"Kamu tunggu Kakak disini, ya?"
Gadis berkuncir kuda tinggi itu menggenggam tangan kecil dengan erat, menggiring anak 5 tahun itu ke dalam ruang tengah. Respon dari anak itu mengangguk kecil, wajahnya ditekuk seperti kesal dengan sesuatu, sedangkan tangan satu laginya menggandeng bola kerincing. "Bentar, Tante mau ke dapur dulu, kamu mau susu coklat atau putih, Naufal?" Pelangi bertanya lembut, menaruh lututnya di lantai, mensejajarkan tubuh anak laki itu yang sudah duduk di sofa.
Naufal menggerakkan tangannya ke udara, mendeskripsikan apa yang diinginkannya sekarang, masih tetap sama, bibirnya cemberut sedari tadi yang membuat pipi gembul itu menggelembung. "Aku maunya susu coklat yang besar Ante(Tante)." Katanya dengan suara yang menggemaskan, Pelangi tertawa sebentar, bangkit berdiri, kemudian diusapnya surai legam itu kasih sayang.
"Ya udah Tante ke dapur dulu, kamu jangan kemana-mana ya? Duduk disini saja, okey?" Pelangi mengangkat jari kelingkingnya yang langsung disambut cepat oleh Naufal, sampai akhirnya jari kecil itu menempel di jari besarnya Pelangi. Lagi-lagi gadis itu tersenyum kecil, berjalan anggun menuju dapur, meninggalkan Naufal sendiri di ruang tengah.
Ah, bermain dengan anak kecil sungguh melelahkan ternyata. Awalnya Pelagi menemukan Naufal yang sedang menangis di bawah pohon taman, menangisi entah karena apa, daripada mencoba untuk berpura-pura tidak tau, Pelangi yang habis berolahraga pagi mengelilingi komplek rumah lantas menghampiri Naufal yang mencakar-cakar tanah dengan kesal, membuat tangan kecil itu kotor tapi dibiarkan oleh Si pemiliknya.
Pelangi menghela napas samar, berjongkok, merendahkan kepalanya sedikit untuk melihat wajah lucu dan menggemaskan itu yang sedang berpaling ke tanah, tidak mempedulikan ada orang lain di depannya. "Kamu kenapa menangis anak ganteng?" Pelangi bertanya lembut, mengulum senyuman. Tapi harapan Pelangi pupus begitu saja yang ingin menginginkan anak laki-laki itu menjawab pertanyaan dengan segera, melainkan dia menangis lebih kencang lagi, memukul tanah seolah tanah itu adalah penyebabnya.
Wajah Pelangi yang mendapat reaksi itu panik plus cemas, pasalnya gadis itu takut sekali jika ada orang tuanya yang melihat kejadian itu dan langsung memarahinya. Karena waktunya sangat mepet sekali, Pelangi lebih memilih pilihan terakhir, yaitu hanya bisa memeluk tubuh kecil Naufal, menepuk-nepuk punggung kecil itu berusaha untuk mendiamkan tangisan Naufal yang membuncah.
Rupanya mendiamkan anak kecil menangis itu tidaklah mudah, Pelangi harus menghibur menjadi badut dan harus melawak di depan Naufal, tapi hasilnya Naufal malah meledek dirinya seseorang badut yang jelek. Ya Tuhan, Pelangi bersumpah tidak akan pernah lagi melawak di depan anak kecil, hal itu akan merusak imagenya yang lucu dan imut.
Mendesis tertahan, Pelangi menumpahkan bubuk susu ke dalam gelas besar, mengaduknya perlahan sehingga larut dalam air putih yang baru dimasak dan ditambahkan dua batu es kecil. Omong-omong yang Pelangi ketahui bahwa Naufal itu berasal dari panti asuhan, tapi entah kenapa dia tersesat di taman, ah atau mungkin Naufal mencoba untuk pergi dari asrama panti. Lagi-lagi Pelangi mendesis geli, tidak menyangkan Naufal itu sangat bandel.
"Kamu bikin susu buat siapa, Pelangi?"
Lamunannya buyar seketika, dari belakang suara Mischa memasuki pikirannya barusan, sehingga mau tak mau gadis itu menoleh, lantas membulatkan bibir. "Tante sudah bangun?" Tanyanya, Mischa melipat dahi sejenak, menuangkan air panas ke dalam cangkir dari panci yang berada di atas kompor. Lalu mendekati Pelangi yang masih berada di tempat tadi.
"Tante tanya kamu malah balik tanya Tante. Jawab pertanyaan Tante dulu dong, gak sopan kamu," Mischa mendengus, meniupkan teh panas itu dengan pelan-pelan, lantas meneguknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori disaat Hujan
Teen FictionStart: Februari 2020 Finish: Ada yang pernah bilang, bahwa pelangi selalu muncul setelah hujan. Tetapi, menurut gadis itu, pelangi tidak akan selalu menggantikan hujan apabila hujan telah pergi begitu saja, begitupun sama dengannya. "Kak, cinta itu...