16: Papa

67 4 0
                                    

Pelukan itu belum terlepas sedari tadi, hembusan nafas dari Razell semakin terasa yang seketika membuat gadis itu sedikit merinding karenanya. Jujur, ini sedikit aneh dan canggung.

Pelangi merasa dirinya terlalu bodoh apa yang telah dilakukannya barusan, karena gadis itu belum pernah sama sekali mengizinkan lelaki lain untuk memeluknya dengan tiba-tiba, kecuali ayahnya walaupun nyatanya itu sangat mustahil. Masa bodo, Pelangi tidak tau kenapa ayahnya tidak pernah memeluk tubuhnya lagi seperti dulu. Semenjak ibunya meninggal, ia sangat marah kepada ayahnya, gadis itu berani menamai ayahnya dengan sebutan 'brengsek'. Kalian boleh mengatakan gadis ini anak kurang ajar, tetapi Pelangi tidak akan pernah peduli dengan apa yang dikatakan semua orang ataupun yang diucapkan dunia.

Pelangi terlanjur sakit hati, setelah ayahnya menolak untuk memeluk tubuh sang ayah. Padahal, gadis itu ingin sekali memeluk tubuh kekar ayahnya, padahal ia ingin menangis dipelukan ayahnya, padahal ia ingin bersandar dibahu ayahnya, tetapi apa yang didapatkan gadis itu, ia merasa keinginannya itu hanyalah sebutir pasir yang ditiup oleh angin. Pergi begitu saja. Gadis itu tidak tau kemana pergi doa-doannya.

Berdecih kecil, lantas gadis itu menggelengkan kepalanya, tidak mau memikirkan ayahnya lagi. Isakkan itu masih terdengar, Razell masih menangis di celuk leher sahabat cinta pertamanya. Sebaik itukah Caramell, sampai semua orang terdekatnya menangisi kepergiannya untuk selamanya.

"Kak Razell sayang banget ya sama Caramell?" Pertanyaan sensitif yang tiba-tiba telontar dari mulut Pelangi seketika membuat Razell melepaskan pelukannya. Lelaki itu lantas menghapus jejak air matanya, kemudian ia menatap Pelangi dengan alis menukik tajam. Tatapan mereka saling beradu selama beberapa saat. Sampai akhirnya lelaki itulah yang memutuskan kontak matanya terlebih dahulu.

"Gue pulang," Razell turun dari kasur kemudian ia menatap Pelangi sekilas yang ternyata gadis itu juga sedang menatapnya dengan dahinya yang mengernyit heran.

"Oh oke, hati-hati kak di jalan." Tutur Pelangi sembari mengulum senyuman lembut. Hal itupun membuat Razell mengangkat bahunya acuh, lelaki itu tidak peduli sama sekali untuk membalas ucapan dari Pelangi.

Pelangi yang mendapatkan tatapan dingin dari Razell hanya bisa merosotkan bahunya. Gadis itu tidak tau kenapa mendadak hatinya menjadi lemas. Dia hanya bisa menatap punggung lebar Razell yang semakin lama hilang dibalik pintu kamarnya. Sedikit kecewa sih, lelaki itu tidak mau bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya barusan.

"Uh, baju aku basah gara-gara air matanya tadi," gadis itu mengembungkan pipinya kesal setelah ia memegang bajunya yang sedikit basah yang tadinya tempat menangis untuk Razell.

ー●●ー

"Razell? Kamu mau pulang?"

Razell menghentikan langkahnya ketika suara berat seseorang bertanya kepadanya dengan heran. Sepasang mata milik Razell menangkap Mischa dan Jun yang sudah ada di depannya sembari bergandengan tangan. Sedikit romantis sepasang kekasih itu.

Razell tersenyum ramah, lelaki itu kemudian mengusap tengkuknya,"Iya Om. Saya mau pulang dulu. Ada urusan yang saya belum kerjakan." Mischa mengkerutkan keningnya bingung setelah mendengar penjelasan dari lelaki di depannya itu.

"Urusan?" Razell tersekiap, ia bingung menjelaskan pekerjaannya ke Mischa atau tidak. Karena pekerjaannya ini hanya diketahui oleh Caramell, tidak ada yang mengetahui pekerjaannya selain cinta pertamanya.

"Kamu punya pekerjaan, Razell?" Lanjut Mischa bertanya yang membuat Razell terpaksa memberitahukan pekerjaannya kepada kedua orang tua Caramell.

Mischa yang melihat kerautan wajah Razell seketika berubah, perempuan itu kemudian terkekeh kecil, ditepuknya bahu lelaki itu dengan gerakan lembut sebanyak dua kali, lalu Mischa tersenyum sembari menatap Razell.

Memori disaat Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang