14: Permintaan Sulit

55 4 0
                                    

"Kamu mau kemana Razell?"

Langkah Razell seketika terhenti setelah mendengar suara familiar ayahnya yang tiba-tiba bertanya kepadanya. Lelaki itu terpaku, menatap lurus ke depan dengan matanya yang sudah basah akibat menangis.

Di belakangnya sudah ada ayahnya yang masih menunggu Razell untuk menjawab pertanyaannya. Lelaki itu menghembuskan nafasnya sejenak, sampai akhirnya dia membalikkan badannya menghadap sang kepala keluarga.

"Kamu mau ke rumah duka? Memangnya siapa yang meninggal? Lebih baik, kamu ikut Papa saja ke kantor. Cepat! ganti bajumu,"

Razell mengkerutkan keningnya samar, seolah lelaki itu tidak suka dengan apa yang dikatakan ayahnya barusan.

Ayahnya memang lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan dengan yang lainnya, hal itupun membuat Razell benci setengah mati dengan kantor ayahnya. Ia ingin menghancurkan gedung kantor ayahnya dengan tangannya sendiri, kalau dia bisa.

"Aku tidak bisa. Ini lebih penting dari perintahmu," ucap Razell dingin dengan wajah yang sangat datar. Kemudian Razell tersenyum sinis ketika ia melihat tangan ayahnya yang sudah terkepal kuat hingga memperlihatkan urat-uratnya.

"Jadi maksudmu pekerjaan ayah tidak penting, begitu?" Tanya sang kepala keluarga yang mencoba untuk terlihat tenang agar dapat merendam amarahnya.

Razell menukik alisnya tajam kemudian lelaki itu tertawa hambar,"Kenapa ayah bilang begitu? Tadi aku tidak memberi kode kan kepadamu?"

Sudah cukup, ayahnya tidak bisa menahan amarahnya lagi, dengan sekuat tenaganya lelaki tua itu menampar anak angkat satu-satunya yang dia punya.

PLAKKKK

Saking kerasnya tamparan itu, wajah Razell sampai tertoleh ke samping dan menimbulkan suara tamparan yang cukup keras.

"DASAR ANAK KURANG AJAR!"

Sakit. Itulah yang dirasakan hatinya saat ini. Memegang bekas tamparan di pipinya, lelaki itu menatap tajam ayahnya dengan mata yang sudah memerah.

"Aku tidak menyangka dengan hal ini, ayah. Rupanya kau sudah lupa dengan dosa terbesarmu dulu." Ucapan Razell seketika mampu membuat ayahnya menjadi bungkam. Razell menggertakkan giginya kuat-kuat ketika ia mengingat kejadian dulu yang membuat kehidupannya hancur begitu saja. Yang membuat hatinya runtuh begitu saja. Ia tidak sanggup memikirkan kenangan itu lagi.

Membalikkan badannya, anak lelaki itu meninggalkan ayahnya yang masih bungkam. Air matanya lolos begitu saja tanpa diminta olehnya.

Lelaki itu berjalan ke pintu utama, dan kelamaan berlari meninggalkan rumahnya. Ia harus secepatnya datang di rumah duka. Ia tidak mau mengecewakan mayat calon istrinya. Apakah Razell masih bisa menyebut Caramell sebagai calon istrinya?

Razell mengepalkan kedua tangannya, memegang stir mobil dengan tangan kekarnya. Lelaki itu seharian menangis, ia tidak tau kenapa ia menjadi secengeng ini.

Melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, Razell seberusaha mungkin untuk menahan air matanya yang mungkin sudah mulai jatuh. Tuhan sangat adil, bukan? Kalau iya, kenapa senja meninggalkan langit ketika langit sudah mulai mencintainya.

"Gue cuman punya satu permintaan kepada Tuhan,"

"Permintaan apa?"

"Permintaan, agar kelak gue menjadi istri setia untuk lo."

"Lo kenapa mabuk lagi, Razell?"

"Udah, Razell, insya Allah, gue akan selalu menjadi pendengar setia keluh kesah lo sampai ajal menjemput gue."

Memori disaat Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang