2: Kangen sahabat

193 8 0
                                    

Hari itu, mall cukup ramai di datangi beberapa pengunjung, delapan puluh persen diantaranya adalah sepasang kekasih yang sedang berkencan di hari Minggu, dan sisanya adalah orang-orang biasa, mungkin dirinya masih jomblo sehingga harus belanja sendiri atau dengan keluarga dan teman dekatnya.

Sedari tadi kedua netra coklat itu tiada hentinya menusuri setiap penjual yang mempromosikan barang jualannya, barang mewah itupun membuat gadis itu ngiri, ingin membelinya, tapi dia tidak enak hati kepada Tantenya. Eum, bisa dibilang gadis itu tidak pernah keluar rumah atau dibelikan barang mahal oleh ayahnya. Menyedihkan, bukan?

Tepat di sebelah toko boneka, langkah kaki tantenya terhenti begitu saja, hal itupun otomatis Pelangi juga ikut memberhentikan gerak kakinya yang berjalan. Lantas dia menolehkan kepalanya, menatap kedua mata Mischa dengan kening yang berkerut, "Ada apa tan?" Dia bertanya, memiringkan kepalanya sedikit. Kemudian, Mischa menghela napasnya kasar, lalu tubuhnya berbalik, sehingga berhadapan langsung dengan keponakannya.

"Kamu mau boneka?" Tantenya bertanya, memegang erat pergelangan tangan gadis itu, sebenarnya Mischa tau, bahwa Pelangi menginginkan boneka beruang besar, tidak apa-apa kalau uangnya nanti akan habis, yang terpenting Pelangi bahagia karenanya. Dengan antusias, Pelangi mengangguk, air wajahnya berubah dratis menjadi senang, bibir tipis itu akhirnya tersenyum lebar sampai-sampai kedua mata gadis itu juga ikut menghilang.

Tersenyum kecil, Mischa menggenggam tangan kecil itu, tangan lembut yang hanya dimiliki oleh Pelangi, perempuan itu akhirnya menggiring keponakannya memasuki tempat boneka. "Lain kali, kalau mau sesuatu bilang tante, ya?" Ucap Tantenya dengan nada tulus, seberusaha mungkin dia menahan air matanya yang ingin jatuh.

Gadis berumur 20 tahun itu lantas mengangguk kecil, mengambil salah satu boneka beruang yang sangat besar. "Aku mau ini boleh tan?" Terdengar suara itu sangat senang, kedua matanya terlihat memohon. Tanpa berpikir lebih dulu, Mischa mengangguk, tidak peduli berapa harga boneka beruang tersebut.

"Yeay!! Makasih Tante Mischa cantik!!" Dia berteriak girang, meloncat beberapa kali sembari memeluk boneka beruang besar miliknya. Melihat tingkahnya Pelangi yang seperti anak kecil, mau tak mau Mischa juga ikut tersenyum lebar, mengajak Pelangi ke tempat lain setelah membayar harga boneka beruang.

"Dress itu, bagus ya, Pelangi? Kayanya cocok deh sama kamu kalau dipakai. Kamu mau?" Perempuan itu bertanya, kedua alis hitamnya terangkat bersamaan, menunjukkan bahwa dia bersedia untuk membelikan dress itu kepada Pelangi.

Lagi-lagi Pelangi mengangguk, menjawab pertanyaan Mischa dengan semangat, walaupun kisah gadis itu sangat kelam tetapi Si pemilik jiwa itu masih menampilkan wajah cerianya di depan banyak orang.

"Coba deh, kamu pakai di ruang ganti." Mischa menyodorkan dress putih itu, menyuruh Pelangi agar segera pergi menuju ke ruang ganti, setelah keponakannya dilihatnya benar-benar pergi, tak lama kemudian ponselnya yang berada di tas slempang berdering, menandakan bahwa ada yang meneleponnya. Dengan gesit, perempuan itu merogoh tasnya, mengambil benda pipih itu lantas menempelkannya di telinga.

"Ya, ada apa Caramell?" Suaranya terdengar begitu menyejukkan, tangannya terangkat, membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan.

Mischa Anastasia, perempuan yang berumur 45 telah menikah dengan seseorang dokter tampan asal Jepang yang bernama Jun. Walaupun umurnya terlihat tua, tetapi percayalah pahatan wajahnya masih awet muda, senyumnya sangat manis dan tatapannya begitu khas untuk perempuan cantik. Dirinya sudah mempunyai satu putrinya, keturunan wajah dari Mischa, sifat aslinya sangat baik sekali, gadis itu telah menjadi saudara sekaligus sahabat kecilnya Pelangi. Namanya Caramell, sosok dokter muda yang berumur 22 tahun yang telah berkerja menjadi dokter di Jogja. Suaranya tidak jauh berbeda dengan Mischa, lembut dan menyejukkan.

Memori disaat Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang