Satu bulan berlalu setelah Sanaya merasakan dejavu bertemu dengan lelaki bernama Virgi itu. Kini dia tengah mempersiapkan keperluan sekolah Raffa. Ya anak itu kini sudah bersekolah di TK.
Sanaya yang merasa ada keanehan Raffa langsung menelpon Alfan pada malam itu. Dia merasa Raffa tidak seperti anak kecil pada umumnya, bahkan dia pernah mendengar Raffa berbicara bahasa Inggris setelah menonton film barat yang ditayangkan di televisi. Sanaya saja yang mudah menghafal tidak langsung sepandai Raffa yang dengan mudah mengucapkan kalimat persis seperti di adegan film itu.
Dan ketika Raffa di bawa ke dokter anak, ternyata Raffa merupakan anak yang pintar dengan IQ yang bisa di bilang tinggi di umur se usianya. Entahlah Sanaya sedikit lupa penjelasan dokter, intinya bagi Sanaya, Raffa jenius.
"Mama ... Kenapa langit walnanya bilu?" Sanaya yang tengah memakaikan sepatu menghentikan aktivitasnya. Lagi-lagi pertanyaan yang tidak bisa Sanaya jawab.
"Karena kalau langit warnanya pink nggak cocok, makanya Allah kasihnya warna biru." Jawab Sanaya ngawur yang membuat Raffa tertawa.
"Mama cantik ..." Sanaya mendengus sebal, anak ini benar-benar memainkan mood nya. Setiap habis bertanya yang Sanaya tidak bisa menjawabnya dengan nalar setelahnya Raffa akan tertawa karena Sanaya cemberut dan setelahnya lagi Raffa akan memuji Sanaya cantik.
"Hih mama gemes sama kamu, ngeselin!" Sanaya mencubit pipi Raffa. Ada ada saja anaknya ini. Eh? Sanaya diam seketika, dia merasa aneh sekaligus takjub dengan dirinya sendiri. Dia benar-benar bertingkah seperti layaknya seorang ibu padahal dulu dia tak pernah terpikir akan menjadi ibu di usia muda. Tetapi Sanaya menikmati ini semua, andai saja Rega masih disini, mungkin dia akan merasa lengkap. Menjadi suami sekaligus istri.
"Masakanmu kali ini keasinan, San."
Sanaya kembali sadar dari lamunannya, hampir saja dia melupakan lelaki dengan setelan pakaian kerja nya yang tengah duduk sambil menikmati nasi goreng buatannya.
"Masa si? Jangan boong deh, Raffa aja tadi lahap banget kok." dengus Sanaya kepada Alfan. Sedangkan lelaki itu tertawa.
Kedatangan Alfan pagi-pagi bukanlah tanpa sebab, dia datang ke apartemen untuk mengantar Raffa pergi sekolah bukan karena maksud lain.
"Nggak anak nggak bapak ngeselin semua," Sanaya membereskan bekas piring Alfan, dan lelaki itu akan diam-diam memperhatikan Sanaya.
Alfan terkadang ingin sekali mengikat Sanaya dalam suatu hubungan yang serius, tetapi dia ragu karena di lihat dari mata Sanaya, gadis itu masih belum bisa melupakan Rega bahkan dibilang masih sangat mencintai Rega.
"Kamu serius nggak mau lanjut kuliah? Memang kalau kamu kerja mau kerja dimana?" Mendengar pertanyaan yang terus di lontarkan Alfan lebih dari sepuluh kali itu Sanaya mengehela nafas.
"Aku serius, mas. Untuk pekerjaan aku udah dapet, kerja di catering rumahan. Katanya disitu lagi butuh tambahan orang. Gajinya pun udah lumayan, mas. Jadi stop tanyain aku soal itu." ucap Sanaya tanda dia tak ingin ditanya lagi soal kuliah.
Alfan mengangguk pelan, "Baiklah aku tidak akan bertanya lagi, maaf. Lalu kapan kamu mulai bekerja?"
"Hari ini, mas. Doain semoga lancar ya, dan mas jangan lupa makan."
"Iya, kalau begitu Mas anter Raffa sekolah dulu ya, Assalamualaikum." Alfan berdiri lalu menyuruh Raffa untuk menyalami tangan Sanaya.
"Acalamuaikum, mama..." Sanaya tersenyum dan menerima tangannya dicium Raffa.
"Jaga dili baik-baik mama, Afa cayang mama." Sanaya langsung mencium pipi Raffa kala mendengar Raffa berucap seperti itu.
Setelah itu Raffa di gendong oleh Alfan berjalan keluar dari apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Precious Husband
Teen FictionSpin-off dari MOH. Ketika sebuah pertemuan pasti akan ada perpisahan, memang begitulah siklus kehidupan. Hanya saja, kita tak tahu seberapa lama kita bersama orang yang kita temui sebelum perpisahan menjadi sebuah fakta bahwa semua tidak ada yang ke...