7. Berbagai Iqbaal

2.1K 190 0
                                    

7. Berbagai Iqbaal

(Namakamu) pulang dari lokasi syuting dengan perasaan yang sangat tidak disangka. Kejadian beberapa menit lalu terus terulang di pikirannya. Kejadian dimana iqbaal, sang idola yang ia kagumi mengajaknya mengobrol dengan dipenuhi canda dan tawa. Bibir mungil (namakamu) tidak ada hentinya untuk tersenyum.

Sesampainya dirumah ia langsung memasukan mobilnya kedalam garasi dan mengacir kecang kedalam kamar. Dirinya berloncat-loncat ria diatas ranjang, tak peduli dengan cindy yang memandang aneh dari balkon.

"Waras lo?" Sindir cindy memasuki kamar

Tatapan (namakamu) mengarah pada cindy. Ia menarik cindy untuk ikut berloncat-loncat ria diranjangnya. "Ish! Apaan sih lo! Bener-bener nggak waras!"

"Gue udah ketemu sama iqbaal, cin. Gue ngobrol sama dia! Argggggg! Gue seneng banget gila!"

Cindy menyentak tangan (namakamu), ia menuruni kasur lalu berkecak pinggang dibawah. "Halu banget sih lo! Lo emang perlu dibawa ke rumah sakit jiwa, tau nggak?!"

(Namakamu) sama sekali tidak terganggu akan decakan cindy. "Bodo amat! Yang penting gue ketemu iqbaal! Yeayyyyyy!"

Cindy semakin kesal dibuatnya. Rasa tidak suka pada (namakamu) kini malah bertambah. "(Namakamu)! Apaan sih lo!"

Mendengar bentakan cindy, (namakamu) mulai terpancing. Seumur-umur orang tuanya belum pernah membentaknya, dan sekarang cindy dengan lancang membentaknya. "Santai aja kali! Kalo nggak suka tinggal keluar dari kamar gue!"

Brak!

Pintu kamar terbuka. Terpampang seorang anak kecil sambil membawa es krim digengamannya. Dia Azil, adik (namakamu) dan vanessa.

"Kakak angan blicik ata mama," tutur azil sambil menjilati lumeran es krimnya

(Namakamu) menuruni ranjang mendekati azil. Ia berjongkok didepan anak kecil berusia 4 tahun itu. "Iya. Kita kebawah aja yuk. Jangan disini, ada kucing garong lagi kumat."

Cindy mendelik merasa tersinggung atas pernyataan yang diungkapkan oleh (namakamu). "Lo nyindir gue? Yang ada elo tuh yang kumat. Baru berapa hari disini rasanya gue nggak betah!"

"Bagus dong, tinggal pulang aja lo sono. Gue juga keberatan harus berbagi kamar sama lo," (namakamu) berkata dengan santainya. Sengaja ia ingin memancing amarah cindy

"Lama-lama lo ngelunjak ya (nam), kalo nggak ikhlas bilang!"

"Yang ada elo yang ngelunjak. Dari awal juga gue nggak ikhlas,"

"Kalo bukan dipaksa tante renata, gue nggak bakal mau tidur dikamar lo!"

"Whatever! Ayo zil, kita kebawah aja."

(Namakamu) mengangkat tubuh mungil azil. Ia mencium pipinya sejenak lalu beranjak meninggalkan kamar menuju ruang tengah. Menyisakan cindy yang bungkam.

Sejujurnya (namakamu) kesal dengan sikap cindy makin kesini. Bukannya tadi ia tidak berani untuk melanjutkan. Namun, jika (namakamu) meladeni maka ia tidak ada bedanya dengan cindy.

"Mah,"

Renata mendongak saat (namakamu) dan azil duduk disofa sampingnya. "Kenapa sayang?"

"Pindahin cindy ke kamar lain dong mah," nada (namakamu) kali ini lebih pantas dibilang memohon. "Baru berapa hari aja dia makin ngelunjak, aku keusik mah sama adanya dia dikamar aku."

Renata menutup majalah ditangannya. "Mama biarin cindy dikamar kamu itu biar kamu ada temennya, nggak kesepian kalo mama dan azil lagi dibutik,"

"Dengan kayak gini aku malah terusik mah, aku nggak ngerasa ada temen. Lagian aku nggak kesepian kok,"

Renata terkekeh. Dari dulu hingga sekarang mengapa (namakamu) tidak bisa disandingkan dengan cindy? Ia merasa heran. "Emang ngelunjak gimana sih sayang? Dia baik kok. Sama mama baik, sama kakak kamu baik."

"Itukan sama mama dan kak vanessa. Kalo sama aku boro-boro, bikin kesel terus malah iya," (namakamu) berkata dengan nada jengah

Renata mengangguk. Ia mengelus rambut (namakamu) lembut. "Iya, nanti mama suruh pindah dikamar tamu."

Sedetik kemudian mata (namakamu) berbinar seperti melihat diamond berserakan dihadapannya. "Seriously! Aaaa makasih mama,"

(Namakamu) berhambur memeluk tubuh renata. Tubuh yang selama ini menenangkannya jika sedang badmood. (Namakamu) sangat bersyukur mempunyai seorang ibu seperti renata. Yang bisa dan peka mengerti keadaanya.

"Yang kamu iket dipinggang itu jaket siapa dek?" Renata baru menyadari jika ada sebuah jaket yang membalut pinggang (namakamu). Itu bukan jaket anaknya, renata yakin akan itu.

Dengan bangga (namakamu) memeluk jaket iqbaal. "Ini punya iqbaal, mah."

"Iqbaal?"

Gadis itu mengangguk. Harum parfum mint menyeruak dihidungnya. "Iya mah. Iqbaal pangerannya aku,"

Renata memandang anaknya dengan aneh. "Iqbaal mana? Iqbaal anak komplek depan? Iqbaal anaknya tukang gorengan yang punya tompel? Apa Iqbaal yang duda itu? Atau iqbaal anak ustadz mafud? Oh,,, mama tau! Iqbaal yang jualan koran kalo setiap sore, ya?"

(Namakamu) membelalak. Berbagai iqbaal telah diabsen oleh renata. Enak saja ibunya menerka-nerka dengan tipe cowok yang jauh dari iqbaal dhiafakhri ramadhan. "Bukan dong mah! Mama mah kalo nebak nggak kira-kira. Yang gantengan dikit dong mah, kayak zayn malik minimal."

"Terus yang mana dong? Mama kan nggak tau,"

Senyum manis kembali terbit dibibir (namakamu). "Ini punya iqbaal ramadhan, mah!"

Excaited. (Namakamu) sangat semangat menuturkan kata iqbaal. Yang harus bagaimana lagi? Kapan lagi coba mendapatkan jaket dari orang ganteng, apalagi itu adalah idolanya. Boom! (Namakamu) rasanya melayang diribuan bintang-bintang.

"Haduh, iqbaal mana itu? Mama nggak kenal ah, nanti kapan-kapan kamu bawa main aja kesini."

"Oke mah! Siap! Dengan senang hati! Tapi kalo dia mau ya mah...eh, tapi---aku bakalan ketemu lagi nggak ya mah sama dia?"

Kening renata mengkerut. "Emang dia bukan temen sekolah kamu?"

"Bukan mama. Dia itu artis! Yang ganteng itu loh mah,"

Renata menggeleng. Ia berdiri lalu menggendong azil yang dari tadi sibuk dengan mainan mobil-mobilan. "Mama mau kemana?"

"Kekamar dulu. Azil keliatan ngantuk." Renata melirik azil yang matanya sudah mulai layu. "Oh iya, kamu jangan kemana-mana. Diluar mendung,"

Peringatan renata dibalas anggukan oleh (namakamu). Matanya mengekor renata yang berjalan menuju kamarnya. (Namakamu) mengekpresikan wajah meledek saat azil menghadap belakang. Sampai akhirnya azil menangis dan ditenangkan oleh renata.

(Namakamu) menghembuskan napasnya. Ia memandang jaket dipangkuannya. Kejadian itu kembali terputar. Ia menggigit bibir bawahnya menahan senyum. Iqbaal, nama itu terus memenuhi pikiran (namakamu).

Ting tong! Ting tong!

Bel rumah menyadarkan (namakamu) dari dunia hayalnya. "Siapa deh? Apa kak vanessa? Masa baru sebentar udah pulang,"

Ting tong! Ting tong!

" iya sebentar!"

(Namakamu) melangkah membuka pintu. Dirinya tertegun saat melihat sosok cowok tinggi menjulang sedang menatapnya sambil tersenyum. (Namakamu) melirik kebelakang, motor sport merah terparkir disana.

"Gue sengaja mampir," ucapnya saat tau apa yang (namakamu) pikirkan.

*****

"Menyukai secara diam-diam itu seperti bulan. Terlihat indah tapi hanya pantulan."

17-Februari-2020
Dari sang pengagum senja

IMPOSSIBLE (IDR><NK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang