27: Arti Cinta

31 4 0
                                    

"Maaf,"

Dia yang mau ke kamarnya lantas langkahnya terhenti, sekilas suara berat seseorang memenuhi pikirannya, dia berbalik menghadap suaminya yang berdiri di depannya dengan wajah penyesalan. Sosok yang sangat dirindukannya selama bertahun-tahun.

"Maaf," suaranya terdengar lirih, pria itu menunduk dalam, tidak berani menatap wajah istrinya. "Sekali lagi aku minta maaf," dia mengulang kalimatnya, kali ini suaranya menjadi pelan.

Ini pertama kalinya pria itu meminta maaf, Risma masih tidak percaya bahwa suaminya akan meminta maaf kepadanya atas perbuatan yang telah dilakukannya kemarin.

Menghela napas dalam-dalam, perempuan itu diam, menunggu kelanjutan aksi suaminya, menunggu akting suaminya.

Lenggang sejenak, sampai akhirnya Alvin memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya, matanya terlihat sayu, bibirnya bergetar entah itu karena ingin menangis atau apa, Risma tidak tau, dia masih berdiri di tempatnya, tubuhnya membeku tidak berkutik.

Alvin tersenyum sadar, perlahan, pria itu mendekati istrinya, dia berjalan dengan langkah kaki yang menggema, di ruangan ini sangatlah sunyi.

"Sayang," Alvin memanggil panggilan itu dengan sendu, dia seberusaha mungkin menahan tangisannya, matanya memerah beradu pandang dengan mata bening itu. "Tolong maafkan aku," kali ini, Alvin mengambil tangan Risma, tangan yang sangat kurus dan tidak selembut seperti dulu lagi, dielusnya punggung tangan itu dengan gerakan pelan, sampai akhirnya Risma tercekat, Alvin mencium tangan punggungnya.

"Tolong maafkan aku, maaf......maaf karena akuー"

Ucapan Alvin terhenti, saat itu juga istrinya memeluk tubuhnya dengan erat, seolah perempuan itu tidak mau kehilangan suaminya lagi. Lantas Alvin membalas pelukan itu, dia sudah lama tidak merasakan kengahatan dari pelukan istrinya.

"Jangan pernah tinggalkan aku," ujarnya dengan nada bergetar, dia mengucapkan itu sembari menahan semua rasa sakitnya. Kemudian, Alvin memejamkan matanya sejenak, menaruh dagunya di puncak kepala istrinya, aroma dari rambut itu menguar begitu saja. Pelan-pelan pria itu menangis seiring dengan tangannya yang memeluk pinggang Risma semakin erat.

Alvin menangis karena dia merasa telah menyesal sudah membentak istrinya setiap amarahnya sudah memuncak, dia selalu menampar istrinya ketika perempuan itu terus memintanya untuk selalu ada di rumah sampai-sampai Risma menangis dan berlutut di hadapannya.

"Apa kamu sudah mencintaiku?" Pertanyaan tiba-tiba yang telontar dari istrinya, membuat pria itu tercenggang, matanya terbuka sepenuhnya, pria itu tidak menjawab, lalu terdengar keluhan kecewa dari istrinya.

Risma melepaskan pelukannya, dia memegang kedua tangan kekar itu, tangan yang lebih besar darinya. "Kamu masih menganggap pernikahan ini karena perjodohan?" Dia menatap kedua netra suaminya, menatapnya dengan serius. "Apa kamu masih mencintainya?" Pertanyaan rentetan itu membuat Alvin merasa tertohok karenanya. Jujur, dia memang belum mencintai istrinya, tetapi dia bisa apa? Hatinya masih ditempati oleh seorang gadis masa lalunya.

Risma menghela napas pendeknya sejenak, dia melepaskan tanggannya dan menjatuhkannya mejadi menggantung di sisi tubuh kecilnya.

"Oke. Lupakan semua pertanyaanku yang tadi. Sekarang kamu gak ke kantor?" Perempuan itu bertanya, mendongak lalu jawaban suaminya menggeleng.

"Aku ingin bersamamu untuk seharian ini. Izinkan aku untuk melakukannya," Alvin memohon, entah itu permintaan serius atau tidak. Risma menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia menjawab dengan gelengan kukuh.

"Maaf, aku tidak bisa. Aku harus pergi sekarang." Sosok itu berbalik, melangkahkan kakinya dengan cepat, sampai akhirnya langkahnya berhenti begitu saja setelah Alvin memberinya pertanyaan.

Memori disaat Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang