Pria itu sama sekali tidak berkutik, tatapannya terus tertuju kepada lelaki di depannya walaupun dia sudah tidak mencium punggung tangan pria itu lagi. Anak lelaki itu, Razell, menatap papanya dengan teduh, tersenyum lembut ke arahnya.
Sesaat berikutnya Jun tersadar dari lamunannya, pria itu kemudian membalas senyuman tak kalah lembut dari lelaki di hadapannya sekarang,"Terima kasih, Razell."
Razell menghela napas panjangnya, dia berujar sangat gusar,"Tadi Papa ngelarang aku bilang terima kasih. Tapi sekarang, Papa sendiri yang ngomong. Itu tidak adil dong, Pah?" Razell menggelengkan kepalanya heran sedangkan lawan bicaranya hanya terkekeh pelan.
"Oke oke! Papa minta maaf kalau gitu. Papa janji tidak akan bilang terimakasih lagi ke kamu," pria itu berujar terdengar sangat merdu,"Kamu mau pulang sekarang, nak? Gak mau cerita dulu ke Papa tentang identitas kamu yang sebenarnya?" Tanya Jun ketika dia mengingat perihal tentang tadi.
Razell bergumam, dia melihat sekilas jam tangannya, kemudian anak lelaki itu membuang nafasnya yang berat,"Oke deh pa, aku masih punya setengah jam lagi untuk waktu kosong." Jun tersenyum kecil, dia kemudian merangkul pundak Razell, saking terkejutnya anak lelaki itu terpekik tertahan.
"Biasa aja dong, kagetnya." Jun tertawa, yang membuat matanya menjadi sipit. Sedangkan Razell malu setengah mati, lelaki itu hanya menggarukkan kepalanya yang tidak gatal. Jun membawa anak laki-laki itu ke sofa, kemudian sang kepala keluarga memanggil istrinya sembari menyuruh Razell untuk duduk. Lelaki itu hanya menurut, mengaitkan gelang yang di beri Jun ke tangan kanannya.
Hingga selama beberapa saat, Mischa datang dengan pakaian yang sudah diganti, sementara Jun dan Razell masih mengenakan baju warna hitam. Mischa menghela nafas panjangnya, kemudian dia menghampiri Jun,"Ada apa?" Jun mendongak, menatap istrinya yang membuat sudut bibir pria itu terangkat sedikit.
"Sini duduk dulu," Mischa hanya menurut, dia duduk disampingnya Jun."Kamu mau tau tentang kehidupan Razell yang sebenarnya, kan?" Tanya Pria itu antusias.
Mischa mengangguk kukuh, tetapi alisnya berkerut."Iya, kenapa memangnya?"
"Ya sudah, kamu dengerin Razell. Dia mau kok kasih tau sekarang, tapi waktunya cuman 30 menit," Jun memijit pelan pangkal hidungnya sejenak,"Ahh, tinggal 26 menit lagi!" Pria itu mengusap wajahnya kasar.
Mischa ber-oh kecil, perempuan itu kemudian melirik Razell, dan tersenyum lembut,"Tenang saja, Tante dengerin kok sampai kamu bercerita dengan selesai. Sekarang, ceritakan kamu kerja apa dan dimana orang tua kamu tinggal,"
Razell mengangguk singkat, lelaki itu membuang nafasnya terlebih dahulu, sebelum memberitahukan pekerjaannya kepada kedua orang di depannya saat ini."Saya bekerja menjadi pelayan cafe Tan," Mischa terkejut, nyaris saja dia memekik, untungnya perempuan itu segera menutup mulutnya dengan segera, sementara Jun, pria itu tetap tenang, mencoba untuk mendengar kelanjutan dari Razell." Dan kedua orang tua saya meninggal, karena kasus tertembak dan kasus itu belum selesai, tetapi pihak kepolisian sudah lelah, tidak ada tanda siapa penembaknya. Kejadian itu terjadi 7 Tahun yang lalu."
Sepasang kekasih itu tercekat, membeku di tempatnya, matanya terlihat nanar. Begitupulah orang yang menceritakaan masa kelamnya tersebut.
"A-apa tertembak?!"
Semuanya menoleh dengan cepat ketika ada suara lain yang ikut dalam perbincangan ketiga orang itu. Dan Mischa serta Jun terkejut, melihat Pelangi yang menatap Razell tidak percaya di ujung tangga. Pelangi menghampiri ketiga orang itu, lalu dia meremas ujung bajunya.
"Kedua orang tua Kakak meninggal karena kasー" Pelangi refleks menghentikan ucapannya, ia teringat sesuatu, gadis itu tidak bisa berbicara apa-apa lagi, dia berlari sembari menangis menuju kamarnya. Sementara Mischa dan Jun panik seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori disaat Hujan
Teen FictionStart: Februari 2020 Finish: Ada yang pernah bilang, bahwa pelangi selalu muncul setelah hujan. Tetapi, menurut gadis itu, pelangi tidak akan selalu menggantikan hujan apabila hujan telah pergi begitu saja, begitupun sama dengannya. "Kak, cinta itu...