Alih-alih tersinggung, Taehyun malah menambah volume kekehan seolah Soobin memang mengajaknya bertukar lelucon. Kendati nyatanya, tak ada satu pun dari mereka yang membual. "Setidaknya dengarkan sebentar, setelahnya baru memutuskan percaya atau tidak," bujuk Taehyun, ia mulai mengocok kartu. "Ah, untuk Senior tidak kupasang harga, tapi entah di suatu hari."
Seperti Soobin yang menyayangkan keputusan Yeonjun atau tingkah Riho, ia juga menyayangkan sosok Taehyun. Padahal bocah keturunan Kang itu cerdas, pandai dalam segala hal yang membikin sosoknya makin mendekati sempurna. Namun, astaga, apa ini? Soobin bahkan kehilangan kata-katanya.
"Terima kasih, tapi aku benar-benar tidak tertarik," tukas Soobin menyisipkan penolakan besar di tiap tekanan nada. Ia mungkin akan jaga jarak dengan bocah ini ketika sudah kembali bersekolah. "Aku pergi dulu."
"Tomioka Riho!"
Jika beberapa menit lalu langkah Soobin terhalang panggilan masuk, maka sekarang adalah penggalan nama yang tak luput membikin api birunya menjadi merah. Jika beberapa menit lalu Soobin konsisten atas kehendaknya yang menolak kalah, maka sekarang ia biarkan kepalanya kembali berpapasan di jangkauan mata bulat Taehyun.
Soobin berujar dingin, "Kenapa kau menyebut orang yang bahkan tak ada di sini?"
Raut semringah Taehyun sekonyong-konyong luruh lalu bertransisi penuh keseriusan seakan mendeklarasi bahwa Soobin akan tenggelam sebentar lagi. "Jika Senior tidak berhenti sekarang, maka gadis itu akan menjema menjadi mimpi buruk yang terus menghantuimu sampai kau mati."
Ya, Soobin tenggelam dalam tiga teritori. Mata dan ucapan Taehyun, serta kepalanya sendiri yang tak berhenti memproyeksi sosok Riho.><
KAMU SEDANG MEMBACA
Annasach: Bluera
Fanfiction[COMPLETED] "Untuk satu hari saja, ayo berdamai." Terhadap status dan hubungan mereka yang carut-marut, terhadap semesta, terhadap semua yang membikin mereka jatuh kemudian bangkit dengan tertatih, bersama rahasia yang bersembunyi, Choi Soobin dan T...