Caramell melepaskan sarung tangan karetnya setelah keluar dari ruang operasi, kemudian gadis cantik itu mengusap keringatnya di kening sampai akhirnya dia mengikat rambutnya lebih kencang kembali. Berjalan dengan lelah, Caramell berniat setelah ini ingin mencuci tangannya terlebih dahulu baru setelahnya dia akan pergi ke kantin untuk makan hanya sebentar.
Membasuh wajahnya dengan air yang mengalir, Caramell menghembuskan nafas lelahnya di cermin, menatap pantulan bayangannya yang telah berubah menjadi dewasa.
Menghabiskan waktu lima menit untuk berkaca sebentar, gadis itu kemudian keluar dari toilet khusus, berjalan dengan santai melewati lorong yang sangat sepi dan gelap, berhubung sekarang sudah malam.
Mendadak langkahnya seketika menjadi terhenti, saat dia melihat lelaki tampan yang dengan keadaan mabuk berjalan mendekatinya dengan sempoyongan. Panik, Caramell berlari lalu menangkap tubuh lelaki itu yang nyaris saja terjatuh jika saja dia terlambat menangkap tubuh lelaki itu.
Caramell menuntun lelaki itu ke ruangan pribadinya, kemudian dia mengambil air hangat dari dispenser, memberikannya kepada lelaki itu yang langsung ditegak olehnya. Merapikan jambul lelaki itu dengan rasa kasih sayang dan kelembutan, Caramell bertanya dengan sedih.
"Lo kenapa mabuk lagi, Razell?"
Mendengar pertanyaan itu, Razell mendadak menjadi terdiam, seiring dengan bahunya yang mulai bergetar, tanda dia benar-benar menangis atas perlakuan keluarganya barusan. "Gue capek, Mell."
"Udah, Razell. Gue tau kok, masalah lo apa. Gue janji akan menjadi pendengar setia kesuh lo sampai ajal menjemput gue nanti. Jangan menangis lagi, oke? Gue ada buat lo setiap hari." Caramell tersenyum lembut, mengambil telapak tangan kekasihnya yang lebih besar darinya, mengenggamnya dengan hangat, lalu ditariknya tubuh kekar Razell ke dalam pelukannya, menepuk punggung lelaki itu seolah dia sedang menenangkan anaknya.
"Terima kasih Caramell. Gue cinta banget sama lo, Mell." Tutur Razell, menenggelamkan kepalanya di pelukan Caramell, menangis menangis tanpa suara.
Caramell yang mendengar itu dia hanya bungkam lalu gadis itu memejamkan matanya sembari menintikkan air matanya. Ikut menangis merasakan kesakitan Razell di dalam keluarganya. Caramell merasakan bahwa dirinya tidak becus menjadi pacar Razell, dia jarang memberikan waktu untuk lelaki itu karena pekerjaannya. Sampai akhirnya dia hanya menarik napas dalam, memperat pelukannya.
"Gue juga, Razell."
ㅡ●ㅡ
Caramell melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumahnya. Sejak tadi Caramell terus tersenyum, hatinya senang bukan main, karena Razell mengantarnya pulang.
Sebelum memasuki rumahnya, Caramell berbalik lalu dia melambaikan tangannya tinggi-tinggi kepada Razell yang masih belum melajukan motornya.
Kekasihnya membalas lambaian tangan itu sebelum akhirnya dia melajukan motornya keluar dari pekarangan rumah Caramell.
Hampir saja Caramell terpekik, ketika dia melihat Mischa yang tiba-tiba muncul di depannya sembari berkacak pinggang.
"Kenapa kamu pulang malem, hm?" Tanya Mischa galak sembari menatap tajam ke arah Caramell.
Yang di tatapnya hanya bisa menahan tawanya. "Kerja lah ma. Gimaㅡ" Caramell tersentak kaget, ketika Mischa membentaknya secara tiba-tiba.
"SEKARANG KAMU MASUK KE KAMAR!" Pekik Mischa yang sudah geram dengan anak satunya ini. Mau tak mau, Caramell menurut lalu ia berjalan ke kamarnya.
Caramell membuang tasnya ke sembarangan arah, lalu ia menjatuhkan tubuhnya ke kasur yang sangat empuk. Baru saja gadis itu memejamkan matanya, seketika itu juga terdengar pintu terbuka, dengan kesal Caramell membuka matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori disaat Hujan
Novela JuvenilStart: Februari 2020 Finish: Ada yang pernah bilang, bahwa pelangi selalu muncul setelah hujan. Tetapi, menurut gadis itu, pelangi tidak akan selalu menggantikan hujan apabila hujan telah pergi begitu saja, begitupun sama dengannya. "Kak, cinta itu...