Bagian 34 : So I Gave my Sadness to the Dog

968 98 23
                                    

Ah, aku begitu kesal. Tapi aku juga merasakan cemas di saat yang bersamaan. Ini sudah jam sembilan malam. Aku yakin jika jam tujuh tadi Hoseok hyung berkata sedang dalam perjalanan kemari. Kenapa hingga sekarang dia belum datang juga?

Jin hyung juga masih tidak bisa dihubungi. Sudah berkali-kali aku meneleponnya dan hasilnya tetap sama, dia tak menerima panggilanku. Itu sangat menyebalkan. Apa mereka tidak tahu jika aku sangat mencemaskan mereka?

Aku takut. Bagaimana jika hal buruk terjadi pada mereka? Jangan-jangan mereka mengalami masalah di luar sana? Ah, aku tidak bisa berhenti memikirkan mereka.

Tae hyung juga masih dalam keadaan kritis. Keadaannya sungguh membuat siapapun cemas. Sedangkan Jimin hyung tetap diam sambil menatap kosong kemana pun itu. Bukankah kondisi mereka itu sangat mengkhawatirkan.

Aku merasa sangat tertekan karena semua ini. Satu-satunya orang yang aku pikir bisa mendengarkan keluhan ku adalah Namjoon hyung. Tapi dia sedang tidak ada di sini. Dia sedang dalam perjalanan dari New Zealand untuk pulang kemari.

"Jungkook-ah."

Aku menoleh begitu mendengar suara Jimin hyung. "Ne, hyung? Apa kau membutuhkan sesuatu?" tanyaku sambil berjalan mendekatinya.

"Kemana Jin hyung dan Hoseok hyung?"

Kenapa kau menanyakan itu, hyung? Aku tidak tahu dan aku juga mencemaskannya, tahu. "Mereka berkata jika akan pulang sedikit lebih lama. Katanya sedang banyak pekerjaan." bohongku kepada Jimin hyung. Aku tidak bodoh dengan mengatakan yang sebenarnya kepada Jimin hyung. Bisa-bisa dia semakin tertekan dan menjadi gila. Hmm... Maafkan aku, hyung.

"Oh, tidak biasanya." gumaman Jimin hyung masih bisa aku dengar dengan jelas.

"Kau tidak perlu terlalu memikirkannya, hyung. Sebentar lagi mereka pasti akan datang." aku tidak yakin apakah yang aku katakan itu benar atau tidak. Tapi setidaknya aku ingin membuat Jimin hyung tidak terlalu memikirkannya.

"Aku akan keluar sebentar, hyung." ujarku sembari menyambar ponsel yang sempat aku letakkan di atas meja. Jimin hyung mengangguk kecil dan aku langsung berjalan keluar dari ruangan itu.

Kenapa ini terasa menyakitkan, ya? Kenapa hidupku terasa selalu menyakitkan? Kenapa ini terasa lebih menyakitkan dari pada saat aku masih sendiri? Aku lelah. Sungguh aku lelah menghadapi semua rasa sakit ini.

Hidupku ini mengapa selalu dihampiri kesedihan? Aku sudah muak. Aku ingin membuang kesedihan ini kepada anjing. Aku ingin menyingkirkan semua ini selamanya.

Atau aku yang harus menyingkir untuk selamanya?

"Argh..."

Tanganku bergerak dan mencengkeram kepalaku kala otakku menangkap impuls berupa rasa sakit di sana. Aku berusaha meraba dinding, mencoba mempertahankan tubuhku yang nyaris roboh. Namun kemudian aku merasakan kakiku terlalu lemah untuk menopang tubuhku sendiri hingga akhirnya aku hanya bisa pasrah saat tubuhku merosot dan terduduk di lantai.

Aku membenci ini. Mengapa tiba-tiba aku menjadi seperti ini? Jangan membuat masalah lagi! Para hyung sedang dalam masalah. Jangan membuat mereka semakin susah! Aku harus bisa membantu mereka, setidaknya jangan membuat mereka semakin terbebani.

Mengapa aku tidak berguna sekali?

"Jungkook-ah?!" aku mendengar suara yang familiar. Sebelum aku sempat mendongakkan kepalaku, sepasang tangan menahan kedua bahuku kala aku merasakan tubuhku akan ambruk detik itu juga.

"Apa yang terjadi padamu?" aku mendengar nada cemas dari suaranya. Sebenarnya sia... Ah, Seo-Joon hyung ternyata. Dia bekerja di sini? Atau dia hanya sekadar berkunjung di sini? Jalan-jalan? Otakku pasti sudah sangat bermasalah.

Save Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang