7: Bertemu di taman

99 5 0
                                    

"Ini kalian berdua yang masak?"

Wanita berkepala tiga itu menatap putrinya dan keponakannya secara bergantian, mengangkat kedua alisnya bertanya sementara mulutnya tiada henti mengunyah, sebenarnya Mischa bisa bilang masakan ini terlalu lezat, entah itu siapa yang memasak yang dilakukan wanita hanyalah menunggu jawaban dari Caramell dan sahabatnya. Tapi yang membuatnya semakin bertanya-tanya setelah melihat Pelangi mengangguk antusias sedangkan jawaban Caramell menggeleng kukuh.

Pelangi menghela napas panjangnya, mengulum senyuman manis. "Ini buatan aku, Tante..."

"Bohong Ma! Jangan percaya!" Caramell berseru kesal setelah mendengar jawaban sahabatnya yang telah berbohong, dalam hati dokter muda itu menggerutu gemas, selain kemanjaan Pelangi, gadis itu juga sangat cerewet dan suka sekali berbohong. Mungkin kalau Pelangi itu bukan sahabatnya, tanpa berpikir keras Caramell segera menendang Pelangi dari rumahnya. Tidak kok, Caramell masih waras untuk menjaga imagenya di depan umum.

Pelangi tertawa nyengir, menggaruk kepalanya dengan ujung garpu, mungkin saking malunya tidak bisa merasakan rasa sakitnya ujung garpu itu, andai kalau bukan garpu melainkan pisau, bisa bahaya Caramell dan Mischa. "Iya Tante, aku yang potong bawangnya, sementara Caramell yang masak, tapi sama aja kan kita berdua yang masak?" Mendengar itu Mischa memutar bola matanya jengkel, bukan hanya dirinya saja yang malas mendengarnya tapi si putri tunggalnya juga melengos, mencibir dengan suara pelan.

"Yayaya seterah kamu deh," Mischa mendengus mengalah, memilih untuk mengunyah makanannya yang sempat tertunda, hingga dia membiarkan Pelangi tertawa puas melihat ekspersi wajah kesalnya. Untuk kali ini dia biarkan keponakannya meledek dirinya, asalkan yang terpenting Pelangi merasakan tertawa bahagia, karena Mischa tau, Pelangi selama di Jakarta selalu merundung kesedihan, menangis diam di kamar, dia tau tentang itu, itulah alasannya Mischa mengajak Pelangi ke rumah asalnya.

Di sisi lain, Caramell hanya tersenyum tipis, menghembuskan nafas gusar berulang kali, gadis itu bingung, ingin mengatakan kalimat ini darimana, pada akhirnya Caramell meyakinkan dirinya untuk melalui semua ini. "Ma, aku ingin bicara boleh?" Tanyanya pelan sekali, nyaris tak terdengar oleh Pelangi yang berada di seberangnya.

Kemudian sesaat berikutnya Mischa mengangkat kepala, memberhentikkan kegiatannya memotong daging. "Ada apa?"

Caramell berdeham gugup, memainkan tautan jemarinya yang sangat lentik di bawah meja, ternyata kegugupan itu terlihat jelas oleh Mischa, membuat Pelangi yang sempat tidak ikut campur dalam pembicaraan itu akhirnya menoleh ke arah Caramell, menaikkan kedua alisnya bersamaan. "Kamu kenapa Caramell? Ada masalah?" Tanyanya lembut, menatap intens kedua mata sahabatnya.

Caramell menggeleng, kali ini dia meremas ujung bajunya. "Aku gak papa kok, aku baik-baik saja, gak ada masalah sama sekali, hanya saja..." kalimat itu mengantung, gadis itu sekali lagi menarik napasnya, mempersiapkan mental untuk memberitahu semua tentang rencanya kepada Mischa. "Lima bulan kedepan, aku.. mau nikah," sunyi, itulah yang ditangkap oleh pendengaran Caramell setelah mengatakan itu. Sesuai dugaan, wajah Mischa terkejut bak dicampur nyaris ingin marah, seharusnya dari awal gadis itu memberitahukan semua ini saat waktu pernikahan telah tiba, tapi nasi sudah menjadi bubur, kenyataan tidak bisa ditelak lagi.

Senyap dalam hitungan detik sampai akhirnya Pelangi memutuskan untuk memalingkan wajahnya, kedua matanya terasa pedih menerima semua kalimat Caramell, dia tidak bisa berpisah dengan sahabatnya untuk yang kedua kali, cukup waktu dulu dia hidup dengan sendiri, kali ini gadis itu tidak sanggup.

Lagi-lagi Caramell menarik napas panjang, mencoba untuk mengangkat kelopak matanya, menatap Sang Ibu dengan berani. "Maafkan Caramell, Ma.. Maaf," ujarnya parau. "Caramell sudah mencintai sosok pria itu 3 tahun yang lalu, Maaf karena telat memberitahu semua ini kepada Mama dan Pelangi." Entah kenapa suasana ini mencekam kembali, suara Caramell tadi seolah menguap ke langit-langit rumah yang sangat tinggi, merendam tak ada jawaban sama sekali.

Memori disaat Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang