Di tengah malam itu, sangat berbeda bagi dirinya. Lelaki itu menggeram kesal sekali lagi, ketika tidurnya terngganggu dengan suara petir yang saling menyambar dan hujan yang telah mengguyur kota.
Dia. Razell mendesis tajam sedari tadi, karena dia tidak bisa tertidur. Memilih untuk masa bodo, lelaki itu beringsut dari kasurnya, dia ingin mengambil minuman di dapur.
Tetapi, langkahnya seketika berhenti, ketika dia mendengar suara teriakkan yang saling menyaut, dari ruang kerja ayahnya.
Mengepalkan kedua tangannya, lelaki itu tetap berjalan ke dapur, mencoba untuk tidak mendengar perkelahian kedua orang tuanya itu. Di sisi lain ayahnya, memilih pekerjaan, tetapi di sisi lain ibunya, perempuan itu tidak terima waktu lamanya bersama dengan suaminya terpotong hanya karena pekerjaan. Sungguh gila sepasang kekasih itu.
"Sial! Gue bisa gila lama-lama kalau kaya gini terus. Kalau gue pilih mau hidup seperti ini atau bertemu dengan kedua orang tua kandung gue di dunia yang berbeda. Gue rasa, gue pilih opsi yang kedua." Dia mendesis marah, memegang gelasnya dengan sangat kencang, kedua matanya memerah seperti bola api yang sedang menyala di dalamnya, diam-diam lelaki itu menahan tangisannya.
"Kalian berdua kenapa tinggalin aku sih. Ma, Pa?" Monolognya dengan bahunya yang sudah bergetar. Hatinya rapuh, dia tidak bisa menahannya seorang diri. Lelaki itu butuh sandaran kepalanya, butuh pelukan hangat, tetapi siapa yang mau menerimanya, dengan keadaan yang sangat kacau.
"Razell," suara lembut seseorang seketika menyeruak di pikirannya, membuat jiwanya tersadar kembali. Dia berdecak kesal, lantas menoleh.
Kemudian lelaki itu menatap tajam ibunya, perempuan yang sudah mau merawatnya sedari kecil, tetapi kehidupan Razell semakin mem buruk,"Kenapa?" Dia bertanya dingin, mengedikkan dagunya."Jangan pegang gue!" Bentak lelaki itu sembari menepis tangan kecil itu dari pundaknya.
Risma sempat tercekat, kedua matanya basah kembali,"Nak. Tolong dengerin Maー" perempuan itu tertegun, dia meneguk ludahnya ketika ia ditatap Razell sinis.
"Jangan pernah panggil gue dengan sebutan nak lagi. Gue bukan siapa-siapa lo," ucap Razell sinis, lantas lelaki itu berlari ke kamarnya meninggalkan Risma seorang diri yang sudah mengeluarkan air matanya dengan deras.
Sosok itu berlari menjauh dari ibunya, masih dengan nafasnya yang memburu, lelaki itu memegang ponselnya, mencari nomor telepon seseorang sembari terisak kecil.
Dia butuh teman sekarang....
Tetapi, selama beberapa saat dia menunggu sambungan telepon itu untuk terhubung, nomor si pemilik cafe itu tidak aktif yang membuat Razell menggeram setengah mati.
Dia berbalik, berlari ingin keluar dari rumah ini yang begitu memuakkan baginya, lelaki itu menulikan pendengarannya ketika Risma memanggilnya dengan putus asa sembari bersimbah air mata.
Mengepalkan kedua tangannya, dia berlari, tanpa menggunakan mobilnya. Lelaki itu terus berlari di bawah langit yang malam dengan guyuran hujan dan petir yang terdengar begitu mengerikan. Pikirannya sedang kosong, hingga suara hujan dan petir tidak terdengar.
Dia berlari hanya satu tujuan, ke tempat yang bisa sepuasnya dia menangis, yang bisa menceritakan keluh kesanya, walaupun ucapannya tidak terbalas.
"Caramell....." lelaki itu berdiri di samping makamnya Caramell. Dia menatap batu nisan itu dengan tatapan nanar. Air matanya terus mengalir deras, dia mengertakkan gigi diam-diam.
"Gue kangen lo Mell. Peluk gue Caramell, gue butuh sandaran. Gue kesepian di dunia ini disaat lo pergi dari hidup gue." Dia menjatuhkan tubuhnya lemas, yang dilakukannya hanyalah terus memohon, mengusap batu nisan yang terukir nama seseorang yang dicintainya dengan tangan gemetar,"Help me Caramell, jawab ucapan gue, peluk tubuh gue, Caramell. Lo jangan jadi bisu dan tuli dong, gue gak sanggup." Ucap Razell yang masih menangis. Tangannya beralih mencabuti daun yang tumbuh masih kecil di pinggiran kuburan seseorang yang sangat dicintainya.
Razell sangat putus asa, dia telah kehilangan seseorang lagi di dunia.
Dua menit lelaki itu hanya menangis, menghiraukan suara petir yang semakin ganas. Matanya membengkak, wajahnya pucat, yang dilakukannya hanyalah mengelukan nama seseorang yang sangat dicintainya. Sosok yang sangat tegar, sosok yang selalu menampilkan senyum palsunya, sekarang dirinya telah menangis di pemakaman. Memohon dan terus merintih.
"Jangan menangis terus, Kak!"
Tubuhnya membeku, isakannya berhenti, sama dengan air hujan yang tidak mengguyur tubuhnya yang sudah basah. Lelaki itu menoleh, mengernyitkan dahinya, dia melihat Pelangi yang sedang berjongkok di sampingnya sembari memegang payung, sedangkan tangan satunya lagi memakaikan sehelai jaket yang berwarna biru muda ke tubuhnya.
Lebih tepatnya, jaket itu miliknya.
"Lo mau ngapain kesini?" Razell memandang Pelangi tidak suka, dia mengalihkan pandangannya, asalkan netra matanya tidak bertemu dengan mata coklat gadis itu.
Pelangi mengulum senyuman manis, tanpa meminta persetujuan, dia memeluk tubuh kekar Razell, memeluk dengan sangat erat, sementara sang empunya langsung terdiam."Kakak butuh pelukan, kan? Peluk aku saja Kak. Jangan menangis terus," gadis itu bergumam dengan sangat pelan. Kepalanya bersandar di bahu Razell.
Keduanya diam selama beberapa saat, sampai akhirnya, Pelangi mengucapkan tiga kalimat yang membuat Razell membisu."Aku cinta Kakak,"
ー●●ー
"Awasi anak itu setiap saat! Kalian jangan sampai lengah."
Dia memutar kursinya yang kebesaran dari balik meja berwarna coklat sepanjang satu setengah kali dua meter itu berputar.
"Baik Tuan. Kami tidak akan lengah," salah satu bawahannya menunduk singkat sampai 90 derajat. Dia memakai tudung jaket hitam dan sebagaian wajahnya ditutupi oleh masker.
Lantas dia menatap tajam, bawahannya satu persatu. Menelisik setiap rinci dari wajah itu. Selama beberapa saat, dia memberhentikkan kegiatannya, kemudian dia menjentikkan jarinya."Kalian sudah tau kan, rencana saya untuk menghancurkan anak itu?" Semua yang di dalam ruangan itu menggangguk dengan cepat. Semuanya masih menunduk, tidak ada yang berani menatap atasannya.
Kemudian, dia tersenyum mengejek,"Dasar manusia bodoh. Beraninya kalian lawan gue. Anak lo yang jadi sasarannya nanti," dia memutar-mutar kursinya, senyuman mengejek itu tidak pernah luntur dari wajahnya." Manusia keturunan dari kalian itu hanyalah sampah di bumi ini. Gue harus memusnakannya dengan segera." Dia terdiam sejenak, menghembuskan nafas panjangnya ke udara,"Permainan dimulai!"
_____
Pelangi
Razell
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori disaat Hujan
Teen FictionStart: Februari 2020 Finish: Ada yang pernah bilang, bahwa pelangi selalu muncul setelah hujan. Tetapi, menurut gadis itu, pelangi tidak akan selalu menggantikan hujan apabila hujan telah pergi begitu saja, begitupun sama dengannya. "Kak, cinta itu...