"Besok, gue minta waktu seharian lo boleh?" Razell bertanya, dia mendekap kedua bahu Pelangi sembari menatap kedua mata gadis di depannya dengan tegas. Sekarang, keduanya berada di depan pagar rumah Mischa, tenang saja, hujan sudah berhenti kok.
Tanpa ragu, Pelangi mengangguk singkat, membalas tatapan tegas itu, "Iya Kak." Gadis itu mengulum senyuman manis, Razell, yang melihatnya menjadi salah tingkah, dia menatap bibir itu tanpa berkedip. Oke, kalian jangan lupakan ciuman tadi.
"Kakak gak mau menginap?" Pertanyaan polos yang tiba-tiba terlontar dari mulut Pelangi, membuat Razell berdeham kecil, dia melepaskan tangannya dari kedua bahu gadis itu, lantas mengusap keningnya canggung.
"Nggak. Orang rumah takutnya nanti khawatir kalau gue gak pulang semalaman," dia mengelak, mengalihkan pandangannya karena sedari tadi Pelangi terus menatapnya sementara gadis itu ber-oh kecil.
"Hati-hati ya Kak di jalan. Jangan pernah menoleh ke belakang," ucapnya pelan, Razell sempat mengerutkan keningnya, akan tetapi beberapa saat kemudian, dia mengangguk singkat walaupun masih tidak mengerti.
Lelaki itu membalikkan badannya, berjalan meninggalkan Pelangi yang masih dilanda khawatir. Tanpa diketahuinya, diam-diam gadis itu mengeluarkan air matanya satu persatu. Pelangi hanya bisa menatap punggung Razell yang semakin lama hilang dimakan jarak.
Lelaki itu membenarkan jaketnya yang basah, dia memasukkan kedua tangannya di saku, sekarang, suhu udara di kotanya semakin menurun yang membuat tubuhnya merasakan kedinginan.
Menghembuskan nafasnya ke udara, lelaki itu menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong, dia terus berjalan pelan, tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya yang sepi, serta waktu pun semakin larut malam. Mungkin, sekarang jam dua pagi.
Dua detik berikutnya, langkah Razell seketika terhenti, dia merasakan atmosfer di sekitarnya seketika berubah. Lelaki itu merasakan ada yang menguntitnya dari belakang. Lelaki itu ingin menengok ke belakang tetapi seketika dia membatalkan niatnya.
Razell teringat ucapannya Pelangi barusan. Jangan pernah menoleh ke belakang.
Menggelengkan kepalanya, lelaki itu berjalan kembali, kali ini dia mempercepat langkahnya. Mencoba untuk berpikir positif. Walaupun keringatnya bercucuran deras di wajahnya.
Razell tersadar, dia mempertajam pendengarannya, suara derap langkah semakin terdengar jelas seperti mendekat yang membuat Razell panik kembali.
Saat itu juga, seseorang menepuk bahunya dari belakang, lumayan kencang, refleks lelaki itu membalikkan badannya dan matanya melebar seketika. Sebuah pistol dicondongkan tepat di wajahnya.
Dorrr!!!
ー●ー
Perempuan itu menggulung rambutnya, dia tergopoh-gopoh menuju pintu utama. Seseorang telah menekan belnya beberapa kali yang membuat Si pemilik rumah kesal setengah mati.
"Ya Tuhan, anda berー" saat itu juga Risma memberhentikan ucapannya, matanya melotot seketika, dia memandangi seseorang di hadapannya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Perasaannya saat ini bercampur menjadi satu. Sedih, terkejut, rindu, marah semuanya menjadi satu secara acak.
"K-Kang Daniel?"
Si pemilik nama tersenyum kecil, menampilkan gigi kelincinya yang rapi. Kemudian Daniel membuka tudung jaketnya, memperlihatkan rambut birunya yang indah.
"Maaf Kak, aku pulang ke Jogja telat. Karena aku lanー"
"Kenapa anda menemui saya?" Risma bertanya dingin, memotong ucapan Daniel dengan cepat. Dia memalingkan pandangannya, mendecih sarkas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori disaat Hujan
Teen FictionStart: Februari 2020 Finish: Ada yang pernah bilang, bahwa pelangi selalu muncul setelah hujan. Tetapi, menurut gadis itu, pelangi tidak akan selalu menggantikan hujan apabila hujan telah pergi begitu saja, begitupun sama dengannya. "Kak, cinta itu...