnya, Soobin tak begitu serius menitah Riho supaya enyah dari dunia. Sebab, Soobin tahu kalau gadis itu adalah orang yang paling tidak mau mati, kendati sikapnya senantiasa menjerit ingin berhenti. Buktinya, dia masih hidup ketika Soobin dan seluruh manusia Daeun telah menyakitinya sedemikian rupa.
Ayah sakit. Mungkin topik itu yang perlu diprioritaskan sekarang.
Soobin mengambil napas dalam, beranjak dari duduknya kemudian menyeret tungkai menuju kamar guna memindahi ponsel ke genggaman. Sensasi dingin yang terkecap ialah indikasi, jika ponsel tersebut nyaris tidak digunakan seharian penuh. Soobin memang pemuda yang lahir di era kemajuan teknologi, tetapi ia bukanlah budak dari teknologi itu sendiri.
Niat Soobin selepas menghidupkan daya dan membiarkan ponselnya bernormalisasi, berkunjung ke fitur pesan, sekadar mengirimkan pesan 'Ayah baik-baik saja?' kepada Ayah. Sayangnya mesti kandas lantaran profil dan nama Choi Beomgyu terpapang penuh di layar. Dengan segenap percikan kekesalan menyeruak, Soobin menerima panggilan. "Ya?"
"Segeralah hidupkan televisimu kemudian tontonlah berita!"
Soobin mengernyit. "Ad—"
"Jangan bertanya, cepat!"
Sambungan mati.
Kalau Beomgyu sudah bersikeras, maka Soobin hanya bisa menarik kakinya sambil bersungut. Agaknya Soobin tak mesti repot mengganti saluran, karena seingatnya saluran pilihannya tadi sudah tepat.
Sekonyong-konyong Soobin terdiam di tempat, seolah terdapat paku besar yang tertancap kuat di sepasang kakinya. Mulutnya terasa seperti mengecap besi berkarat. Kebolehan sensornya semakin buram. Jika tayangan di televisi hanya berita duka biasa, barangkali Soobin tak akan sebeku ini, Soobin tak akan sesak ini, Soobin tak akan kehilangan akal sebanyak ini.
Siswi Daeun Ditemukan Tewas Bunuh Diri.
"Ti-tidak mungkin, 'kan ... Riho?" Dering dan getar ponsel di tangan membikin Soobin yang galaksi pribadinya telah luluh lantak sukses ketar-ketir. "B-Bibi Oh!" panggil Soobin terbata. "Bibi Oh, berita di t—"
"Tuan Muda ... Tuan Besar, Tuan Besar terkena serangan jantung!"
Tepat detik itu, Soobin tahu, bahwa semestanya hanya tinggal abu yang berterbangan.><
KAMU SEDANG MEMBACA
Annasach: Bluera
Fanfiction[COMPLETED] "Untuk satu hari saja, ayo berdamai." Terhadap status dan hubungan mereka yang carut-marut, terhadap semesta, terhadap semua yang membikin mereka jatuh kemudian bangkit dengan tertatih, bersama rahasia yang bersembunyi, Choi Soobin dan T...