Halangan Rintangan

824 55 0
                                    

Halangan dan rintangan yang dihadapi oleh sembilan orang tersebut ternyata masih berlanjut. Semakin mereka memasuki hutan ada saja sesuatu yang menghambat perjalanan mereka. Beberapa kali mereka bertemu dengan binatang-binatang penghuni hutan ini, seperti kancil, kijang, atau landak. Mereka juga sempat bertemu ular, untung ular tersebut sedang asik menikmati mangsanya diatas pohon, jadi tidak terlalu perduli dengan keadaan disekitarnya. "Aduh gaes tadi gue beneran lemes lihat ular segede itu sedang mangsa kelinci diatas pohon, untung gak lihat kita, bisa jadi makanan penutup kita". Meta mengelus-elus dadanya, dia syok melihat ular tersebut. "Iya Met, Aku juga kaget, baru pertama kali aku melihat ular sebesar itu". Gina membayangkan bentuk ular yang sempat mereka temui. "Alhamdulillah, Allah masih melindungi kita, untuk tetap melanjutkan niat baik kita". Lucky tersenyum menatap dua sahabatnya yang masih syok dengan peristiwa tersebut. "Ayo mlakune rada cepat, gen Ndang tekan (Ayo jalannya sedikit dipercepat, biar cepat sampai)". Mereka mematuhi ucapan Pakde Gan, dengan sedikit mempercepat langkah mereka.

Meta berhenti, membungkukkan badannya, napasnya ngos-ngosan, dengan perlahan-lahan dia mengaturnya agar segera normal kembali. "Gaes, berhenti dulu, gue gak kuat". Semua Mata menatap Meta yang membungkuk dibelakang mereka. "Kamu kenapa Met". Rahmat mendekati Meta, dan memberikan sebotol minumannya. Mete menerimanya, kemudian dia minum beberapa tegukan. "Nih, makasih Mat". Rahmat menerima botol minuman yang tinggal seperempat. "Gimana Met, kamu udah enakkan belum, ini udah mau sampai. Tuh kamu lihat, itu bukitnya". Lucky menunjuk sebuah bukit hijau yang lumayan tinggi yang terletak tidak jauh dari tempat mereka saat ini. Tanpa kata, Meta hanya menunjukkan isyarat jempolnya. Dengan langkah perlahan-lahan, dan setapak demi setapak dia mengikuti langkah sahabat-sahabatnya, den Rahmat masih berada disampingnya.

Tingginya bukit nan hijau tersebut berhasil mereka naikki dengan segala tenaga dan kekuatan yang mereka miliki, serta tak lupa dengan kekuatan persahabatan, mereka saling bahu membahu menolong dan memberikan semangat satu sama lain untuk dapat menaklukkan bukit ini. "Alhamdulillah wis tekan duwur bukit. Luc, lha gua ne neng ndi? (Alhamdulillah sudah sampai diatas bukit. Luc, guanya dimana)". Pakde Gan clingak-clinguk menatap sekelilingnya, mencari gue tempat bunga anggrek itu hidup. "Guanya dibawah kita pakde". Lucky berjalan sambil menyibak tumbuhan-tumbuhan untuk menemukan letak pintu guanya. "Gaes kemari..."Lucky berseru memanggil semua kawannya untuk mendekat kearahnya, setelah dia berhasil menemukan sebuah lubang yang tembus langsung ketempat bunga Rainbow Orchid itu hidup. Semua berkumpul, mendekat ketempat Lucky. "Gaes lihat itu". Lucky menunjuk kebawah tepat kearah bunga itu. "Masyaallah bagus banget bunganya". Mata Meta berkaca-kaca, dia gak menyangka perjalan berat ini terbalas setimpal dengan keindahan bunga Orchid tersebut. "Iya cantik banget". Afif merangkul tubuh Meta yang berjongkok disampingnya. "Trus ini kita ngambilnya gimana Luc, lubangnya kecil, gak muat kita masuk dari sini". Carlo mengalihkan perhatian kawannya yang masih tampak sibuk mengagumi keindahan bunga tersebut. "Ya itu yang dari tadi aku pikirkan, gimana kita masuk dalam gua ini". Lucky mengetuk-ngetuk dagunya sambil memikirkan jalan keluar dari masalah tersebut. "Oh iya, tadi kita menaikki guanya dari arah timur, dan kita tak melihat sesuatu lubang atau pintu di disana padahal, gua ini letaknya di bawah bukit ini". Lucky mencoba menganalisis perkiraan yang mungkin bisa menjadi solusi untuk masalah ini. "Berati kemungkinan besar letak pintu guanya berada di barat gua ini dan kita harus turun  dari bukit ini, berjalan lagi kerah barat untuk menemukan pintu gua ini". Gina memotong ucapan Lucky, menarik kesimpulan sendiri, dari argumen yang diucapkan Lucky. "Tepat. Pinter banget kamu Gin". Lucky mengangkat jempolnya kerah Guna, yang selesai menjelaskan. "Ya Allah Luc, kaki ku sudah tepar nih". Gina menepuk-nepuk kakinya yang terasa pegal-pegal. "Iya nih Luc, masak kita harus turun lagi. Lelah, lapar nih gue". Awan memegang perutnya yang saat ini memerlukan beberapa asupan untuk memulihkan tenaganya. "Ya gimana lagi, kalau dilihat dari peta ini ternyata juga gak berhenti disini. Iya benar, ada sebuah lubang di sisi barat dari bukit ini". Lucky meletakkan jari telunjuknya tepat di gambar lingkaran yang menurut dia adalah pintu gua tersebut. "Aduh capek....". Keluh kesah keluar dari mulut mereka. Semangat membara yang tadi pagi mereka tunjukkan, seketika mlempem bak kerupuk disiram air.

Petang tak bisa terelakkan, matahari yang sepanjang perjalan menemani mereka, kini mulai meninggalkan. "Luc, ini sudah mulai magrib, apa gak sebaiknya kita hentikan dulu perjalanan kita". Rahmat memecah keheningan yang terjadi beberapa menit lalu. Hembusan nafas kasar, keluar dari hidung Lucky. Keinginan untuk segera menyelesaikan misi malam ini juga ternyata tak dapat dia realisasikan. "Aku manut kalian aka, kalau mau istirahat ya...Monggo, aku ikut". Perasaan rindu kepada putri tersayangnya ternyata mampu mempengaruhi mood seorang Lucky." "Oke Gaes kita istirahat dulu malam ini disini, Ayo sekarang yang laki-laki dirikan tenda buat tidur malam ini, yang perempuan siapkan makan malam". Mendengar seruan pakde Gan, semua bangkit dari duduknya, mengambil tenda dan beberapa peralatan yang mereka butuhkan untuk mendirikan tenda.

Susana malam ini tampak cerah, bintang-bintang tampak gemerlapan menerangi bumi bersama si bulan sabit yang nampak tersenyum kepada mereka. Ketika para lelaki sibuk mendirikan tenda, para wanita sibuk memasak makan malam. Tiga wanita itu bergantian meniup tungku kayu tempat mereka memasak. "Mbak Gina, apinya mati lagi nihh". Meta berteriak frustasi, karena sedari tadi api dari tungku tak kunjung menyala, padahal dengan sekuat tenaga telah dia tiup. "Lha tadi kamu apakan, kok bisa mati, pas yang jaga aku sama Afif aja lancar jaya kok?". Gina mendekat kearah Meta, meninggalkan Afif yang sedang menyeduh kopi untuk para lelaki. "Ya, gak Taulah, orang gak aku apa-apa kan og". Gina mengambil alih bambu yang tadi digunakan Meta untuk meniup. "Kalau niup itu gak usah keras-keras, perlahan-lahan aja". Api hidup kembali, setelah tungku kaya itu ditiup Gina. "Oh gitu". Gina beranjak meninggalkan Meta yang tengah sibuk membuka bungkus mie rebus. "Mbak Gina mau kemana?". Mendongak menatap Gina yang hendak meninggalkannya. "Ya bantun Afif lah buat kopi". Meta merajuk. "Ihhhh Mbak Gina, disini aja, tuh Afif sudah selesai". Meta dan Gina menatap Afif yang bangkit dari duduknya dengan membawa satu teko yang jelas pasti berisi kopi untuk para lelaki. "Yaudah deh, aku disini bantu kamu". Meta tersenyum, sambil mengangkat dua jempol tangannya.

Tiga tenda kini telah berdiri tegak, bersamaan dengan matangnya masakan alakadarnya karya tiga wanita. Para lelaki duduk membentuk setengah lingkaran, menunggu disajikannya masakan tersebut. "Heeem, baunya harum banget kalian masak apa?". Carlo mengendus-endus aroma yang begitu menggoda Indra penciumannya sekaligus indra perasanya. "Mie ghodok spesial pakai telur dan sosis alakadarnya". Gina memberikan semangkuk mie kepada suaminya, yang sedari tadi menatap pergerakannya. "Nih mas.......". Gina menjeda ucapannya. "Kamu kasihkan ke yang lain". Pakde Gan menghembuskan nafas kasar, sedikit kesal dengan tingkah istrinya, ternyata tingkah usilnya belum hilang juga. "Tak kira go aku". Gina tertawa kecil, melihat kekesalan suaminya. "Nihh...buat suamiku yang paling tampan, dan sayang banget sama aku, spesial mie ghodok dibuat dan disajikan dengan cinta". Gina tersenyum menatap wajah sang suami, seraya memberikan semangkuk mie. "Tenan, iki go aku". Gina mengangguk, senyumnya belum memudar. "Makasih sayang". Pakde Gan mencium kening Gina. "Ya Allah ternyata cobaan para jomblo gak hanya dari Lucky dan Afif, dari pasangan yang satu ini juga..... Aduh....jiwa jombloku meronta-ronta ingin segera ku lepaskan". Awan menyindir pakde Gan dan Gina. Ada Semburat warna merah dipipi seorang Gina. "Mula Ndang nikah, bent iso kaya Aku bi Lucky, Iya ra Luc". Pakde Gan makin gencar memanas-manasi Awan dengan merangkul tubuh istrinya. Seorang Lucky hanya mengacungkan jempol kirinya, karena saat ini dia tengah makan semangkok mie ghodok spesial bersama istrinya. Benar-benar dunia milik berdua, bagi Lucky dan Afif, yang lain hanya ngontrak.
Wkwkwkwkwkckkkkk.
~••~

Hai Gaes Kabar baik semuanya ya.....
Semoga Allah selalu melindungi kita semua.
Semoga wabah ini segera berakhir, agar kita semua bisa beraktivitas seperti biasanya.
Aamiin ya rabbal aalamin.

Terimakasih sudah membaca.
Jangan lupa votenya ya....dan.....
Jangan lupa jaga kesehatan, dan tetap patuhi aturan, okey......👍👍👍👍
Jadilah rakyat dan warga sipil yang baik.
Love you all💙💙💙💙💙
Muach....muach....😘😘😘

Oh Iya....kebanyak reading disini, perempuan saja, apa ada laki-lakinya???
Komen ya Gaes,...
Aku cuma ingin tahu....

Estafet JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang