Juragan Jengkol

940 51 0
                                    

Matahari kini telah berada lurus vertikal diatas mereka. Badan pegal-pegal dan capek mulai menghinggapi tubuh mereka. Sepenjang perjalanan mereka hanya sibuk ngobrol dan bercanda, kecuali Meta, yang berada satu mobil dengan Afif dan Lucky. Dia lebih memilih tidur setelah menghabiskan satu rantang makanan yang di bawa Afif dengan menu rendang jengkol. "Fif, gimana perkembangan Cantika sekarang". Gina yang duduk disampinya, tiba-tiba tertarik dengan Cantika yang katanya kini telah dapat berjalan. "Alhamdulillaah mbak, dia sekarang aktif banget, yah, walaupun dia belum bisa bicara". Gina mengambil tangan Afif, seolah memberikan kekuatan padanya. "Sabar, Insyaallah jika kita tetap berjuang, pasti akan ada titik pencerahannya". Afif tersenyum, menatap wajah wanita yang baru dikenalnya tadi, tapi entah kenapa, dia merasa dekat dan nyaman berbicara dengan wanita ini. "Aamiin mba, terimakasih ya..". Dua wanita ini saling memeluk, memberikan rasa nyaman diantara mereka. "Cie-cie yang berpelukan kayak Teletubbies saja". Lucky yang duduk di depan kemudi menatap dua wanita yang tengah berpelukan lewat kaca spion atas. Pakde yang tadi sibuk mendengarkan musik kini juga ikut menoleh menatap dua wanita itu. "Apa sih kamu mas". Pakde Gan dan Gina tersenyum, melihat intraksi pasangan tersebut.

Di mobil yang lain, yang di kendarai empat laki-laki, kini sedang terjadi adu mulut yang hebat antara si sopir dan si juragan jengkol alias Fandi. "Car, cepat kamu pinggirin mobilnya aku mau kencing dulu". Sambil menggoyang-goyang lengan Carlo yang sedang menyetir. "Gila kamu Fan, ini aku lagi nyetir, kamu mau kita mati bareng". Tangan kanan Carlo menjitak tangan Fandi yang memegang lengannya. "Ya udah cepet pinggirin mobilnya, apa kamu mau aku kencing disini". Yang diajak bicara masih cuek bebek tetap nyetir mobil. "Gila kamu ya benar-benar, aku udah gak kuat keles". Fandi menggeser tubuhnya, kemudian dia tekan rem mobil dengan kaki kanannya. Tubuh mereka semua terpental ke depan termasuk Rahmad dan Awan yang sedang menikmati tidur siangnya. Untung jalanan sepi, jadi tidak menyebabkan kecelakaan beruntun. "Astagfirullah, Ya Allah aku belum siap mati". Ucap Awan sambil memegang kepalnya yang terbentur kursi di depannya. Fandi yang tak kuat menahan lagi, menyambar botol minum, kemudian langsung keluar, mencari tempat terbaik untuk mengeluarkan hajatnya.

Melihat mobil di belakangnya berhenti, Lucky juga dengan segera menghentikan mobilnya. "Lhoh Luc, kenapa berhenti". Pakde Gan bingung kenapa tiba-tiba Lucky menghentikan mobilnya. "Tuh mobil belakang juga berhenti". Lucky mengarahkan telunjuknya ke arah belakang. Seluruh penghuni mobil itu menoleh kebelakang, kecuali Meta, yang masih asik dengan mimpi indahnya. "Ya udah Luc, mobil Kita di mundurin aja, kita sekalian sholat dhuhur dan istirahat di sekitar sini". Lucky mengikuti perintah yang Pakde Gan ucapkan. Tepat di depan mobil yang dikemudikan Carlo dia berhenti, kemudian keluar, disusul pakde Gan. Sedangkan Afif dan Gina masih sibuk membangunkan Meta. "Met, bangun, ayo solat dulu". Yang diminta bangun tidak memberi tanda dia akan terjaga. Karena sudah di bangunkan beberapa kali tapi tidak bangun juga, Gina mengeluarkan jurus andalan membangunkan orang dengan cara memencet hidungnya. Dan itu dilakukan juga kepada Meta. Merasa susah bernafas, Meta bangun dan langsung ngomel kepada Gina. Tapi sayang yang diomelin keluar dari mobil bersama Afif, setalah menyadari Meta akan bangun.

Pakde Gan dan Lucky berjalan mendekati mobil Jeep hijau. Belum sampai mereka didepan pintu mobil tersebut, dilihatnya Fandi berlari keluar dari semak-semak menuju arah mobilnya. "Darimana kamu Fan". Tanya Pakde Gan begitu Fandi berada didepannya. Belum juga Fandi menjawab pertanyaan Pakde Gan. Tiga laki-laki turun dari mobilnya. "Gimana sudah puas, dasar gemblung kamu Fan". Carlo memaki Fandi yang masih sibuk dengan resleting celananya. Yang di maki hanya tersenyum lega karena berhasil mengeluarkan sesuatu yang ditahannya. "Kalian ada apa". Lucky bingung dengan arah pembicaraan dua orang tersebut. "Itu Lo Luc, Si juragan jengkol beser kencing terus, sudah tiga kali dia berhentiin mobil hanya buat kencing". Rahmad yang biasanya stay cool, akhirnya memutahkan kekesalannya dengan mengadu ke Lucky. "Kamu bisa beser kenapa". Lucky menepuk pundak Fandi. "Aku juga gak tahu, apa gara-gara aku kalap makan jengkol tadi malam ya..". Pikiran Fandi melayang, membayangkan peristiwa malam itu. "Iya itu benar, jengkol itu melancarkan buang air kecil". Meta yang baru datang langsung ikut andil mengucapkan gagasannya. "Alah kamu paling sok tahu". Fandi tak terima dengan gagasan mantannya itu. "Ehmm, tapi kata Meta bener mas, menurut buku yang aku baca memang jengkol melancarkan buang air besar dan kecil". Afif memberikan penguatan terhadap argumen yang Meta katakan. Saat ingin menjawab ucapan Afif, Fandi merasakan ingin buang air kecil lagi. Akhirnya dia minta izin sambil berlari ke semak-semak lagi. Semua orang tertawa melihat kelakuan absurt si juragan jengkol.

Sembilan manusia itu akhirnya memutuskan untuk berisoma (istirahat, sholat, makan) dilahan kosong, yang terlatak tak juah dari tempat mobil mereka terparkir. Para wanita saat ini sedang menyiapakan beberapa makanan yang mereka bawa. Menata semua jenis sayuran dan lauk-lauk yang mereka bawa diatas tikar yang mereka gelar. Sedangkan para lelaki tiduran sambil memainkan ponsel tanpa sinyal mereka. Daerah ini sudah memasuki daerah yang sudah jarang di jamah penduduk, kecuali penambang pasir yang menambang pasir di kaki gunung Merapi. "Mas, mau makan dulu apa sholat dulu". Afif menyenggol tubuh Lucky yang sedang tiduran disampingnya. "Heemm, iya apa". Lucky tidak fokus mendengar ucapan Afif. Dengan hembusan nafas kasar, Afif mengulang ucapannya. "Mas, mau makan dulu apa sholat". Afif menekan tiap kata yang dia ucapkan. Meta yang melihat intraksi suami istri tersebut hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala, sedangkan yang lain masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing. "Gaes mau makan dulu apa sholat". Lucky bangun dari tidurnya, meminta pendapat dari semua kawannya. "Makan dulu aja, lapar nih gue". Laki-laki Jakarta berambut gondrong itu menyahutinya. "Gile Lo, tadi pagi sudah ngabisin satu rantang sama roti ku, masih aja lapar". Carlo sinis, lantaran tiga bungkus roti selai strawberry yang dia bawa, dimakan semua oleh Awan. "Lahh, yah sorry bro, Lo kan tahu, gue dari kemarin sore gak makan". Awan membela diri. "Iye pak gondrong aku ikhlasin". Carlo berucap dengan wajah mengejek. "Udah-udah, kita makan dulu aja Luc". Rahmad menengahi. Mereka semua akhirnya menikmati makanan, hasil tangan Afif dan Gina dalam mode diam. Tapi sayang, kenyamanan menikmati makanan harus terganggu dengan berlarinya juragan jengkol k dalam semak-semak.

Fandi berjalan mendekat kearah kawan-kawannya yang sedang menikmati makanannya. Belum dia duduk, langsung disambut dengan suara Pakde Gan. "Kamu masih beser Fan". Fandi duduk, meletakkan botol minuman yang telah habis yang dia jadikan sebagai alat istinjak (bersuci). "Iya nih pakde". Fandi menjawabnya dengan lemah. "Coba kamu ikat jempol kaki mu pakai karet". Pakde Gan memberikan saran. "Emange ngefek pakde". Yang Fandi pahami itu hanya mitos, kata orang-orang dulu saja. "Ya coba aja, siapa tahu aja". Pakde Gan menjawabnya dengan seenaknya. "Perutnya di beri minyak angin aja mas Fandi". Afif mengusulkan opsi lain yang lebih masuk akal. "Iya Fan, kamu kasih minyak angin aja, saran mas Gani itu belum jelas, bisa-bisa kamu kesemutan, karena darahnya gak ngalir". Gina menambahi saran dari Afif. "Ya udah, mana minyak anginnya". Fandi meminta minyak angin pada Gina. "Tuh minta sama si Meta, karena dia tadi yang terakhir pakai". Gina menggerakkan wajahnya kerah Meta yang asik dengan game di ponselnya. Dengan hembusan nafas kasarnya Fandi mendekat ke Meta meminta minyak angin.

Sembilan sahabat itu telah menghabiskan waktu hampir dua jam untuk beristirahat, sholat dan makan. Saat ini mereka sedang membereskan barang-barangnya. "Gimana Gaes sudah bersih semua tempatnya, seperti sebelum kita datang". Lucky menatap sekelilingnya memastikan tidak ada sampah, akibat ulah dirinya dan kawan-kawannya. "Udah, udah kinclong semuanya, seperti sedia kala". Jawab Meta seperti orang iklan sabun cuci piring. "Ya udah, ayok semuanya masuk mobil, kita lanjutkan perjalanan kita". Semua orang masuk dalam mobil masing-masing. Kali ini Fandi yang nyetir mobil Jeep hijau, supaya dia bisa leluasa menghentikan mobil.

~''~

Hai Gaes, Terimakasih sudah menanti dan menikmati tulisan saya.

Maaf, jika aku lama updatenya.

Terimakasih banyak, jika kalian juga mau memberikan vote kalian buat tulisan ini.🖤🖤🖤

Estafet JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang