Hanya bingung yang saat ini Sanaya alami. Sanaya membawakan sepiring nasi ke hadapan Rega yang saat ini tengah tertawa melihat Raffa naik sekuter yang dia belikan setelah pulang dari Semarang.
Tuk
Bunyi yang ditimbulkan Raffa karena anak itu tak sengaja menabrak tembok saat menggunakan sekuter di dalam apartemen.
"Tadi pas di lampu merah, ada bapak-bapak yang jualan sekuter Dek, bapaknya bilang 'Hayok yang sayang anak, sayang anak, ini sekuter murah cuma limaratus ribu bisa dinego' yaudah deh aku beli." cerita Rega sebelum menyantap makanan yang dibawakan oleh Sanaya.
Sanaya duduk di sebelah Rega, dia menaikkan sebelah alisnya, "Tumben dibeli, biasanya ada yang begituan nggak kamu beli."
"Nggak apa-apa, biar Raffa mainnya nggak motor-motoran sama si Sakha. Kalo dibeliin gitu kan Raffa jadi nggak kecanduan main sama Sakha idiot." jawab Rega seadanya.
Sanaya terkikik, entahlah, melihat Rega dan Sakha yang bertolak belakang sifatnya sungguh terlihat luar biasa di mata Sanaya. Lucu juga unik.
"Jadi pengen punya anak yang sifatnya kayak kamu sama Sakha hihi,"
"Uhuk ... Uhuk ..." Rega terbatuk-batuk, Sanaya yang melihat itu langsung cekatan memberikan segelas air kepada Rega.
Setelah minum, Rega mengusap air matanya yang sempat keluar karena tersedak tadi. Dia langsung menatap tajam Sanaya.
"Jangan yang kayak Sakha!"
Sanaya terbahak, dia sampai memukul lengan Rega berkali-kali karena menurutnya ini sangatlah lucu. Rega tersedak makanan cuma karena dia yang tidak ingin punya anak yang sifatnya kayak Sakha.
Kini wajah Rega berubah menjadi tak enak dipandang. Raffa yang sedari tadi asik bermain sendiri dengan sekuter barunya itu akhirnya memperhatikan kedua orangtuanya.
"Kata Om Caka kalo ada olang pacang muka cembelut enaknya dijeblet pake kalet, itu boleh nggak, Ma? Kalo boleh, Afa mau jeblet muka cembelut Papa Lega hahahaha," Raffa ikut tertawa terbahak-bahak.
Sanaya makin tertawa kencang. Dan Rega pun memilih beranjak dari duduknya, lalu masuk ke dalam kamar.
BLAM
Sanaya dan Raffa saling pandang satu sama lain.
Raffa berjalan mendekati Sanaya, tiba-tiba bibir anak itu tertarik ke bawah.
"Papa malah ya cama Afa? Hiks ..." kini Raffa sudah terisak pelan.
"Eh? N-nggak kok sayang ... Papa nggak marah sama Raffa, kenapa malah mewek gini?" Sanaya memeluk Raffa lalu mengelus punggungnya.
"HUAAAAA ... PAPA MALAH CAMA AFA HUAAA ..." Akhirnya tangis Raffa pun pecah.
Ting tong ting tong
Belum selesai dengan tangis Raffa, kini Sanaya bingung karena harus membukakan pintu untuk tamu.
"Raffa, tuh ada tamu loh, kamu katanya pengen keren kayak Papa Rega? Kalo mau keren, coba berhenti nangisnya, bisa?"
Kini Raffa terdiam, hidungnya merah, matanya kini mengerjap-ngerjap sambil menganggukkan kepalanya.
Sanaya tersenyum manis, dia mencium pipi Raffa, "Nahh gini kan kamu makin manis, kalo gitu Mama buka pintu dulu ya?"
Raffa mengangguk-angguk.
Sanaya pun segera membukakan pintu, saat membukanya Sanaya tersenyum lalu menyalimi kedua tangan mertuanya.
"Maaf, Yah, Bun, agak lama bukanya karena Raffa nangis tadi,"
Sicka tersenyum, "Iya nggak apa-apa,"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Precious Husband
Teen FictionSpin-off dari MOH. Ketika sebuah pertemuan pasti akan ada perpisahan, memang begitulah siklus kehidupan. Hanya saja, kita tak tahu seberapa lama kita bersama orang yang kita temui sebelum perpisahan menjadi sebuah fakta bahwa semua tidak ada yang ke...