Bagian 31 : All I was Living in

883 100 1
                                    

"...Masih sama, hyung."

Aku menoleh, memandang Jimin hyung yang tetap diam sambil memandang ke luar jendela. Kemudian dengan menghela nafas aku berkata kepada Hoseok hyung yang berada di ujung telepon, "Kau tidak perlu mencemaskan kami. Maaf karena aku tidak bisa membantu."

"Jangan berkata seperti itu. Jaga Jimin, ya. Dia bisa melakukan hal-hal gila jika tertekan."

Aku kembali menghela nafas setelah mendengar perkataan Hoseok hyung. Memang benar jika Jimin hyung terlihat begitu tertekan. Aku kerap melihatnya menangis dalam diam saat aku masuk kemari. Jika aku sedang pergi, Jimin hyung pasti menangis. Aku menjadi sangat yakin akan hal itu.

Aku tidak ingin menyebutnya cengeng. Dia adalah orang yang sangat memperhatikan orang lain. Dia sangat baik. Aku tidak heran jika dia mudah menangis karena mencemaskan orang lain. Tapi karena dia terus-terusan seperti ini, aku menjadi sangat mencemaskannya.

"Ah, aku harus segera pergi. Kalian baik-baik, ya. Aku akan menutup teleponnya."

"Hmm."

Aku masih diam saat mendengar nada telepon terputus di ponselku. Ah, rasanya aku memikirkan terlalu banyak hal. Ini tidak benar, aku tidak boleh menjadi seperti ini.

"Jungkook-ah."

Aku langsung menoleh begitu mendengar suara Jimin hyung. Dengan cepat aku mendekat kepadanya. "Ne, hyung. Ada apa?" tanyaku kepadanya.

"Apa Namjoon hyung mengetahui ini?" tanyanya.

"Tadi Namjoon hyung menelepon. Jin hyung sudah memberitahunya tentang kejadian ini. Namjoon hyung mengatakan jika dia akan mencari penerbangan tercepat untuk kembali. Ah, dia barusan mengirim pesan kepadaku dan mengatakan jika dia akan kembali nanti malam." jelasku kepadanya.

"Ah..."

Aku kembali terdiam. Melihat Jimin hyung dalam kondisi seperti ini membuatku merasa kesal pada diriku sendiri. Aku selalu berpikir, mengapa aku sangat tidak berguna? Mengapa aku bahkan tidak mampu menenangkan satu hyungku? Padahal para hyung sangat baik kepadaku. Kenapa aku tidak bisa setidaknya sedikit membalas kebaikan mereka?

Dalam situasi seperti ini aku hanya bisa diam dan melihat bagaimana para hyung tertekan karena masalah yang seakan terlalu ingin mampir ke hidup ini. Aku hanya bisa menjadi beban mereka. Aku sama sekali tidak berguna. Seharusnya aku tidak muncul di kehidupan mereka.

"Jimin hyung."

Laki-laki itu menoleh. "Ne?"

Aku terdiam sejenak sebelum kemudian menunduk dalam. "Maafkan aku, sungguh. Maafkan aku." mataku terasa panas oleh cairan yang mendesak untuk keluar, tapi mati-matian aku tahan.

"Kau bahkan tidak salah, Jungkook-ah." terdengar suara Jimin hyung yang belakangan ini terdengar begitu menyedihkan.

"Aku sangat tidak berguna." ucapku dibarengi dengan lelehan air mata yang meluncur tanpa bisa kutahan lagi. Aku tak bisa menyalahkan siapapun. Ini terjadi tanpa campur tangan siapapun. Takdirlah yang terlalu kejam dengan membebankan semua ini kepada para hyung. Karenanya tidak salah kan jika aku menyalahkan diriku sendiri.

Dari pandanganku yang memburam karena air mata, aku dapat melihat tangan Jimin hyung bergerak menggenggam tanganku. Tangannya masih begitu hangat, tapi suasana hatinya sedang sangat dingin. Hanya wajah pucatnya itu yang membuatku yakin jika dia tidaklah baik-baik saja.

"Kemarilah!" dapat kudengar Jimin hyung kembali bersuara. Aku tak berniat untuk membantahnya. Karenanya aku langsung bangkit dan berpindah duduk di pinggir tempat tidurnya.

Jimin hyung menarik tubuhku dan membuatku bersandar padanya. "Kau tahu, aku senang karena masih ada kau di sini." kata Jimin hyung sembari sedikit mengusak rambutku.

Kenapa? Aku bahkan sangat tidak berguna. Mengapa Jimin hyung merasa senang jika aku ada di sini? Padahal aku tidak bisa melakukan apapun. Padahal aku hanya bisa menjadi gangguan bagi mereka. Jadi kenapa?

"Jungkook-ah, aku takut. Jadi tetaplah di sini, ya. Jangan pergi. Jangan meninggalkanku sendiri. Jangan membuatku melihat kau terluka. Jangan membuatku takut." aku kembali mendengar suara lirih Jimin hyung.

Mendengar apa yang dikatakan Jimin hyung membuatku semakin ingin menangis. Bisa dilihat sendiri kan betapa dia menyayangi orang-orang di dekatnya. Aku tidak mengerti mengapa Jimin hyung bisa bersikap seperti ini.

"Aku di sini, hyung. Jadi aku mohon, jangan seperti ini terus."

Ah, percuma. Meskipun aku mencoba menghentikan liquid yang mengalir dari mataku, itu tidak akan berhasil. Bahkan sekarang menjadi semakin deras saja.

"Kalau begitu berhenti menangis." kata Jimin hyung. Sementara aku langsung mengusap air mataku dengan kasar, tak ingin membuat Jimin hyung melihat aku menangis lebih lama lagi.

"Aku senang karena kau bisa menemaniku di sini." Jimin hyung bersuara lagi. "Entah kenapa aku memiliki firasat buruk. Aku tidak ingin sesuatu terjadi kepada kalian." lanjutnya.

"Tidak akan ada yang terjadi, hyung. Kau tidak perlu memikirkan terlalu banyak hal." ujarku mencoba menenangkan Jimin hyung dan aku sendiri.

"Tapi ini sangat menakutkan, Jungkook-ah."

"Jimin hyung, kita bisa melewati ini. Tolong jangan berpikiran buruk seperti ini."

"Aku harap begitu."

Save Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang