Pagi ini, gadis berkulit putih dan berpahat cantik itu berniat untuk berbelanja ke supermaket. Awalnya dia sangat malas keluar rumah, tetapi semenjak tantenya pergi dari kemarin, stok makanan mulai menipis.
Mengucek matanya sekali lagi, kemudian gadis itu menguap sesekali. Kemarin malam dia tidak bisa tertidur, rumah mewah itu sunyi tidak ada orang selain dirinya. Suara mengerikan dari luar membuat Pelangi meringkuk dibawah selimut, tubuhnya dibanjiri peluhnya, dia hampir menangis kala itu. Sampai akhirnya jam empat pagi, dia mulai terlelap, sudah lelah menghadapi rasa ketakutan.
Sembari melangkahkan kakinya keluar rumah, Pelangi mengenakan topi berwarna hitam di atas kepalanya, kebetulan sekarang jam sembilan pagi, sinar matahari menyilaukan tubuhnya sehingga dia harus mengenakan benda itu.
"Eh?" Gadis itu terlonjak kaget, nyaris saja dia memekik. Di depannya tempat dia berdiri, terlihat seorang lelaki yang sedang bersender pada mobilnya yang berwarna putih. Dia memakai celana jeans dengan kaos coklatnya melekat di tubuhnya yang berotot, wajah tampannya tampak kalem dihiasi dengan rambut hitam rapinya. Terlihat semakin tampan di mata wanita.
"Arkan?" Si pemilik nama melambaikan tangannya, menarik satu sudut bibirnya, dengan gaya cool dia menghampiri temannya. Ya teman, lebih tepatnya baru.
"Kamu ngapaiin di depan rumah aku?" Pelangi menaikkan kedua alisnya bersamaan, menatap kedua netra teman laki-lakinya heran. "Apa aku pernah kasih tau ke kamu alamat rumah aku?" Gadis itu bertanya untuk yang kedua kalinya, kali ini kerutan di dahinya semakin dalam.
Arkan masih tersenyum, lantas dia meraih kedua pergelangan tangan gadis yang di depannya saat ini membuat sang empunya terhenyak. "Wajah kamu kok memerah?" Lelaki itu memajukan wajahnya beberapa inci, melihat jelas kulit putih itu yang sudah berubah menjadi merah.
Merasa tidak nyaman, Pelangi menarik kedua tangannya kembali, dia dengan cepat menggeleng dan tersenyum kaku. "Aku gak terbiasa lama di bawah panas terik matahari, makanya wajahku jadi memerah." Dia menjawab seadanya, suara peringatan dari kekasihnya terngiang kembali di kepalanya.
Mengangguk kecil, Arkan membalikkan badannya, kakinya berlari kecil menuju mobilnya. Sementara gadis itu hanya diam di tempatnya, memandangi Arkan yang berjalan kembali ke arahnya sembari membawa dua plastik besar berwarna putih di kedua tangannya. Pelangi bertaruh, bahwa isinya pasti pizza dan donat, karena tulisan tokonya tertera di dalam plastik itu.
"Buat kamu" Arkan tersenyum, menyodorkan dua kardus itu ke hadapan teman barunya. Membulatkan kedua matanya sejenak, sampai akhirnya gadis itu mengalah, mengambil makanan yang dikasih dari Arkan.
Pelangi mendongak, menatap lurus netra kalem itu kemudian dia mengulum senyuman manis. "Terima kasih,"
Kemudian Arkan terkekeh geli, tangannya terulur, lantas mengacak rambut Pelangi gemas sesaat. "Aku gak dibolehin masuk nih?"
Gadis itu dengan cepat menggeleng, dia berujar kembali. "Ya, boleh aja. Ayo masuk!" Biasanya Pelangi akan mengoceh panjang lebar, akan tetapi dia lebih memilih irit bicara dengan Arkan, karena gadis itu lebih menghargai kekasihnya daripada teman barunya.
"Kamu tinggal sendiri ya?" Arkan bertanya, kedua kakinya berjalan di belakang Si pemilik rumah, perlahan pintu besar itu terbuka lebar, menampilkan kegelapan dan kesunyian di dalamnya.
Lantas Pelangi menggeleng, menanggapi pertanyaan lawan bicaranya. "Enggak, aku tinggal sama om dan tante." Gadis itu menaruh makanan yang dibelikan oleh Arkan di atas meja makan, kemudian dia berlalu begitu saja menuju dapur meninggalkan Arkan yang masih di ruang makan.
Sepeninggalan Pelangi, anak lelaki itu bergeming di tempatnya, pandangannya menulusuri beberapa foto yang terpapang rapi di tembok bercat putih polos itu. Hingga detik berikutnya, kedua netranya terpaku kepada sosok gadis yang tengah tertawa di dalam kenangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori disaat Hujan
Teen FictionStart: Februari 2020 Finish: Ada yang pernah bilang, bahwa pelangi selalu muncul setelah hujan. Tetapi, menurut gadis itu, pelangi tidak akan selalu menggantikan hujan apabila hujan telah pergi begitu saja, begitupun sama dengannya. "Kak, cinta itu...