23: Hari Pertama

32 4 0
                                    

Gadis itu tersenyum bahagia, dia diam saja ketika dirinya disuapi bubur oleh pacar barunya, atau lebih tepatnya pacar pertamanya. Hatinya menghangat, ketika sosok yang ingin dilindunginya selamat dari tembakan itu walaupun dia tau, orang itu tidak tinggal diam saja sebelum rencananya berhasil.

Sembari mengunyah, diam-diam Pelangi memandangi pahatan wajah karya Tuhan yang sangat indah, rahangnya benar-benar tegas, kulitnya putih serta alis hitamnya yang tebal di tambah lagi mata gagahnya yang sangat tegas dan tidak ada kebohongan di dalamnya.

Tersadar, bahwa Pelangi melihatnya sedari tadi, lelaki itupun lantas berdeham kecil, merasa tidak nyaman dijadikan wajahnya sebagai objek gratis bagi gadis berkulit putih itu.

"Udahan liatnya?" Tanyanya ketika Pelangi belum tersadar bahwa dirinya tadi berdeham.

Detik berikutnya, Pelangi meringis kecil, dia berujar kikuk. "Eh? Maaf Kak." Razell tidak menjawab, dia hanya tersenyum tipis, lalu mengambil gelas yang berisi air di sampingnya.

"Nih." Dia menyodorkan gelas itu kepada Pelangi, akan tetapi gadis itu hanya diam saja, lantas mengerucutkan bibirnya.

Saat itu juga Razell peka kepada gadis itu, dengan terpaksa dia membantu Pelangi untuk minum, "Makanya kalau mau tolong orang, dipikir dua kali dulu, baru lakukan apa keputusan terbaik lo. Jadinya gue sekarang kaya pembantu lo deh." Dia mendecak pelan, namun Pelangi masih bisa mendengar decakkan itu.

"Em, iya Kak. Tapi aku rasa kakak bukan seperti pembantu aku, melainkan seorang suami yang perhatian kepadaku," Gadis itu tersenyum, dia tidak malu sama sekali mengucapkan kalimat itu.

Mendadak suasana di ruangan ini menjadi sunyi, keduanya membisu sesaat, sampai akhirnya kesunyian itu terpecahkan oleh suara deritan pintu ruangan, membuat otomatis keduanya menoleh ke sumber suara.

"Ya allah, Pelangi. Maaf ya, Tante datang kesini pagi, karena Tante baru tau kamu tertembak." Perempuan itu berlari kecil mendekati Pelangi, air matanya turun deras dari kedua pelupuk matanya. "Tanganmu sakit ya, sayang?" Mischa bertanya sesak, dia memegang lengan Pelangi yang diperban, sementara suaminya hanya tersenyum kecil di belakang.

Menggeleng kecil, Pelangi menjawab dengan senyuman. Sedangkan Mischa mendecak kesal, tentunya perempuan itu tau, bahwa Pelangi telah berbohong kepadanya. "Sudah makan, kan?" Tanya Mischa khawatir, hal itupun membuat rasa sakit tembakan itu tidak terasa baginya.

Perlahan, dia mengangguk, mengulum senyuman manis, "Iya Tante. Aku sudah makan, malahan aku disuapi sama....." gadis itu memberhentikkan ucapannya sejenak, sebelum melanjutkan kalimatnya tadi, dia melirik terlebih dahulu kepada Razell, yang ternyata lelaki itu sibuk memainkan handphonenya, dia pikir Razell tidak mendengarnya, lantas Pelangi berbisik ke arah Mischa. "Aku disuapi sama Kak Razell, pacar baru aku sekaligus pacar pertama aku."

Saat itu juga, Sang lawan bicara tidak bisa menahan senyuman lebarnya, dia menatap Pelangi meminta penjelasan, akan tetapi Pelangi menggeleng, memberi kode bahwa nanti saja gadis itu memberitahukan alasan Razell dan dirinya pacaran.

Mischa mengangguk kecil, dia melirik Razell sekilas, lantas berdeham kecil. "Hari pertama mah, bebas dong. Gak nangis terus," perempuan itu menyindir, namun seketika Pelangi melotot kaget. Saat itu juga Razell berhenti berkutat dengan handphone nya, lantas menaikkan sebelah alisnya yang hitam.

"Kenapa?" Tanyanya dengan wajah datar, akan tetapi Pelangi gelagapan sendiri, sementara Mischa hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Jun yang melihat Pelangi gelagapan dengan tiba-tiba, lantas pria itu mencoba untuk menahan tawanya. Dia akhirnya memilih untuk mendekati Razell kemudian dia berbisik kepada anak lelaki itu, yang membuat Mischa dan pelangi menatapnya dengan heran, "Ke taman yuk, ngobrol berdua sama Papa." Razell menoleh, sempat terdiam selama beberapa saat sampai akhirnya dia mengangguk kecil.

Memori disaat Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang