"Who? Risma?" Mischa yang sedari tadi diam untuk menyimak percakapan kedua orang itu akhirnya ia bertanya heran. Saat itu juga pandangan Jun dan Daniel teralihkan kepada perempuan itu, keduanya melihat bahwa kerutan di kening Mischa semakin dalam.
"Em, Risma itu kakak perempuanku, Mischa." Daniel menjawab lebih dulu, lantas dia tertawa kecil diikuti oleh Jun.
Mischa ber-oh kecil, dia mengangguk mengerti, walaupun masih ada satu pertanyaan lagi yang ingin dijawab oleh Jun, "Kamu kenal sama Risma? Sejak kapan? Dia bukan mahasiswamu, kan?" Jun menghela napasnya dalam-dalam, dia tau tipe istrinya bahwa Mischa terlalu sensitive kepadanya.
Jun mengangguk jujur, "Iya, aku kenal sama Risma karena selama di kampus, Daniel selalu menceritakan semuanya tentang kakak perempuannya kepadaku, dan Daniel juga sering vidio call saat jam kosong di kampus, jadi aku mengenal wajahnya Risma."
"Oh, jadi kita berdua nanti siang ke rumahnya? Kamu mau bertemu dengannya?" Lagi-lagi Jun mengangguk jujur sementara Daniel hanya diam saja, mendengarkannya dengan seksama.
"Ya. Kamu mau ikut?" Tanya Jun dengan nada lembutnya, mungkin pria itu sedang pelan-pelan membicarakan perempuan lain kepada istrinya.
Selama beberapa saat, Mischa tidak menjawab sampai akhirnya perempuan itu mengangguk terpaksa sembari menahan hatinya yang terbesit.
ー●●ー
"Kakak gak pulang?" Gadis itu merasa bersalah kepada pacar barunya karena sembilan jam Razell merawatnya di rumah sakit, dari hal menyuapinya, menunggu dia sampai tertidur, memotong apel bahkan benda yang jatuh diambilnya oleh lelaki itu, walaupun Pelangi mengatakan tidak usah.
Saat itu juga, Razell memberhentikan kegiatan memotong apel untuknya, Pelangi hanya bisa membeku di tempat ketika lelaki itu menatapnya terlalu dalam.
Sedetik berikutnya, Razell membuang mukanya lantas berdeham kecil. "Gue males pulang ke rumah," ucapnya singkat yang membuat kening Pelangi berkerut.
"Kenapa? Kan kata kakak waktu kemarin malam, kalau orang rumah bakal cariin kakak, kalau Kak Razell gak pulang semalaman." Dengan polosnya Pelangi mengingatkan kembali ucapan Razell kemarin malam.
Sembari menghela napasnya sejenak, Razell mencoba untuk sabar menghadapi gadisnya yang terlalu polos seperti Pelangi. "Itu gue cuma bohong doang ke lo. Jangan dibawa serius ucapan gue," agak sedikit bingung, Pelangi hanya menganggukan kepalanya, pura-pura mengerti.
"Kak Razell kerja di cafe kan?"
Razell hanya mengangguk singkat.
"Terus kakak sekarang gak kerja?" Razell yang ditanya seperti itu membuatnya berdecih kesal, dia jengah Pelangi bertanya terus.
"Gak. Sekarang lo makan aja ya nih apel. Jangan tanya gue terus!" Razell geram kepada Pelangi, dengan cepat dia menyodorkan piring kecil yang sudah terdapat apel dipotong olehnya.
Pelangi mengangguk kecil, mengambil piring itu, selanjutnya dia memasukkan potongan kecil apel ke dalam mulutnya dengan susah payah.
"Besok kata dokter, aku boleh pulang Kak." Razell menggumam kecil, dia memerhatikkan Pelangi yang sedang kesusahan memegang apelnya. Mau membantu, tetapi lelaki itu membiarkannya agar Pelangi tidak keterusan manja kepadanya.
"Gue boleh tanya sesuatu ke lo?" Saat itu juga Pelangi mendongak, menaikkan kedua alisnya bersamaan.
"Ya Kak?"
"Lo terima jadi pacar gue gegara apa?" Pelangi bungkam seketika, pertanyaan ini sederhana tetapi gadis itu menjawabnya dengan sulit.
Menggarukkan kepalanya yang tidak gatal, Pelangi menyungging senyuman canggung, "Karena aku cinta sama Kak Razell." Entah itu hanya firasatnya saja, gadis itu melihat raut wajah Razell seketika berubah menjadi datar, senyuman tipis itu tidak terlihat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori disaat Hujan
Teen FictionStart: Februari 2020 Finish: Ada yang pernah bilang, bahwa pelangi selalu muncul setelah hujan. Tetapi, menurut gadis itu, pelangi tidak akan selalu menggantikan hujan apabila hujan telah pergi begitu saja, begitupun sama dengannya. "Kak, cinta itu...