Bagian 22 : So that I Can Laugh Again

1.2K 150 3
                                    

"Tumben sekali mereka terlambat pulang."

Aku menghela nafas sekali lagi. Yoongi hyung dan Tae hyung belum pulang juga hingga saat ini. Sebenarnya dulu aku sedikit terbiasa dengan ini. Tapi setelah mengalami tragedi beberapa waktu yang lalu, aku menjadi sangat cemas jangan-jangan para hyungku mengalami hal yang sama.

Mungkin karena itu juga Jimin hyung sedari tadi terus berada di dekatku. Dia bahkan mencoba untuk terus berbicara denganku. Aku yakin jika dia ingin membuat pikiranku teralihkan dari kedua hyungku yang masih belum pulang juga hingga saat ini.

Bahkan beberapa kali Hoseok hyung bertingkah konyol di depanku. Jika ini situasi yang biasa, aku pasti akan menertawakannya. Tapi sayangnya sekarang otak dan hatiku melarang bibirku untuk menyuarakan tawa. Bahkan sedikit mengangkat sudut bibirku pun tidak.

Aku yakin ekspresi wajahku saat ini sudah menggambarkan betapa takutnya aku saat ini. Sungguh aku benci karena otakku terus memberontak dan memilih untuk memikirkan kemungkinan buruk. Aku membenci diriku yang hanya bisa diam meskipun sangat mencemaskan mereka. Aku sungguh membenci diriku yang tidak bisa melakukan apapun.

"Belakangan ini ada banyak anak-anak yang bergabung ke tempat les tari ku. Kau mau ikut denganku besok?" aku masih mendengar Jimin hyung terus berbicara. Sementara aku masih tetap diam dengan tatapan kosong.

"Kookie..."

Aku takut. Aku hanya takut jika kedua hyungku mengalami masalah. Aku pernah mengalaminya dan itu bahkan belum lama. Ingatanku masih memutar dengan jelas bagaimana sakit itu aku rasakan. Warna merah yang mengotori salju putih itu masih tercetak jelas di otakku.

"Jungkook-ah..."

Bagaimana jika kedua hyungku juga dalam masalah? Bagaimana jika ternyata mereka sedang terkapar tak berdaya di luar sana? Bagaimana jika tidak ada yang menemukan mereka? Bagaimana jika tidak ada orang yang datang menolong mereka?

"Jeon Jungkook!"

Aku tersentak dan akhirnya tersadar dari pikiranku sendiri. Aku dapat merasakan tangan Jimin hyung di bahuku. Aku dapat melihat tatapannya yang tertuju padaku. Aku... Apa ini?

Aku mengangkat sebelah tanganku dan mengusap cairan bening yang entah sejak kapan telah lolos dari pelupuk mataku. Tapi meskipun aku berhasil menghapusnya, lelehan liquid itu tak mau berhenti mengalir.

"Padahal aku sudah berusaha, lho."

Aku membeku seketika setelah Jimin hyung menarikku dan membuat wajahku menubruk dada bidangnya. Ah, entah sudah berapa kali aku menangis di hadapannya. Dan entah sudah berapa kali dia memelukku untuk alasan yang sama.

"Kau takut, kan? Silakan menangis." suara lirih Jimin hyung membuat hatiku bergetar dan mendorong mataku untuk menumpahkan sisa liquid bening yang masih ada. Baiklah, aku memang terlalu sering menangis di hadapannya. Pun sepertinya hanya dia yang akan membiarkanku menangis.

"Kau tahu, aku juga pernah merasakan ini." Jimin hyung kembali bersuara. Kali ini suaranya terdengar lebih halus dan bergetar di telingaku. Dia tidak ikut menangis, kan?

"Aku pulang."

Aku spontan menoleh ketika mendengar suara baritone milik Tae hyung. Jimin hyung juga langsung melepaskan ku dan ikut menoleh ke arah sumber suara.

"Ya! Kim Taehyung, jam berapa ini? Kenapa kau baru pulang?" suara Jin hyung langsung menyahut tepat setelah suara Tae hyung terdengar.

"Maafkan aku, hyung. Jalan yang biasa aku lewati ditutup, jadi aku harus memutar untuk pulang." jawab Tae hyung dengan wajah menyesal.

"Hidupmu penuh dengan alasan." celetuk Jin hyung dengan kesal.

"Sudahlah, hyung. Biarkan Taehyung masuk dulu." Namjoon hyung menengahi mereka berdua sebelum Jin hyung melanjutkan omelannya.

Save Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang