Tujuh belas🍃

3.7K 291 32
                                    

Sanaya memeluk Raffa erat kala melihat bangunan tua yang dia kunjungi bersama Alan. Alan dengan sikap paniknya masih menuntunnya menuju ke dalam bangunan tua itu.

"Al-alan... Apa bener suami saya ada disini?" tanya Sanaya takut.

Alan yang hendak membuka pintu itu menoleh, "Iya benar Bu, ayo kita harus segera masuk dan tolong dia."

Sanaya mengikuti dibelakang Alan, saat masuk ke dalam bangunan itu Sanaya terkejut. Isi rumah tua ini sangat berbeda dengan luaran rumah yang nampak menyeramkan. Rumah tua ini nampak rapi juga bersih, meskipun dindingnya sudah ada yang terkelupas.

Cklek

Sanaya menoleh ke belakang, dimana Alan mengunci pintu utama lalu menatapnya menyeringai.

"Selamat datang di rumahku, Sanaya Qirani..." Alan mendekati Sanaya yang terdiam mematung.

"Bagaimana kabarmu setelah lolos dari kematian enam bulan lalu, hm?" Alan mengusap pipi Sanaya yang segera ditepis oleh perempuan itu.

"Jangan macam-macam ya kamu Alan!" Sanaya menatap takut-takut Alan.

Alan tertawa, "Lo nggak kenal gue San? Lo tau nggak, gue ini Arlos. Tapi sayang, Arlos yang dulu udah mati dan sekarang sebagai gantinya adalah Alan. Hahahhaha,"

Sanaya terkejut, bagaimana mungkin? Kenapa wajah Alan berbeda dengan Arlos? Dia makin mempererat pelukannya ke Raffa.

"Lo bingung ya? Hahaha tenang, gue bakal jelasin kok. Enam bulan lalu gue terluka parah," Alan menuntun Sanaya untuk duduk, "Gue kira gue bakal mati San, tapi ternyata enggak. Gue pun pergi ke luar negeri buat pengobatan gue sekalian operasi plastik. Yaaa singkatnya gue berubah jadi gini deh." Alan tersenyum.

"Om, dimana papa Lega?" Sanaya segera menutup mulut Raffa yang tiba-tiba bersuara.

Alan mengalihkan pandangannya ke Raffa, dia kemudian tertawa, "Halooo sobat kecil! Emmm anak Nanda udah gede juga yaa. Oh iya kamu mau ketemu Papa sama Mama mu di surga nggak?"

"Laki-laki psiko!" umpat Sanaya ketika Alan mendekatkan wajahnya ke wajah Raffa yang duduk di pangkuannya.

"Santai San, gue bahkan belum mulai apapun. Jadi, gimana sobat kecil?"

Raffa menggeleng, "Ndak mau! Papa cama Mama Afa maci idup. Om aja cana pelgi ke nelaka!"

Alan diam, menahan amarahnya. Tetapi dengan cepat dia merubahnya dengan senyuman.

Prok prok prok.

Alan bertepuk tangan sambil tertawa, "Hebat! Ini hebat! Gue nggak nyangka didikan lo ke nih anak bisa kayak gini hahahaha,"

"Apa sih mau kamu kak? Kenapa kamu jahat kayak gini?" Sanaya tak tahan, dia menangis seketika, "Jangan-jangan... Kak Alan juga yang udah bunuh Mas Alfan, Mbak Heppy juga ibunya Mas Alfan,"

Alan menarik dagu Sanaya, "Tepat sekali."

"Kenapa?" lirih Sanaya.

"Mama... Mama kenapa?" Raffa ingin menangis juga ketika melihat Sanaya menangis.

Alan mengalihkan pandangannya ke arah lain, "Karena gue nggak suka liat kalian semua bahagia. Terlebih si Alfan. Dia udah terlalu lama bahagia."

Sanaya hanya bisa diam, dia tidak tau apa yang harus dia lakukan. Seketika dia merasakan ponsel di sakunya bergetar, ingin dia mengangkat tetapi urung ketika melihat Alan kembali menatapnya.

"Eh San, lo nyium bau minyak tanah nggak sih?" Alan menyeringai.

Sanaya seketika menegang, terlebih ketika dia baru menyadari bahwa memang bau minyak tanah sangat pekat disini.

My Precious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang