"MAMAA! INI SAGA GANGGU AFA BELAJAR MULU NIH!"
"Saga! Diem disitu! Jangan kesini, abang lagi buat miniatur, nanti kocar-kacir lag-"
Raffa tak meneruskan ucapannya lantaran melihat miniatur menara Eiffel yang dia susun sudah hancur karena ulah Saga. Dan kini anak kecil berusia tiga tahun itu hanya tertawa sambil bertepuk tangan.
Prok prok prok
"Lucu abang, hahaha," ketawa Saga.
Mata Raffa berkaca-kaca melihat karya nya hancur. Anak berusia tujuh tahun itu tak bisa berbuat apa-apa, bagaimanapun juga Saga adalah adiknya.
Sanaya datang tergopoh-gopoh dari belakang rumah setelah menjemur pakaian yang hampir kering itu ketika mendengar teriakan Raffa.
Sanaya melihat Raffa yang sudah menangis namun tak bersuara. Sanaya duduk di sebelah Raffa lalu memberikan pelukan hangat.
"Nanti Mama bantuin buat miniaturnya lagi ya? Udah jangan nangis, nanti gantengnya ilang loh!" Sanaya mengusap air mata Raffa yang ada di pipi Raffa.
Sanaya hanya geleng-geleng kepala saat melihat Saga makin tertawa melihat Raffa menangis.
"Saga, Mama pernah bilang apa sama kamu? Kalo Abang lagi belajar jangan diganggu." Sanaya memperingati Saga.
Anak kecil itu diam dengan bibir melengkung ke bawah. Pertanda akan menangis.
"HUAAAAA ABWHANG NDHAK MHAU MAIN CAMA GAGA hiks ..." Saga menangis sambil tidur telentang, kakinya menendang-nendang udara. Kebiasaan Saga saat menangis.
Raffa sudah berhenti menangis, dia kemudian beralih memegang kedua kaki adiknya agar berhenti menendang-nendang udara.
Saga menjerit-jerit keras sambil menangis. Sanaya memijit pelipisnya, sudah lima kali Saga bertingkah seperti ini di hari ini.
Sanaya mendekati Saga lalu kemudian mengangkatnya ke pangkuannya. Sanaya mencium pipi Saga bergantian dan saat itu Saga berhenti menangis.
"Saga kenapa? Saga kangen Papa, hm? Nggak biasanya loh Saga gini, nanti minta maaf sama Abang karena Saga udah runtuhin Eifel mini buatan Abang." Sanaya mencubit hidung Saga, anak itu tertawa kecil.
"Gaga kangen Papa ..." Saga menyenderkan kepalanya di dada Sanaya. Sedangkan Raffa kembali membangun menara Eiffelnya dari awal. Dari sekian mudahnya objek yang mudah ditiru, entah kenapa Raffa memilih menara Eiffel untuk menjadi objek karya buatannya.
Tangan Sanaya kanan Sanaya membantu menyerahkan stik es krim ke Raffa sedangkan tangan kirinya dia gunakan untuk menopang kepala Saga juga mengelus kepala Saga.
"Bentar lagi Papa pulang kok. Ditunggu aja ya?
Sudah satu minggu Rega pergi ke luar kota untuk menghadiri rapat di perusahaan yang dia bangun bersama Raksi di Semarang. Menjadi pebisnis, itulah profesi Rega juga Raksi.
Soal Revi dan Raksi, kedua orang itu sudah menikah satu tahun yang lalu dan keduanya sudah dikaruniai anak perempuan.
"Papa ndak kangen Gaga ya Ma? Tadi Gaga telpon Papa ndak diangkat,"
Sanaya kaget, "Kamu telpon Papa? Emang bisa?"
"Minta tolong cama Abang Afa," Saga menunjuk Raffa.
"Mungkin Papa lagi kerja terus hapenya dinonaktifin, kan kalo kerja harus totalitas Saga, nggak bisa main-main, kayak Abang waktu belajar. Harus serius!" Sanaya kembali mencium pipi Saga.
Raffa berhenti dari aktivitasnya. Dia kini kembali duduk di sebelah Sanaya, kepalanya dia senderkan di lengan Sanaya.
"Ma, kenapa ya meskipun negara udah maju, orang minta-minta masih banyak? Emang bantuan dari pemerintah nggak merata ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Precious Husband
Teen FictionSpin-off dari MOH. Ketika sebuah pertemuan pasti akan ada perpisahan, memang begitulah siklus kehidupan. Hanya saja, kita tak tahu seberapa lama kita bersama orang yang kita temui sebelum perpisahan menjadi sebuah fakta bahwa semua tidak ada yang ke...