"Kamu habis ini langsung pulang kan?"
Laki-laki yang sedang mengelap meja cafe seketika menoleh ke sumber suara, kemudian dia memberhentikan kegiatannya lantas mengangguk kecil."Iya Kak," jawabnya sembari mengulum senyum.
Kemudian si pemilik cafe itu terdiam sejenak, dia menatap Razell sungkan,"Kakak kalau pulang duluan, boleh nggak Razell?" Dia menghela napas panjangnya selama beberapa detik, lalu Alfian memberikan sebuah kunci cafe kepada Razell."Tolong kakak ya, nanti sebelum pulang kunci dulu, oke?"
"O-oh. Iya, Kak. Lagian ini sudah malam, kan?" Razell mengambil kunci cafe itu, kemudian dia mengusap tengkuknya sejenak."Ada urusan pentingkah dikeluarga kakak?" Tanya Razell sembari menaikkan kedua alisnya bersamaan.
Alfian mengangguk singkat, dia tersenyum lebar hingga menampilkan deretan giginya yang rapih,"Iya. Tunangan kakak sudah pulang dari Amerika." Seketika itu juga raut wajah Razell berubah, air mukanya terlihat sedih, lelaki itu kemudian menunduk dalam-dalam.
"Hei! Ada apa?" Alfian menepuk pundak Razell, sang empunya pun mendongak lantas meringis kecil sembari menggeleng.
"Tidak Kak," dia terkekeh miris, seberusaha mungkin air matanya tidak terjatuh."Kakak tidak jadi pulangnya? Cepat kak, nanti tunangan kakak menunggu lama dirumah,"
Tersadar, alfian memekin pelan,"Oh iya. Ya udah ya, Kakak pulang. Jangan lupa cafe nya dikunci." Laki-laki itu setelah memberitahu panjang lebar kepada Razell, dia berlari kecil menuju ke luar cafe, sementara Razell, dia hanya menatap punggung lebar atasannya dengan tatapan kosong.
"Sangat beruntung ya? Kehidupan Kak Alfian yang sebentar lagi menikah," monolognya sembari tersenyum pilu, dia hanya terdiam di tempat dengan pikiran yang berkecamuk. Hingga kemudian dia terkejut, orang itu terlihat lagi di luar jendela, sosok itu masih memakai tudung jaket berwarna hitam. Razell pun memandangi lamat-lamat orang tersebut, dia berniat ingin mendekati tetapi sebelum kakinya melangkah orang itu langsung pergi begitu saja.
"Penguntit?" Razell menggelengkan kepalanya tidak percaya, dia kemudian mengangkat bahunya."Niat banget si penguntit itu ngikutin gue sampe kaya gitunya." Razell menghela napasnya sejenak, melepaskan apron cafe hitamnya. Kemudian dia keluar dari cafe, sembari menguci pintu cafe atasannya.
"Razell!"
Tubuh Razell membeku, dia menoleh dan mendapati Mamanya yang sedang melambaikan tangannya dari kejauhan keberadaannya. Mata Razell membulat, dia tersenyum kecil lantas menghampiri Risma walaupun dirinya bingung, mengapa Mamanya bisa ada disini. Bukannya perempuan itu tidak tau kalau dia bekerja sebagai pelayan cafe.
"Mama habis kemana? Ini kan sudah malam, kok masih di luar?" Tanya Razell sembari menaikkan sebelah alisnya, entah itu hanya perasaannya saja, Risma tercekat mendengar pertanyaan dari anaknya untuk dirinya.
"Em..itu. Oh iya, Mama habis dari rumah teman Mama, untuk jenguk suaminya yang sakit." Ucap Risma dengan terbata-bata. Sedikit aneh sih, tetapi yang dilakukan Razell hanyalah ber-oh kecil.
"Terus kamu sendiri kok bisa ada disini?" Risma sedikit mendongak karena tinggi Razell dan dirinya yang cukup terlampau, perempuan itu kemudian menatap anaknya yang masih terdiam.
Razell menggeleng, dia tersenyum tipis." Akuー" lelaki itu kemudian berdecak, sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahukan pekerjaannya kepada Risma."Mama gak bawa mobil kan?" Dia mengalihkan pembicaraannya, mencoba untuk terlihat biasa-biasa saja.
Risma menggeleng,"Nggak. Mama bareng sama kamu, ya?"
Razell mengangguk, mengiyakan, lagian tidak masalah kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori disaat Hujan
Teen FictionStart: Februari 2020 Finish: Ada yang pernah bilang, bahwa pelangi selalu muncul setelah hujan. Tetapi, menurut gadis itu, pelangi tidak akan selalu menggantikan hujan apabila hujan telah pergi begitu saja, begitupun sama dengannya. "Kak, cinta itu...