15: First Hug

52 4 0
                                    

Part ini sengaja saya pendekkin, nanti saya panjangin kalau udah tamat ceritanya.

Gadis itu baru tersadar, bahwa Razell telah membantunya untuk berjalan. Sedikit tidak percaya sih, tapi dia juga tidak bisa menolak bantuaan dari lelaki dingin dan berwajah datar itu.

Pelangi cukup syok ditinggalkan oleh sahabat kecilnya. Tapi dia bisa apa? Dia hanya bisa menangis dan mendoakan sahabatnya kepada Tuhan. Cukup sulit menerima kenyataan ini bagi gadis itu. Mungkin kenyataan ini tidak bisa ia terima, butuh bertahun-tahun untuk menyembuhkan mental gadis itu.

"Kepala lo masih sakit?" Suara seseorang yang tiba-tiba menyeruak membuat Pelangi tersadar dari lamunannya. Ia mendongak, karena gadis itu sudah duduk di kasur sedangkan Razell berdiri di sisi ranjang. Razell tetap menunggu jawaban dari Pelangi namun apa, gadis itu tidak menjawab pertanyaan darinya.

"Gue juga sama kaya lo." Pelangi tersentak kecil, mengerutkan dahinya lalu ia menatap Razell seolah ia ingin bertanya 'apa'.

Lelaki itu tertawa kecil, miris, kemudian ia mendudukkan tubuhnya di kursi belajar si pemilik kamar." Iya, gue juga sama kaya lo, cukup syok kalau Caramell meninggalkan gue secepat itu. Tapi gue gak mau menangis di depan orang banyak, karena gue takut dianggap lemah oleh mereka," jelas Razell dengan suaranya yang mulai serak, mungkin lelaki itu sedang menahan tangisannya.

Pelangi tidak berbicara apa-apa, yang dilakukan gadis itu hanya mengangguk kecil, lalu memainkan jari-jarinya seperti orang sedang canggung.

"Sekarang, gue gak tau lagi sama siapa orang yang bisa gue ucapkan cinta, siapa pelukan hangat gue disaat gue lagi terpuruk. Gue gak tau lagi harus gimana sekarang," Lelaki itu terisak pelan, dia hanya menunduk dengan bahunya yang sudah bergetar. Mungkin kalian bisa menganggapnya cengeng.

Hati Pelangi tersayat, ia hanya bisa menatap Razell dengan sendu. Mungkin ini semua salahnya, Caramell meninggalkan orang terdekat karena kesalahan dulunya. Coba saja, ia dulu menarik kesimpulan bahwa Caramell meminum obat-obatan karena sahabatnya telah mengidap penyakit kanker otak sejak lama. Tetapi apa yang dilakukan Pelangi, ia cukup bodoh, karena tidak mengetahui kenyataan itu.

"Gue boleh minta izin sama lo?" Lagi-lagi Pelangi tersentak kecil karena suara seseorang yang telah menganggu lamunannya. Ia menatap kedua mata gagah namun terlihat sudah hampa milik Razell, kemudian gadis itu mencoba untuk tersenyum kecil.

"Iya kak, boleh. Kakak mau izin apa memangnya?"

Razell tidak menjawab, dia hanya diam selama beberapa saat, sampai akhirnya lelaki tersenyum tipis, sangat tipis hingga tidak terlihat kalau dia sedang tersenyum.

"Gue mau peluk lo boleh?" Cicit Razell dengan suaranya yang sangat berat mampu mendominasi gadis di hadapannya sekarang. Pelangi tidak menjawab ia hanya menganggukkan kepalanya dengan....Ragu?

Razell memasang wajah datarnya, lelaki itu kemudian mendekati Pelangi, lalu ia menaiki ke atas kasur milik sahabat cinta pertamanya.

Tangan Pelangi seketika bergetar, ia tidak tau kenapa dengan tangannya menjadi seperti ini. Gadis itu hanya menatap mata sendu Razell yang sudah berada di sampingnya.

Hening selama beberapa saat, mereka berdua saling pandang, sampai akhirnya Razell memeluk tubuh Pelangi, menangis kecil di celuk leher gadis itu di beberapa helaian rambut yang harumnya begitu memabukkan.

Semakin lama, pelukan itu semakin erat, Razell memeluk erat tubuh mungil Pelangi, memegang punggung yang sangat sempit. Lelaki itu menangis kecil, hingga terdengar sebuah isakkan yang begitu menyayat hati.

"Gue gak bisa untuk berpura-pura kuat lagi. Bantu gue untuk jangan bergerak sampai gue nyaman," ucap Razell yang membuat Pelangi bingung, apa maksud dari kalimat terakhirnya. Nyaman?

Memori disaat Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang