Perjuangan yang Keras

969 52 0
                                    

Pagi telah datang kembali, matahari mulai memancarkan sinarnya yang membantu kulit memproduksi vitamin D. Mengikuti saran Carlo untuk tidur kembali setelah sholat subuh ternyata melenakan mereka, kesepakan hanya tidur satu jam malah menjadi hampir 4 jam. Dan saat ini jam di pergelangan tangan Lucky telah menunjukkan pukul 9 pagi. "Hei gaes bangun". Lucky menggoncangkan tubuh Awan. "Apaan sih Luc". Awan menampik tangan Lucky. "Heh, ini sudah siang". Awan terlonjak kaget. "HAAA, INI SUDAH SIANG". Awan bangun sambil berucap keras yang menyebabkan mereka semua bangun tanpa harus Lucky yang membangunkan. "Astagfirullah, kok iso sampai kawanen (kesiangan)". Pakde Gan memijat kepalanya yang sedikit cenat-cenut karena tidur yang tak beraturan. "Ya udah Gaes, kita bagi tugas, sebagian ada yang bersih-bersih diri dimata air, sebagian disini membereskan ini, nanti kita gantian". Rahmat mengusulkan kemungkinan terbaik. "Yaap betul itu Mad". Lucky mengangukkan kepalanya. Dan semua menyetujui usulan tersebut.

Tiga perempuan berserta Pakde Gan dan Lucky beranjak pergi ke mata air, sedangkan empat laki-laki kini tengah sibuk membongkar tenda dengan sesekali saling menjaili satu sama lain. "Eh Mat, di mata mu masih ada beleknya tuh". Mendengar ucapan seperti itu dari Awan, Rahmat langsung membersihkan matanya. "Gak usah nangis Mat, nanti gue cariin wanita yang lebih cantik dari Afif". Rahmat dongkol ternyata dia hanya dikerjain Awan. "Brengsek kamu Wan". Rahmat ingin memukul Awan tapi Awan menghindar sambil tertawa mengejeknya. "Weew Wan, Mat, jangan bercanda terus, ini cepat diberesin". Carlo mengingatkan. "Kembaran kamu itu Car rese banget". Carlo menampakakan raut wajah jijik. "Brengsek Lo, awas aja besuk kalau Lo siaran gue gak mau bantuin". Kali ini yang berantem malah Carlo dan Awan. "Sorry ya, aku mulai bulan depan bakalan dipindah ke Solo". "Loh kok gitu". Awan memasang tampang tak percayanya. "Uwis-uwes...cepet Ndang di rapikne, rasah kakean omong (Udah-udah cepet segera dirapikan, jangan kebanyakan bicara)". Fandi membubarkan obrolan tersebut dengan wajah garang, alhasil dua makhluk tersebut membubarkan diri dan berlanjut menyelesaikan pekerjaannya, kalau tak ingin mendapatkan semprot dari Fandi.

Pekerjaan membereskan tenda dan menata perlengkapan seperti sediakala telah selesai mereka lakukan. Empat laki-laki yang tadi merapikan tenda kini juga telah kembali dari kegiatan mencuci wajahnya. Iler-iler dan belek di mata yang tadi ada kini sudah bersih hanyut bersama air. Maaf-maaf mereka gak ileran kok, kalau belek memang ada, tapi udah dibersihkan waktu mereka bangun kok. "Udah beres semua kan". Lucky mengedarkan pandangannya. "Beres Luc". Rahmat ikut-ikut mengedarkan pandangannya. "Oke kita chuss". Mereka berjalan lagi mengikuti arah langkah Lucky yang sedang membuka peta perjalanan mereka. Perjalanan mereka kali ini akan lebih banyak berjalan menurun, karena letak pintu gua tersebut berada dibawah bukit .

Perjalan menurun ternyata tak semudah yang mereka bayangkan. Perjalanan ini membutuhkan kehati-hatian yang ekstra. Karena jalan yang mereka lalui cukup sempit dan terjal, bahkan kiri mereka adalah jurang, jadi jikalau mereka tak hati-hati, alamat pulang hanya dengan nama. Tapi jangan, kasian mereka, apalagi para bujang dan perawan, eh para pasangan juga, kasian anak mereka. "Gaes istirahat dulu bentar deh, aku lelah and laper nih". Carlo mengelus-elus perutnya yang buncit. "Salah sendiri tadi habis Subuh usul buat tidur lagi, kita jadi gak sempet makan pagikan". Gina mengomeli Carlo yang memiliki usulan tersebut. "Alah kamu juga suka". Gina menggerakkan bibirnya kekiri dan kekanan. "Ya sukalah, orang tidur lagi kok gak suka". Pakde Gan menggerakkan dua tangannya untuk menghentikan perdebatan mereka. "Wis stop, nek luwe neng tasku ana kentang gari dibakar (sudah stop, kalau lapar, ditasku ada kentang, tinggal dibakar)". Mata Carlo berbinar. "Oke-oke, ayo kita bakar kentang". Kaum lelaki berpencar mencari ranting, mengumpulkannya menjadi satu kemudian mereka nyalakan api, selanjutnya kentang siap dibakar. Tidak sampai sepuluh menit, kentang yang mereka bakar matang. Dengan perlahan-lahan mereka menikmati kentang bakar yang masih panas tersebut. Rasa kentang yang biasa, menjadi begitu lezat, ketika mereka makan dalam kondisi seperti ini.

Selesai mengganjal perut dan rasa capek memudar, mereka melanjutkan perjalanan. Target mereka, sebelum Matahari berada diatas kepala, mereka harus sudah sampai di pintu gua. "Fif, sekarang kamu kok gak gampang capek sih, padahal waktu perjalanan ke rumah eyang kamu pingsan". Meta membenarkan letak  ranselnya agar lebih nyaman. "Aku juga gak tahu Met, Aku ngerasanya badanku ku itu kayak bugar gitu sih, tapi aku juga gak tau kenapa". Dua wanita itu terus berjalan sambil memikirkan hal tersebut. "Fif, itu apa karena minuman yang yangti kasih itu ya...". Afif menaikan bahunya, sebagai tanda dia juga tidak paham. "Kalian bahas apa sih". Gina menatap wajah keseriusan Meta dan Afif. "Apaan sih kepo lu". Meta mendoring lengan Gina. "Yeee biarin, aku gak kepo sama kamu, GR". Meta menyipitkan matanya. "Lha trus lo kepo sama siapa?". Gina bingung ingin menjawab apa. "Yaaaa.......aku.....kepo sama Afif lah". Gina menjawab dengan terbata-bata.

Obrolan tiga wanita tak berlanjut karena suara Lucky terlebih dahulu menggema dari pada ucapan Meta. "Gaes stop...". Lucky menghentikan perjalanan mereka. "Kenapa Luc". Pakde Gan berjalan mendekati Lucky. "Ini kita sudah sampai di tempat pintu gua itu berada". Fandi memandangi sekitarnya, dia hanya melihat semak-semak tak ada tanda atau bahkan suatu lubang. "Mana Luc, gak ada apa-apa". Ketika Lucky ingin menjawab argumen Fandi, teriakan Carlo mengalihkan perhatian mereka. "Eh Gaes,....lihat disini ada pohon apel". Carlo menatap pohon apel yang tengah berbuah, buahnya berwarna merah menggoda untuk dinikmati. "Astagfirullah, aku kira kamu tahu letak pintu gua itu". Carlo cengengesan, satu tonyoran dikepala dia dapatkan dari Fandi. "Car, fokus cari pintu gua dulu, makanan pikir nanti". Pupus sudah harapan Carlo menyantap apel yang menggoda.

Mereka kini sibuk menyibak semak-semak untuk menemukan pintu gua. Bergerak kesana kemari, saling bekerja sama. "Aduh Luc, Lo salah kali, bukan disini letak pintu guanya". Awan berhenti dari kegiatannya, kini dia lebih memilih duduk menatap yang lain yang masih sibuk menyibak tumbuhan-tumbuhan liar tersebut. "Enggak ya Wan, nih Lo lihat". Lucky memberikan petanya pada Awan. Awan menatap peta tersebut sambil bersandar pada sebuah pohon. "Eh-eh sebentar Gaes". Fokus Pakde Gan dan Lucky teralih menatap Awan sedang yang lain cuek. "Kok pohon ini kaya bolong ya...". Awan berdiri menatap pohon trembesi yang tinggi besar dengan sekelilingnya ditumbuhi rumput-rumput yang cukup tinggi. "Hei Wan, mana ada pohon bolong, yang ada itu sundul bolong". Carlo tertawa mengejek Awan yang dia anggap halu. Untuk membuktikan ucapannya, Awan berusaha menyibak tumbuhan-tumbuhan yang mengelilingi pohon tersebut. Dan benar, ada lubang cukup besar. "Nah Lo lihat benarkan". Awan menunjukkan lubang itu pada Carlo yang tadi meremehkan ucapannya. "Eh Wan coba pinjam petanya". Rahmat mengamati peta yang kini telah dia bentangkan. Tangan Rahmat menunjuk-nunjuk sambil otaknya dia gunakan untuk menganalisa. "Gaes ini adalah lubang gua yang kita cari". Rahmat berjalan mendekat kearah lubang tersebut. "Masak iya sih Mat, itu guanya". Fandi belum bisa menerima argumen Rahmat. "Menurut analis ku ya, peta ini dibuat sebelum adanya pohon ini, mungkin beberapa puluh tahun lalu, dan pohon ini bisa ada karena angin atau burung membawa biji pohon ini, maka tumbuhlah pohon ini disini. Tapi....mungkin karena di dalam gua terdapat kehidupan, maka makhluk dalam gua melubangi pohon ini supaya mereka bisa keluar masuk gua ini". Rahmat menjelaskan secara rinci analisis kemungkinan yang ada dipikirannya. "Masuk akal juga analisis Lo". Awan manggut-manggut. "Aduh kalau didalam guanya ada makhluk menyeramkan gimana, atau binatang buas mungkin". Halusinasi liar Mita bangkit mendengar ucapan Rahmat. "Kalau binatang buas semacam macam, singa, atau serigala, kayaknya gak mungkin deh, akan sulit untuk melubangi pohon ini. Kalau menurutku ini perbuatan jenis burung pelatuk, yang mempunyai paruh runcing". Mereka manggut-manggut mendengarkan ucapan Lucky, serta ada perasaan lega dihati para wanita. "Oke Gaes..let's go". Pakde Gan menggerakkan tangannya dari belakang ke depan. Mereka satu-persatu memasukki lubang kayu yang hanya cukup dilewati satu orang.

~••~
Thanks Gaes sudah membaca....
Jangan Lupa vote dan komen ya....
Ceritanya sudah hampir selesai lho Gaes.....
Jadi pantengin terus ya.....
Love you alll❤️❤️❤️

Eh iya Gaes, jangan lupa tetap jaga kesehatan dan kebersihan ya....
Dan tatap stay dirumah aja...

Semoga kita selalu dilindungi Alla SWT. Aamiin ya rabbal alamin.
See you Gaes...

Estafet JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang