Semburat jingga mengiringi sang Surya kembali ke peraduannya. Mata tajam lelaki itu, tak bisa lepas dari menikmati keindahan gradasi warna merah dan oranye itu. "Luc, kamu ngapain sih, senyum-senyum, sini bantuin". Lucky menggerakkan telunjuknya ke barat, tepat kearah matahari akan terbenam. Semua mata, yang tadi sibuk bekerja, teralihkan, mengikuti arah telunjuk tangan Lucky. "Masyaallah indah bangettt". Gina, perempuan yang biasanya naik gunung seharusnya melihat pemandangan itu hal biasa, tapi entahlah, kenapa kali ini dia bisa merasa tersepona dengan jingga di tempat ini. "Aku gak akan pernah bosen menatap jingga ditempat ini, selalu indah dan mengagumkan". Itu alasan seorang Lucky tak mau beranjak dari kegiatannya saat ini, melihat senja di tempat ini memang mengagumkan, gradasi warna yang begitu sempurna begitu memanjakan mata penikmatnya. "Iya indah sih indah, tapi kita harus cepet tutup nih mobil, kalau enggak, polisi hutan yang patroli bisa curiga". Awan menginginkan semua kawannya yang masih terpesona dengan keindahan jingga itu. Lucky beranjak, meninggalkan kekagumannya, matanya menatap kedua mobil yang sedang ditutup dengan ranting dan daun. "Astagfirullahhalazim, pintar banget sih kalian semua". Lucky mengambil ranting-ranting itu dan meletakkannya di tanah. "Lhoh kok, Lo ambil sih Luc, katanya tadi disuruh nutup pakai ranting". Awan tak terima dengan aksi Lucky. "Iya emang di tutup pakai ranting, tapi kita alasi dulu pakai terpal, biar ini mobil gak rusak, Tamfann". Awan cengengesan, sambil mengusap-usap rambutnya yang berantakan. Lucky mengambil terpal yang terlipat rapi di dalam mobilnya. Kemudian dibantu semua kawannya, terpal itu dibentangkan untuk menutupi semua body mobil sebelum ditutup kembali dengan daun dan ranting pohon.
Kedua mobil Jeep itu kini telah tertutup semua dengan daun dan ranting, seolah membentuk sebuah bukit kecil. "W.O.W. Keran kali inilah, kayak bukit dalam hutan". Ucap Meta sambil matanya tak lepas dari hasil karya dia dan kawan-kawannya. "Iya bener lho kaya bukit". Gina menimpali. "Udah-udah yuk, kita lanjutkan perjalanan kita, malam semakin gelap nih, barang-barang dan peralatan buat sholat sudah dibereskan semua kan?". Pakde Gan mengintrupsi sekaligus bertanya pada semua kawannya. "Sudah ready semua pakde". Rahmad yang sibuk menghidupkan senternya menjawab. "Ya udah yukk kita jalan. Lucky, Fandi, Carlo, kalian di depan sebagai petunjuk jalan, yang perempuan dibelakang mereka ya...., Nanti aku, Awan sama Rahmad jalan di belakang yang perempuan". Semua setuju, mengangguk, mengiyakan, melakukan intrupsi yang pakde Gan ucapkan.
Lelah, letih, lesu tak dapat terelakan. Mereka sudah berjalan hampir dua jam, tapi rumah Yangkung dan Yangti belum juga dapat mereka jangkau. "Mbak Gina, masih jauh ya...". Afif yang tak terbiasa jalan kaki jarak jauh, merasakan lelah yang sangat-sangat. "Mbak gak tau Fif". Gina mengambil sedikit gula Jawa, kemudian memberikannya pada Afif. "Nih Fif, kamu emut". Afif menerimanya, kemudian memasukkannya dalam mulut. "Luc, masih jauh ya...". Gina berteriak bertanya pada Lucky yang berjalan cukup jauh darinya. "Lumayan, tapi gak jauh banget, kurang lebih setengah jam lagi kita sampai". Lucky juga berteriak menjawabnya sambil berjalan kebelakang menghadap kearah tiga perempuan itu. "Ya Allah , Bang Lucky itu masih jauh banget". Kaki Meta benar-benar pegal banget, jalan yang menanjak membuat tenaganya terkuras habis. "Luc, istirahat sedilit Sik ae (Luc, istirahat sebentar dulu aja)". Pakde Gan berucap dengan sedikit berteriak, karena Lucky berada lumayan jauh darinya. "Ya udah pakde, oke". Lucky berjalan mendekat kearah mereka.
Semua orang duduk berselonjor sambil memijat-mijat kakinya yang terasa cenat-cenut, keringat bercucuran di wajah mereka, rasa lelah nampak sekali di wajah mereka semua. Tak terkecuali dengan Afif. Ini adalah pengalaman pertamanya berjalan dengan jarak yang sangat jauh ditambah lagi Medan yang menanjak dan sangat terjal benar-benar petualangan yang menguras banyak tenaga. Lucky mendekat kearah istrinya, wajah cantik istrinya berubah menjadi pucat, keringat banyak muncul di wajahnya. "Fif, kamu gak papa kan". Lucky mengambil alih kegiatan Afif memijat kakinya. "Mas, kok kepalaku pusing ya..". Entah kenapa kini kepala Afif benar-benar pusing, pandangan dia mengabur, semua jadi terasa gelap, Afif pingsan dalam pelukan suaminya. "Yang ... sayang....kamu kenapa". Lucky mulai panik, tangannya dia gunakan untuk memegang kepala dan menepuk-nepuk pipi Afif. "Luc, Afif pingsan itu Luc". Gina juga ikutan panik melihat Afif yang pingsan. "Jangan panik, Luc... Afif kamu tidurkan saja". Fandi mendekat kearah Lucky yang sedang mengikuti sarannya. Lucky membaringkan tubuh istrinya diatas tanah beralaskan tikar yang baru saja Gina gelar dengan terburu-buru. "Nih......Kamu oleskan minyak angin di hidung, pelipis, kaki sama tangannya". Lucky menerima minyak angin yang diberikan Fandi padanya, kemudian mengoleskannya ke beberapa tempat yang disebutkan Fandi. "Yang bangun yang....yang". Lucky menepuk-nepuk lagi pipi istrinya. Afif menggeliat, matanya mulai terbuka, dia merasakan sensasi hangat di beberapa tempat ini pasti karena minyak angin, tapi kenapa di pipi lumayan panas ya... seperti itulah yang saat ini Afif rasakan ketika dia siuman dari pingsannya. "Alhamdulillah sayang.... kamu bangun juga". Lucky langsung memeluk tubuh Afif yang telah bangun dari pingsannya. "Mas, malu , banyak orang". Bisik Afif didekat telinga Lucky. Bukannya melepaskan pelukannya, Lucky malah lebih mengeratkan pelukannya. Mencoba memberikan kehangatan untuk istrinya. "Mas...Mas.....aku susah nafas...". Ucap Afif pelan, mendengar ucapan istrinya, Lucky melepaskan pelukannya. "Oh iya, kamu masih punya teh anget gak". Lucky mendongakkan wajahnya, menatap Fandi yang tengah beridiri di belakangnya. "Masih, didalam ranselnya Afif". Fandi hendak beranjak mengambilnya, tapi tertahan ketika wanita itu lebih dahulu mengusulkan diri untuk mengambilkannya. "Aku ambilkan deh bang, didalam tasnya warna pink itu kan bang Lucky". Meta menunjuk tas yang tak jauh dari posisinya, kemudian dia bangkit dari posisi jongkoknya, mendekat kerah ransel warna pink milik Afif. "Nih Bang, termosnya, ada gelas gak". Meta memberikan termos kecil yang katanya berisi teh anget. "Thanks Met". Lucky menuangkan teh panas itu kedalam cangkir plastik yang tadi diberikan Rahmad padanya, kemudian dengan bantuannya, Afif meminum teh tersebut secara perlahan-lahan.
Kondisi tubuh Afif mulai membaik, setelah dia menghabiskan secangkir teh anget tadi. Malam semakin larut, rasa kantuk mulai menyerang wajah-wajah kusut, sayu, penuh debu dan kotoran sembilan orang ini. "Gaes kapan kita lanjutin perjalanan ini". Carlo hanya mencoba mengingatkan, karena selama di tempat ini, banyak nyamuk yang menyerang dirinya. "Fif kamu gimana, sudah bisa buat lanjut lagi". Afif mengangguk, dia tak enak hati kalau menjawab belum dari pertanyaan yang dilontarkan rekan kerjanya itu. Sebenernya memang badan Afif sudah lumayan enakan, tapi kakinya masih terasa lemas dan belum kuat kalau harus berjalan jauh. Tapi apa boleh buat, tatap beristirahat disini juga bukan tempat terbaik. 'aku harus kuat'. Afif menguatkan diri dalam batinnya. Dengan bantuan sang suami Afif bangkit dari posisi duduknya. Afif berhasil berdiri, satu dua langkah dia mulai berjalan mengikuti yang lain dengan Lucky terus memapah dirinya. Tepat langkah yang kesepuluh, tubuh Afif lemas, dia terduduk dengan Lucky masih memegang tubuhnya. "Fif, kamu gak papa kan". Afif mencoba tersenyum. "Gaes sepertinya kita gak bisa lanjutkan perjalanan ke rumah Eyang, kondisi Afif gak memungkinkan untuk berjalan, malam ini kita bermalam disini". Pakde Gan mengambil keputusan. Semua hanya terdiam. "Enggak pakde, kita tetap jalan ke rumah eyang malam ini". Pakde Gan mendekat kerah Lucky yang masih memegang tubuh istrinya. "Kowe edan to Luc, bojomu Kuwi Wis kesel mosok ameh tok peksa mlaku (kamu gila ya Luc, istrimu itu lelah, masak mau kamu paksa jalan)". Kondisi tubuh yang lelah mempengaruhi emosi pakde Gan. "Enggak...Afif gak akan jalan, aku akan gendong dia". Lucky melepas ranselnya, menjatuhkan benda itu diatas tanah. Dengan bantuan Gina, Lucky mengangkat tubuh istrinya, meletakkan tubuh itu diatas punggungnya. "Lo mampu Luc". Lucky hanya mengangguk atas pertanyaan yang dilontarkan Awan. Kemudian mereka melanjutkan sisa-sisa perjalan menuju rumah eyang, dengan Lucky menggendong istri tercintanya.
~••~
Petualangan yang sebenarnya saja belum dimulai, Afif sudah pingsan saja.Lalu gimana petualangan mereka nanti untuk menyelamatkan Rainbow Orchid.
Selamat membaca dan menunggu cerita kelanjutannya ya Gaes.....
Jangan lupa saran dan vote nya ya.....
Love you all💛
![](https://img.wattpad.com/cover/142529190-288-k710697.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Estafet Jodoh
Aventura(Tamat) Mungkin ini adalah jalan dari takdir kehidupan dari Nya. Aku rela mengambil alih semua darimu, kan ku jaga dia selalu. Kan ku berikan seluruh waktuku untuknya.~ Afif~ Saat aku melihat mu pertama kalinya, tingkah mu langsung membuatku ilfil...