8. Martabak Siang

2K 172 0
                                    

8. Martabak Siang

"Gue sengaja mampir," ucapnya saat tau apa yang (namakamu) pikirkan.

(Namakamu) tersenyum kikuk."O-oh, yaudah mau duduk diteras sini atau ruang tamu?"

Devano melirik dalam rumah (namakamu). "Disini aja,"

"Yakin? Sebentar lagi ujan." (Namakamu) memandang awan yang sudah berubah menjadi kelabu.

Aneh, tadi sewaktu (namakamu) pulang dari lokasi syuting perasaan tidak mendung sama sekali. Apa memang (namakamu) saja yang terlalu fokus atas kebahagiaannya akibat iqbaal? Huh, memikirkan itu lagi membuat (namakamu) sudah keberapa kalinya tersenyum

(Namakamu) tersentak lalu tersadar akan lamunannya saat devano memanggil-manggil namanya seraya melambai-lambaikan tangannya didepan wajah (namakamu). "Ha? A-apa? Sorry tadi gue nggak denger,"

"Lo nggak papa?"

(Namakamu) menggeleng cepat. "Enggak kok. Jadi gimana? Mau masih tetep duduk disini atau di ruang tamu?"

Devano menimang sebentar. "Didalem ada orang? Takutnya lo sendirian, terus nanti dikira ngapa-ngapain lagi."

Terkekeh, itulah yang dilakukan (namakamu). Ua menyadari kalau devano pria yang sangat menghormati wanita. "Santai aja. Didalem ada mama gue, adek gue, sepupu gue, pembantu gue. Jadi---aman!"

"Yaudah deh."

Devano mengekor dibelakang (namakamu) menuju ruang tamu. Setelah mempersilahkan duduk, (namakamu) pamit untuk membuatkan minum. Walaupun mempunyai pembantu, namun (namakamu) tidak mau selalu menbebankan pekerjaan kecil kepada pembantunya.

Devano menyapu isi ruang tamu. Foto-foto terpajang rapi didinding rumah. Dari foto keluarga dengan baju yang kompak, foto seorang anak kecil pria, foto orang tua (namakamu), hingga tatapannya stop difoto (namakamu) ketika kecil. Sangat imut dan manis.

"Itu foto gue waktu umur 3 tahunan. Cantik kan?" Ujar (namakamu) dengan pedenya. Ia membawa namban berisi teh serta makanan ringan lalu menaruhnya diatas meja

Devano dengan inisiatifnya membatu menurunkan toples-toples diatas nampan. "Cantik,"

(Namakamu) jadi salah tingkah sendiri. Padahal kan niatnya hanya ingin bercanda dengan devano, tapi malah kemakan jebakan sendiri. "Apaan sih lo, biasa aja kali."

"Lah? Lo kan yang bilang cantik sendiri,"

(Namakamu) menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Benar juga sih apa yang dibilang devano. "Gue bercanda! Udah deh lupain."

Devano tertawa lepas melihat pipi (namakamu) seperti kepiting rebus. Saat teringat sesuatu devano langsung menyodorkan martabak yang ia bawa.

"Waw! Apa nih?" Decak (namakamu) menerima martabak tersebut. "Tau aja lo, gue lagi pengen ginian."

Itulah perbedaan (namakamu) dengan perempuan lain. Ia tidak akan malu mengakui apa yang dirinya inginkan demi menjaga image. Menurutnya malu-malu dalam sesuatu hal malah akan membuat dirinya rugi.

"Martabak. Buat lo,"

"Thank's banget loh dev."

"It's ok. Gue juga seneng kok ngasihnya."

"Kalo gitu sering-sering aja lo dateng kesini,"

"Emang boleh?" Alis devano mengerut

"Asal bawa makanan,"

"Sialan lo."

(Namakamu) tertawa lepas melihat wajah devano yang terlihat kesal. "Yaudah sini gue bawa balik lagi," ujar devano

(Namakamu) mengamankan martabak ditangannya. Dia menggeleng ke arah devano. "Eitsss, enak aja. Kata orang dulu-dulu tuh nggak boleh minta balik makanan yang udah dikasih ke orang. Pamali!"

Devano mengalah ia memilih menatap (namakamu) yang sedang menimati martabak dengan nikmat. Merasa diperhatikan, (namakamu) ikut menatap devano. Dengan mulut masih menganga ia menyodorkan martabak bekas gigitannya. "Mau?"

"Enggak. Liat lo makan aja bikin gue kenyang,"

(Namakamu) mengerucutkan bibirnya. Ia meletakan martabak tersebut. "Kok ditaro? Lanjuti makannya." Sambung devano

"Cara makan gue emang menjijikan banget, ya?"

Devano membelalak. Ucapannya disalah artikan oleh gadis mungil dihadapannya. "Bukan gitu maksud gue. Gue itu cuma--gimana ya cara ngomongnya. Pokoknya maksud gue bukan kayak gitu dah,"

Devano mengambil martabak lalu mengulurkannya didepan mulut (namakamu). "Udahlah dimakan lagi. Asli dah maksud gue bukan gitu. Makan,"

Dengan sengit (namakamu) merampas martabak tersebut. "Gue masih punya tangan!"

(Namakamu) malahapnya tanpa cela. Setelah habis ia tertawa keras. Oh god! Ia hanya memainkan seorang devano danendra, dia hanya bercanda. "Gue cuma bercanda, dev."

"Nggk asik lo bercandanya. Bikin gue merasa bersalah aja,"

Tawa (namakamu) semakin menjadi. Ia terpingkal-pingkal memegangi perutnya yang terasa keram. Devano mendengkus. "Tawa aja sampe puas!"

"Sorry-sorry." Ujar (namakamu) setelah tawanya mereda. Ia langsung kembali melahap martabak.

Devano memperhatikan cara (namakamu) makan. Tubuhnya memang kecil, namun porsi makannya lumayan banyak. Devano sendiri heran, kemana makanan yang (namakamu) makan? Kenapa dia langsing-langsing saja. "Tipe cowok lo itu gimana sih (nam)?"

(Namakamu) menunjuk dirinya. "Gue?"

"Ya-iya lah elo. Sapa lagi coba,"

(Namakamu) terkekeh. "Tipe cowok gue itu yang mau nerima gue apa adanya. Dan ya--mungkin harus sabar ngadepin porsi makan gue yang dibilang banyak,"

Sambil berkata (namakamu) sambil tertegun.

"Kalo gitu a'a iqbaal harus sabar dong ngadepin porsi makan gue. Eumm, kira-kira ilfeel nggak ya dia? Astaga (namakamu)! Mimpi lo kejauhan furgoso!"

Cukup unik bagi devano mengenal (namakamu). "Lo nggak malu emang ngomong kayak gitu didepan cowok? Maksud gue, lo nggak jaim gitu didepan cowok?"

(Namakamu) tertawa sinis. "Ngapain jaim. Bagi gue kenyang nomer satu!"

Devano mengangguk paham. Matanya terus meneliti (namakamu), sampai akhirnya ia menatap jaket yang berada dipangkuannya. "Jaket siapa (nam)? Kayak jaket cowok,"

(Namakamu) mengikuti arah pandang devano. "Kepo lo!"

Devano untuk keberapa kalinya menahan gemas atas perlakuan (namakamu) padannya. Mereka berbincang-bicang lumayan lama. Hingga akhirnya devano pulang pukul 4 sore bersamaan dengan vanessa yang pulang menaiki taxi online.

*****

"Sekurang apapun dia, aku akan terus mencintai dirinya."

17-Februari-2020
Dari sang pengagum senja


IMPOSSIBLE (IDR><NK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang