Gua itu begitu luas dan besar, disepanjang dindingnya keluar air yang begitu jernih dan terasa menyegarkan ketika terkena kulit, apalagi kulit wajah. Sembilan orang itu mengedarkan pandangannya, menatap sekeliling gua. "Masyaallah, keren banget". Mata Gina tak lepas dari kekagumannya pada dinding gua, yang celah-celah batunya mengeluarkan air. Berbanding terbalik dengan Gina yang mengagumi dinding gua, Afif justru kagum dengan tempat dia berpijak saat ini. Iyaap betul, Lantai Gua. Lantai gua ini berupa pasir putih yang jernih bagaikan serpihan kaca yang benar-benar sangat lembut jika disentuh, dan bahkan tak melukai sedikitpun. Afif berjongkok sambil tangannya tak berhenti menikmati kelembutan pasir itu, meremas-remasnya, menuangkan pasir dari satu tangan ke tangannya yang lainnya. Kelembutan pasir itu memberikan sensasi nyaman ditangan seorang Afif. "Wow, Masyaallah indah banget". Pasir itu memantulkan sinar matahari, yang menyorot melalui pintu gua. "Fif, ayo berdiri, kita lanjutkan perjalanan". Tangan Lucky menyentuh pundak istrinya, memintanya agar segera berdiri, menyudahi acara bermain pasirnya. Mau-tak mau Afif menghentikan kegiatannya. Dia berdiri, mengikuti langkah suaminya.
Setapak demi setapak mereka berjalan memasuki lorong gua yang lebih dalam untuk mencari keberadaan bunga anggrek itu. Semakin mereka masuk kedalam gua, cahaya didalam gua semakin berkurang. Gelap. Itulah yang saat ini mereka rasakan. Alhasil mereka harus memakai lampu senter untuk menerangi perjalanan mereka. "Mas Luc, bunga itu dimana sih". Meta mengarahkan senternya ke beberapa penjuru gua, untuk menemukan keberadaan bunga itu. "Aku juga gak tau, dipetakan gak dijelasin, paling sebentar lagi, kan kemarin waktu kita lihat diatas, tepat dibawah puncak bukit". Tak ada ucapan balik yang Meta katakan, dia mendengarkan jawaban itu sambil terus berjalan mengikuti kawannya.
Ketika sembilan orang itu memasuki sebuah ruang didalam gua, terdengar suara gemercik air yang cukup deras. Dan betapa terkejutnya mereka, ternyata didalam gua tersebut terdapat sebuah air terjun yang airnya sama jernihnya seperti yang keluar dari dinding, hanya saja volume air yang keluar lebih banyak dan lebih deras. Kekaguman mereka semakin bertambah lagi, ketika air terjun itu tak menggenangi lantai gua, karena dibawah air terjun itu terdapat sebuah kolam dari batu-batu yang disusun melingkar yang menampung air tersebut. Air terjun dan kolam itu seperti membentuk suatu siklus. Sebab air didalam kolam tidak meluber bahkan tumpah, volume air di kolam cenderung stabil. "Kok bisa ya...". Ucap Awan entah pada siapa. "Ya itulah kekuasan Allah, hanya manusia yang beriman dan mau berpikirlah yang mampu memahami kekuasan-Nya". Carlo geleng-geleng kepala tak habis pikir, dengan orang-orang yang tak mempercayai adanya Sang Pencipta, padahal begitu banyak tanda-tanda kekuasaan Allah, yang Allah tunjukkan kepada makhluk-Nya. "Gaes sepertinya ini sudah waktunya sholat dhuhur, kita wudhu dan sholat disini dulu". Lucky meletakkan ranselnya, melepas sepatu juga menggulung lengan bajunya, siap untuk mengambil air wudhu. Satu persatu diantara mereka bergantian mengambil wudhu. Selesai wudhu Lucky menggelar tikarnya, mengambil kompas untuk mengetahui arah kiblat.
Sholat dhuhur dan ashar sekalian mereka jama' qasar. Begitulah Allah memberikan keringanan bagi hambanya yang sedang dalam perjalanan jauh (musafir). "Fif, kok sepatunya gak kamu pakai". Saat ini Gina tengah mengikat tali sepatu dengan sekuat tenaga supaya tidak lepas. "Engga mbak, aku ingin menikmati sensasi kelembutan pasir ini terkena dikulit kakiku". Afif menggambar lingkaran dipasir dengan jempol kakinya. "Iya juga ya... sepertinya menyenangkan, tapi aku terlanjur mengikat tali sepatuku". Hembusan nafas kecewa keluar dari Indra pernafasan Gina. "Yuuk gaes lanjut". Pakde Gan mengintrupsi. Dari sembilan orang ini hanya Afif yang tak memakai kembali sepatunya. "Yang, nanti kakimu sakit gimana". Lucky khawatir dengan keputusan Afif yang tak memakai sepatunya kembali. "Engga mas". Afif mendekat kearah suaminya, mengambil lengannya, dan menyandarkan kepalanya di pundak lelaki yang telah mengambil hatinya tanpa menghentikan langkahnya. Melihat kemesraan pasutri tersebut, terbesit ide kejahilan dari otak kotor Awan. "Luc, Fif". Secara bersamaan mereka menggerakkan kepalanya kebelakang menghadap kearah Awan yang berjalan dibelakang mereka. "Pyuur. Pyuur...". Awan mencipratkan air didinding yang dia tampung ditangannya tepat kewajah Afif dan Lucky. Awan, Carlo dan Meta yang berada dibelakang mereka tertawa melihat wajah pasutri tersebut basah kuyup. "Hahahahhahhhahhh". Lucky menyeka wajahnya kemudian diikuti Afif. "Nantangin kamu ya....". Lucky menampung air dari dinding. Ketika air di tangannya telah penuh dia membalas tingkah Awan. Aduh, sayang meleset, Awan berhasil menghindar, tapi Meta yang berada dibelakang Awan tak bisa menghindar, basah juga wajahnya. Perang mencipratkan air dimulai, pakde Gan, Rahmat dan Fandi hanya melihat sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah bocah mereka semua. Bahkan istri dia si Gina juga ikut-ikutan. "Aduh kaya momong anak". Rahmat tersenyum mendengar keluhan pakde Gan, sedangkan Fandi yang biasanya juga bertingkah konyol, entah kenapa beberapa hari ini menjadi sosok pendiam.
![](https://img.wattpad.com/cover/142529190-288-k710697.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Estafet Jodoh
Adventure(Tamat) Mungkin ini adalah jalan dari takdir kehidupan dari Nya. Aku rela mengambil alih semua darimu, kan ku jaga dia selalu. Kan ku berikan seluruh waktuku untuknya.~ Afif~ Saat aku melihat mu pertama kalinya, tingkah mu langsung membuatku ilfil...