Mendung. Sekali lagi gadis itu mendongak, memandangi langit cerah yang tertutupi oleh awan gelap, mendesah kecewa kali ini dia mempercepat jalannya, takut nanti akan hujan di saat tengah perjalanan, apalagi sekarang Pelangi tidak membawa payung maupun jaket. Belakangan ini memang sering mengalami musim hujan, dipastikan karena bulannya sudah tiba.
Sekarang, gadis itu ingin ke restoran secepatnya, beberapa menit yang lalu Arkan meneleponnya dan meminta Pelangi agar segera menemui teman laki-lakinya itu di tempat keinginan Si penelepon. Ngomong-ngomong ini sudah hari ketiga, hari sepasang kekasih itu tidak bicara satu sama lain. Mereka berdua saling cuek, dan jarang bertemu. Bohong. Kalau mereka berdua tidak merasakan sedih dan rindu. Hampir setiap malam, gadis itu menangisi kekasihnya, mengeluhkan nama kekasihnya di dalam mimpi, walaupun dia tidak tau Razell masih peduli kepadanya atau sama sekali tidak mengingat perjuangannya.
"Ah, basah." Dress putihnya basah, dia mendongak lagi, melihat langit yang mulai meneteskan gerimis, padahal jarak ke restorannya masih jauh. Awalnya Arkan ingin menjemput gadis itu di rumahnya, tapi Pelangi menolak, merasa tidak nyaman setiap lelaki lain selain kekasihnya datang ke rumahnya tanpa siapapun. "Terpaksa deh, harus berteduh dulu," gadis itu berlari kecil, kemudian dia berdiri sendiri di depan toko buku sembari memeluk tubuhnya, Pelangi merasakan dingin dengan hawa sekarang yang menyentuh kulitnya langsung. Dia berharap, semoga hujan cepat reda.
Menghembuskan napasnya yang telah menguap ke udara, gadis itu menunduk dalam, memandangi sepatu flat-nya yang berwarna biru cerah. Jujur, Pelangi tidak suka bergaya seperti ini, tipe ini bukan kesukaannya, tetapi semua ini Arkan yang meminta kepadanya, menyuruhnya untuk cantik datang ke restoran.
Seperdetik kemudian, kepalanya terangkat, kedua manik matanya bergulir, sebuah mobil merah berhenti tepat di depannya, Si pemudi lantas menurunkan jendela mobilnya, kemudian pria itu menatap Pelangi sembari tersenyum.
"Mau bareng sama saya?" Tanya pria itu, kemudian mendorong pintu kemudi, mengisyaratkan agar Pelangi segera masuk.
"Ehm..." gadis itu ragu, menghela napasnya sejenak dan mengangguk ketika pria itu menunjukkan wajah yakinnya.
"Kamu mau kemana hujan-hujan begini," wajah tuanya menoleh sekilas, mengemudikan mobilnya secara perlahan. Suasana di dalam mobil sangat canggung, pria itu seberusaha mungkin memecahkan situasi yang sangat dibencinya. Walaupun sekarang musim dingin, tetapi pria itu mengenakan jas kantor dan kemejanya, sepertinya dia habis pulang kerja.
"Ketemu teman di restoran," ujarnya singkat, pandangannya beralih lagi ke kaca pintu mobil. Gadis itu tidak terlalu mempedulikan obrolan pria di sampingnya, dia hanya menjawab pertanyaan beberapa saja.
"Kenapa gak di rumah saja ketemuannya? Takut disangka selingkuh ya, sama pacar kamu?"
Eh? Kenapa pria itu tau?
Gadis itu menoleh dengan cepat, menunjukkan ekpresi wajahnya yang terlihat bingung. "Maksud om?" Keningnya terlihat berkerut, kedua tangannya gemetar seketika. Apa jangan-janganー
"Ya, saya tau. Karena saya sendiri yang membunuh kedua orang tuanya Razell." Ucap pria itu sembari tertawa santai yang membuat Pelangi meneguk ludahnya sulit, seseorang yang sudah menghancurkan kehidupan ceria kekasihnya sekarang bisa ada di sampingnya sendiri.
Setelah mengucapkan satu kejujurannya, dia langsung membanting stir mobilnya sontak jantung Pelangi berdegup cepat, hingga sampai akhirnya kepala gadis itu terbentur kaca mobil depan, membuatnya pingsan mengeluarkan sedikit darah dari keningnya.
Pria itu tersenyum sinis, mendekatkan wajahnya lantas membisikkan sesuatu dengan seringai di bibirnya. "Korban kedua adalah Razell. Dan saya akan menusuk di jantungnya...." ucapannya tersendat selama sesaat, tangan besarnya terulur, merapikan rambut panjang Pelangi yang sedikit berantakan karena ulahnya. "..Jun,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori disaat Hujan
JugendliteraturStart: Februari 2020 Finish: Ada yang pernah bilang, bahwa pelangi selalu muncul setelah hujan. Tetapi, menurut gadis itu, pelangi tidak akan selalu menggantikan hujan apabila hujan telah pergi begitu saja, begitupun sama dengannya. "Kak, cinta itu...