Tiga puluh empat🍃

1.7K 240 20
                                    

Hanya ikhlas dan tegar yang harus Rega sikapi untuk saat ini, tapi mengapa susah sekali? Ingin Rega menangis kencang melihat istri dan anaknya yang baru lahir ke dunia harus ditempeli berbagai macam alat-alat penunjang di tubuhnya.

Rega kini berada di ruangan dimana Sanaya dan anaknya, dia memakai baju steril perlahan mendekati anaknya yang ada di inkubator. Dia hanya bisa memandang dibalik kaca. Anaknya begitu tampan. Ya, anaknya berjenis kelamin laki-laki dengan berat 1kg. Terlihat mungil di mata Rega.

Dengan menundukkan badannya hingga berpapasan dengan wajah anaknya, hanya saja ada kaca yang menjadi penghalang, Rega mulai mengadzani anaknya itu. Setelah selesai, Rega berdiri.

Rega beralih ke istrinya, Sanaya. Istrinya itu kini tampak pucat dan tak berdaya dengan matanya yang tertutup rapat. Dengan tangan bergetar, Rega menggenggam tangan Sanaya.

"H-hei ... Sayang, kamu liat? Anak kita udah lahir ... Masa kamu nggak mau bangun buat liat sebentar anak kita?"

Rega terisak, dia menyeka air matanya.

"Kira-kira anak ganteng kita mau dikasi nama apa? Ayo kita kasi nama sama-sama tapi syaratnya kamu harus buka matamu."

Hening.

Rega memandang kosong tangan yang dipegangnya. Entahlah, ini semua terlalu tiba-tiba. Rega tak tau harus melakukan apa, yang jelas air matanya kembali turun tanpa dia cegah.

"Kamu mau bales aku ya, San? Jadi seperti ini rasanya dulu pas kamu harus dipaksa ikhlas dan tabah?"

Tidak ada balasan. Rega masih berbicara sendiri.

"Sakit sayang ... Ayo bangun ..." Rega menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Tiba-tiba sebuah tepukan kecil di punggungnya membuat Rega berhenti menangis untuk sejenak.

Dia menoleh dan mendapati Raffa tengah memandangnya.

Dia menoleh dan mendapati Raffa tengah memandangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Papa Lega ..." Kedua tangan Raffa terangkat tanda ingin diangkat ke pangkuan. Rega pun mengangkat Raffa lalu dia dudukkan dipangkuannya.

Raffa memandang Sanaya dan Rega bergantian.

"Pa ... Mama capek ya abis lahilin adek Afa?"

Rega mengangguk pelan, "Iya sayang, makanya kamu harus bantu doa semoga Mama segera sehat dan nggak ngerasa capek lagi. Ngerti?"

Raffa tersenyum lebar sambil mengangguk, "Oke Papa. Tapi, Papa juga ndak boleh nangis ... Papa halus senyum."

Rega meneteskan air matanya yang langsung dihapus oleh Raffa.

"Kata Mama, laki-laki boleh nangis Pa ... Tapi abis itu halus kembali cemangat!!!"

Raffa mengelus tangan Sanaya sekarang, "Ma ... Mama nggak boleh tidul telus! Mama halus buka mata ya? Nanti Afa janji bantu lawat adek kecilnya."

My Precious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang