dua puluh tujuh

124 5 0
                                    

Setelah perginya arsya, mei segera memasuki rumahnya dengan langkah lesu.

"Assalamualaikum" Ucap mei begitu sampai di ruang keluarga dan segera menyalimi tangan kedua orang tuanya serta abangnya tercinta.

"Tumben ga jadi orang utan lu de." Ledek juna.

"Lagi ga mood berantem bang." Balas mei malas.

"Bun..yah...mei ke atas dulu ya." Lanjutnya lagi dan segera menaiki anak tangga menuju kamarnya dengan buru-buru.

"Kenapa tuh anak bunda? Biasanya paling heboh." Bingung sang ayah.

"Ish, kamu itu. Dia juga anak kamu tau." Ketus sang bunda.

Juna yang menyadari suasana hati mei pun segera beranjak, dan bergegas menemui mei. "Bun..yah..abang ke atas duluan ya." dan langsung di balas anggukan singkat oleh kedua orang tuanya.

Setelah sampai tepat di depan pintu berwarna pink bertuliskan 'room mei,masuk tanpa ijin? keluar tanpa duit.' Juna segera mengetuk pintu seraya terkekeh dalam hati, membaca sticker yang mei tempel di depan pintunya.

Tok..tok..tokk..

"Mei abang masuk ya?" Ujar juna tak mendapat sahutan ia pun segera membuka pintu yang ternyata tidak di kunci oleh pemilik kamar itu.

Saat pintu sudah benar-benar terbuka lebar, juna pun mulai melangkahkan kakinya masuk kedalam dan mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang ia cari. Sosok yang ia cari, ternyata sedang duduk melamun di balkon tanpa menyadari kehadiran juna. Perlahan namun pasti, juna mendekatinya dan duduk disampingnya.

"Ngelamun aja kesambet tau rasa lo." Kata juna, membuyarkan lamunan mei.

"Ganggu aja lo, abang laknat dasar." Ketus mei.

"Wah parah pake u lo jadi parahu, durhaka lo ke abang sendiri tai." Ketus juna balik.

"Suer bang kali ini gue lagi gak mood buat perang dunia, mending lo balik sanah gih." Usir mei halus.

"Lo kenapa sih de? ada masalah?cerita lah, dipendem mulu. Jadi daging kaga, penyakit iya." Ujar juna pelan namun tegas.

"Bang..please...gue pengen sendiri, kali ini aja." Kata mei memelas.

"Ngga..gue itu abang lo, lo harus cerita kalo lo lagi ada masalah dek. Gua akan pergi, tapi setelah lo cerita." Jawab juna keras kepala.

"Mei..mei gatau musti gimana bang, jesi menjauh, dia....ah mei gatau salah mei apa dan apa mereka udah pacaran?" Lirih mei.

"Mereka?" Beo juna.

"You know lah." Kesal mei memalingkan wajah, karna perlahan kristal bening mulai menggenang di kedua mata indahnya.

"Hey...liat sini." Ucap juna seraya menangkup kedua pipi mei.

"Gue gatau mei, karna juli memang ga cerita apapun ke gue, ataupun yang lain." Lanjut juna dengan tarikan nafas panjang.

"Bang..." Tuntut mei sendu.

"Mei listen to me! lo harus bangkit jangan jadi cewek lemah kaya gini, lo liat di sekitar lo masih banyak orang yang sayang sama lo dengan tulus tanpa ada something." Ucap juna tegas.

"Bahkan tanpa lo sadari." Lanjut juna.

"Gua udah coba untuk berlabuh ke lain hati dan menghapus nama dia di hati gua, tapi hati gua tetap nemilih dia. Salahnya gua terlalu cinta." Sendu mei seraya menatap langit malam.

"Kalo gitu jangan sedih biarkan mengalir seperti air, dan biarkan takdir yang mengatur, dan lo cukup ikhlas menjalaninya." Ucap bang juna.

"Gua tau adek gua kuat, dan bisa melewatinya." Lanjutnya.

"Terimakasih bang, lo adalah sandaran kokoh yang gua punya. Mei sayang bang juna." Ucap mei dengan senyum tulusnya.

Malam itu menjadi malam mei menumpahkan keresahannya, serta menjadi malam saksi bahwa seorang kakak akan selalu berada dibelakang sang adik ketika rapuh dan menjadi sandarannya.





Jangan lupa vote and komen ya hargai author tq.

meiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang