Hari-hari Afif lewati dengan bermain dan mengasuh Cantika dengan sebaik mungkin. Banyak kemajuan dari perkembangan anak itu. Saat ini sedikit banyak telah mampu mengucapkan beberapa kata walaupun tidak jelas, dan perkembangan yang benar-benar sangat signifikan adalah kemampuan motoriknya, dia sudah mulai merangkak dan perlahan-lahan berdiri dengan bantuan tembok. Afif benar-benar bahagia melihat perkembangan ponakan yang saat ini telah Afif tanamkan dalam dirinya bahwa Cantika adalah anaknya. Anak yang akan dia jaga dan sayangi seperti layaknya anaknya sendiri.
"Mbok hari ini jadwalnya Cantik terapi kan?", Tanya Afif pada mbok Harno. "Iya mbak, tadi Mas Lucky juga telpon simbok untuk ngingetne mbak Afif.", Jawab mbok Harno. Mendengar jawaban mbok Harno, Afif merasa ada suatu perasaan kecewa. Tapi entah perasaan apa itu. Dia merasa tidak dianggap Lucky, dalam hati kecilnya dia mengatakan kenapa Lucky tidak langsung menelpon dirinya saja. Tapi ya sudahlah, mungkin Lucky belum benar-benar percaya pada dirinya.
Afif meninggalkan mbok Harno yang masih sibuk memasak sup untuk sarapan mereka. Hari ini dia merasa lumayan lelah karena semakin hari Cantika semakin aktif, dan dia sendiri yang selalu menghendle Cantika. Dari mulai memandikan, menyuapi, dan mengurusi segala keperluan Cantika. Mbok Harno hanya menjaga Cantika ketika dia ada keperluan yang tidak dapat di wakilkan. Selain itu juga karena, semakin hari Cantika semakin manja, dan lengket dengan dirinya."Mbak Afif, sarapannya sudah siap", ucap mbok Harno dari dapur. Saat ini Afif sedang berolahraga di taman belakang yang berada di belakang dapur. "Iya mbok sebentar. Aku bersihkan badanku dulu", ucap Afif sambil berjalan menuju kamar mandi. "Mbok, Cantik belum bangun ya?", Tanya Afif sambil menarik salah satu kursi di meja makan. "Belum mbak", jawab mbok Harno sambil menuangkan air kedalam gelasnya. "Ya udah mbok, kita sarapan dulu saja, mungkin nanti setelah kita selesai sarapan dia bangun, mungkin dia masih ngantuk, tadi malam dia susah tidur", ucap Afif. Mereka menikmati makanannya dengan diam.
Cantika belum juga menunjukkan tanda-tanda dia terbangun dari tidurnya, biasanya Cantika akan menangis, jika disampingnya tidak ada yang menemani. Afif yang telah selesai makan, meninggalkan mbok Harno yang sibuk membersihkan meja makan dan peralatan makan.
"Sayang... Kok bangun gak bilang-bilang bunda", ucap Afif saat melihat putri kecilnya bermain sendiri dengan boneka beruangnya. Gadis kecil yang ditanya mengoceh tak jelas sambil melihat Afif dan menarik-narik kaki bonekanya. "Jangan ditarik-tarik kaki bonekanya sayang, nanti rusak, yuk, sekarang Cantika mandi, makan trus kita main kerumahnya Bu Dokter", ucap Afif pada gadis kecilnya yang masih sibuk dengan kaki boneka beruangnya.
Afif menggendong Cantika dan meletakkan bonekanya di atas bantal gadis itu.
Dengan telaten Afif melepas pakaian, menggosokkan gigi, menyabuni, dan memakaikan pakaian pada Cantika. Selesai memandikan, kemudian menyuapi Cantika, Afif menyiapkan beberapa perlengkapan yang akan mereka bawa ke tempat terapi Cantika."Mbok dotnya cantik sudah dimasukkan ke tas?", Tanya Afif. "Sudah mbak", Jawab mbok Harno. "Ya udah yuk mbok, taksinya sudah datang", ajak Afif. Afif menggendong Cantika masuk ke dalam taksi disusul mbok Harno yang membawa perlengkapan Cantika. Selama perjalanan menuju tempat terapi, Afif dan mbok Harno mengajak bicara dan bercanda Cantika. Afif merasa perjalan menuju tempat terapi kali ini terasa seru dibanding saat dia bersama dengan Lucky. Ah Lucky, kenapa dia memikirkannya lagi???.
Terapi kali ini dirasa Afifi sangatlah cepat, dia banyak bicara pada dokter tentang perkembangan Cantika. Menurut dokter, dengan perkembangan Cantika yang seperti ini, mungkin beberapa bulan lagi Cantika bisa berjalan dengan baik seperti anak seusianya. Yang saat ini harus sangat diperhatikan hanya kelambanan bicaranya. Afif diminta lebih intensif mengajarkan banyak kata, dengan berbicara dengan Cantika atau mendongengkannya. Berbicara dengan Cantika, Afif sering melakukannya, bahkan setiap bersama Cantika. Tapi mendongeng, dia tidak pernah, karena biasanya yang mendongengkan Cantika hanya Lucky.
"Astagfirullah", ucap Afif tiba-tiba yang membuat Mbok Harno kaget. "Ada apa mbak", tanya Mbok Harno dengan wajah gelisah melihat wajah Afif panik. "Hp ku ketinggalan di rumah Mbok, jadi aku gak bisa pesan taksi", ucap Afif apa adanya. "Ya udah mbak, kita jalan kedepan dulu siapa tahu ada taksi lewat", ucap mbok Harno. "Iya mbok", ucap Afif sambil menggendong Cantika keluar dari rumah sakit.
Hampir setengah jam mereka menunggu taksi lewat. Tapi tidak ada yang lewat, jika ada pasti sudah dipesan atau sudah ditumpangi. "Aduh mbok, gimana nih taksinya gak ada yang lewat lagi", ucap Afif, sambil mengelap keringat yang keluar dari kulit wajahnya. "Ya sudah mbak, gimana kalau naik becak yang mangkal itu", jawab mbok Harno sambil menunjuk tempat para tukang becak mangkal. "Iya mbok, daripada kita gak pulang-pulang", ucap Afif sambil berjalan menuju pangkalan becak."Mas, becak neng jalan Gatotkaca"(Mas, becak ke jalan Gatotkaca), Ucap mbok Harno pada salah satu tukang becak. "Njih Mbok", (Iya mbok) jawab tukang becak. Kemudian Mbok Harno dan Afif naik kedalam becak. Di sepanjang perjalanan Afif benar-benar menikmati keindahan kota Jogjakarta. Cantika yang tidur di pangkuannya menambah kesan damai dari kota pelajar ini. Ini adalah kali pertama Afif menggunakan becak sebagai alat transportasinya, biasanya dia hanya naik motor, mobil, atau kereta. "Enak ya mbok naik becak", kata Afif, membuat mbok Harno memalingkan wajahnya kearah Afif. "Iya mbak, memang mbak Afif belum pernah naik becak?", Tanya mbok Harno. "Belum pernah mbok, ini baru pertama kali bareng embok", jawab Afif. "Walah, apa di Semarang gak ana becak mbak?", Ucap mbok Harno. "Ya ada mbok, tapi lumayan jarang, tiap pergi aku cuma naik motor atau bus aja. Selain itu aku juga jarang pergi mbok, paling pergi kuliah, ke perpus kota, jalan-jalan saja cuma di taman kota, itu juga kalau diajak teman, kalau tidak ya cuma di kost tidur, belajar, makan", jawab Afif sambil tertawa nyengir. "Mbak Afif ini beda banget sama mas Lucky", ucap mbok Harno. "Beda gimana mbok", ucap Afif sambil mengernyitkan keningnya. "Iya beda, mas Lucky itu suka banget jalan-jalan, waktu mas Lucky kuliah di Jakarta saja, hampir tiap bulan bolak-balik Jakarta Jogjakarta buat, apa itu mbak, nglesplor, eksplor nah pokok.e jelajah Jogjakarta mbak. Mas Lucky iku ternyata juga punya kelompok buat jelajah-jelajah di disini mbak. "Emmm, gitu ya mbok. Ehmmm... Kalau pacar mas Lucky apa juga salah satu anggota jelajah itu mbok?", Ucap Afif tiba-tiba ingin tahu. "Simbok gak reti kalau itu mbak". Ucap mbok Harno apa adanya, yang hanya di jawab Afif dengan anggukan.
Menikmati keindahan sepanjang jalan menuju rumah sambil ngobrol seru bersama Mbok Harno,membuat Afif benar-benar bisa menikmati kebahagiaan hari ini, yang sangat jarang dia dapatkan saat kuliah dulu. Setelah hampir tiga puluh lima menit menikmati perjalanan, sampai juga mereka di rumah. Mbok Harno segera mengambil alih Cantika yang berada di gendongan Afif, untuk segera di bawa masuk. "Berapa mas?", Ucap Afif pada tukang becak yang sedang menurunkan tas Afif dari becak. "Tiga puluh lima ribu mbak", ucap tukang becak. "Ini pak", ucap Afif sambil menyerahkan uang lima puluh ribuan. "Sebentar mbak, saya ambilkan kembalian dulu", ucap tukang becak. "Gak usah pak, buat bapak saja, terimakasih sudah mengantarkan kami dengan baik", ucap Afif sambil menutup dompet. "Iya mbak, terimakasih juga", ucap tukang becak sambil membelokkan arah becaknya.
Kebahagiaan yang dulu belum pernah Afif rasakan, akan dia rasakan bersama kehidupan barunya. Kebahagiaan yang berawal dari perjuangan dan pengorbanan yang dia lakukan untuk orang-orang yang dia sayangi dan cintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Estafet Jodoh
Pertualangan(Tamat) Mungkin ini adalah jalan dari takdir kehidupan dari Nya. Aku rela mengambil alih semua darimu, kan ku jaga dia selalu. Kan ku berikan seluruh waktuku untuknya.~ Afif~ Saat aku melihat mu pertama kalinya, tingkah mu langsung membuatku ilfil...