Enam belas🍃

3.9K 265 17
                                    

Kematian, satu kata tetapi memiliki efek luar biasa bagi orang-orang di sekitar yang ditinggal mati. Kematian adalah teman sejati makhluk hidup yang selalu mengikuti dimanapun kita berada. Memang tidak ada yang kekal, entah tua, muda, kaya atau miskin, semua akan merasakan kematian.

Kematian Alfan, Heppy juga Alfia–nama ibu Alfan, meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarganya, termasuk Sanaya.

Melihat satu persatu jenazah mereka di masukkan ke liang lahat lalu terkubur tanah. Lalu doa mengiringi acara pemakaman itu.

"Maa..." Raffa digendongan Sanaya memanggil, anak kecil itu mengenakan baju koko putih juga peci putih di kepalanya.

Sanaya memandang Raffa sendu, dia dapat melihat mata Raffa yang memancarkan kesedihan, "Kenapa Afa sayangnya Mama?"

"Jangan tinggalin Afa ya... Afa ndak ada Dad juga Mom lagi, cekalang Afa cuma ada Mama cama Papa Lega," bibir Raffa melengkung ke bawah seperti ingin menangis.

Sanaya meneteskan air mata mendengar permintaan Raffa, tanpa diminta pun dia dan Rega yang akan menjaga Raffa.

"Itu pasti sayang, kan Mama sama Papa emang orang tua kamu. Sekarang yang lebih penting, kita doaian Dad sama Mom juga Oma agar masuk surga, ya?" Sanaya mengecup pipi Raffa sekilas.

"Iya Mama," Raffa kemudian melihat ke gundukan tanah yang masih di kerumuni oleh orang-orang. Sanaya lebih memilih posisi sedikit jauh dari area pemakaman karena dia yang tengah membawa Raffa.

"Afa cedih Ma... cedih kalena ndak bica colat baleng meleka lagi..."

"Nanti sampe rumah kita sholat bareng, terus doain mereka. Raffa jangan sedih lagi ya? Nanti mereka juga sedih kalo liat Raffa sedih," Sanaya mencoba menghibur Raffa.

"Meleka cedih ya kalo Afa cedih?" tanya Raffa polos sambil mengusap hidungnya yang memerah karena sedari tadi malam dia yang terus menangis.

"Iya, itu pasti. Kalo Raffa senyum mereka juga ikut senyum." Tiba-tiba Revi datang, dia lalu mengusap kepala Raffa yang tertutupi peci.

"Ante Lepi, gendoong..." Raffa kemudian berpindah di gendongan Revi.

"Dateng sama siapa Rev?" tanya Sanaya.

"Sama Raksi. San, gue nggak nyangka mereka bakal pergi secepet itu," Revi berucap sambil menepuk-nepuk punggung Raffa agar tertidur.

"Gue juga mikir gitu, kasian Raffa. Dan kata polisi, ini pembunuhan direncana karena emang nggak ada barang berharga yang hilang." ucap Sanaya pelan agar Raffa yang mulai memejamkan mata tidak terbangun.

"Kita harus waspada San, kata Erlangga, ini pasti ulah Arlos yang masih hidup dan ingin balas dendam. Apalagi sebulan lalu lo juga pernah dilukai orang misterius kan?"

"Iya Rev, tapi masa iya itu Arlos?" Sanaya mengedarkan pandangannya ke samping kanan. Dan saat itu matanya melihat Alan di belakang pohon mangga di dekat jalan.

"Alan? Ngapain dia sembunyi disitu?" gumam Sanaya.

"Alan siapa San?" Revi ikutan melihat arah pandang Sanaya, dan saat itu juga dia melihat cowok berjaket hitam juga menggunakan topi hitam. Mencurigakan.

"Dia mencurigakan San, ngapain coba sembunyi terus liatin acara pemakaman?"

Sanaya mengangguk, dia juga curiga, "Tapi yaudahlah, kita ke parkiran aja. Kasian Raffa, dia pasti kelelahan."

Lalu Revi dan Sanaya pun berjalan menuju parkiran.

🌄

My Precious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang