Perlahan-lahan Afif membuka matanya, tepukkan di tubuhnya telah mengganggu tidurnya. "Fif, bangun, ayo sholat subuh dulu". Afif menggeliat. Kemudian dia mencoba duduk, tapi rasa perih mengganggu pergerakannya. "Aaauuuh". Afif mencoba duduk dengan perlahan. "Masih sakit". Afif mengerucutkan bibirnya. "Lumayan". Lucky membatu Afif duduk, kemudian ikut duduk disampingnya. "Maafin mas ya....". Lucky merasa bersalah, padahal tadi malam dia melakukannya juga perlahan. "Apaan sih mas, itu adalah hak mas, dan kewajiban aku sebagai istri". Afif mencoba berdiri, berjalan perlahan-lahan. Tetapi setiap gesekan saat ia berjalan, rasa perih itu begitu ketara. Melihat Afif yang kesakitan, tanpa persetujuan Afif, Lucky langsung mengangkat tubuh Afif, membawa ke kamar mandi seperti tadi malam.
Lucky mendudukkan Afif di Kloset, kemudian mengisi bathub dengan air hangat. Setelah terisi penuh, Lucky memindahkan tubuh Afif kedalam bathub. "Mas keluar dulu yaa, kamu bisa kan lepas pakaian sendiri". Lucky menatap Afif. "Iya bisa kok". Lucky meninggalkan Afif yang akan mandi. Lucky menunggu wanita itu di kamar tidur sambil membaca email-email masuk di handphonenya.
Lucky masih sibuk membaca dan membalas beberapa email. Jari-jari tangannya bergerak lincah diatas keyboard handphonenya. Lucky tak menyadari, wanita yang dia tunggu telah selesai mandi, dengan perlahan-lahan dia berjalan mendekati sajadah yang digelar Lucky. Afif kini berdiri di atas sajadah yang telah di gelar Lucky di atas karpet kamar. Lucky belum menyadari kehadiran Afif hingga kini Afif telah selesai memakai mukenanya. "Mas, jadi sholat jamaah gak". Lucky tersadar dari fokus di handphonenya. "Astagfirullahhalazim, maaf.....mas terlalu fokus balas email". Lucky mendekat kearah Afif. Mengambil sarung, dan siap untuk mengimami Afif.
Selesai sholat, Afif merapikan mukena dan alas solat miliknya dan milik Lucky. Meletakkan benda tersebut di dalam lemari. "Fif, kalau masih sakit, kamu istirahat saja, biar aku yang mengurus Cantika". Lucky melipat sarungnya. "Gak usah mas, udah gak terlalu sakit kok". Afif berjalan ke nangkas, mencari handphonenya, kemudian duduk di pinggir ranjang. Lucky ikut serta duduk di samping ranjang, tangganya dia gunakan untuk memegang bahu Afif, mengarahkan ke arahnya. "Fif terimakasih ya....sudah mau menjadi istri dan ibu dari anak-anakku". Mata Lucky fokus menatap bola mata indah milik Afif. Afif meletakkan handphonenya, matanya kini ikut serta menatap Lucky. "Mas...aku ikhlas menjalani ini, aku bahagia, kamu telah merubah hidupku yang biasa menjadi berwarna. Mas....bimbing aku, supaya kita mampu menjadi pasangan di dunia dan di akhirat". Lucky memeluk tubuh istrinya, kini semuanya telah berubah, hidupnya yang juga biasa kini juga menjadi lebih berwarna ketika hadirnya Afif dan Cantika. Hidupnya yang dulu monoton memburu berita, kini berubah berwarna dengan kehadiran Afif dan Cantika.
Saat ini Afif sedang membantu mbok Harno menyiapkan sarapan, sedangkan Lucky katanya mau membantu Afif dengan mengurus segala keperluan Cantika. "Mbak Afif, ayam untuk suwiran di soto di rebus saja atau di goreng?". Mbok Harno berucap seraya tangannya membersihkan ayam. "Di rebus saja mbok, takutnya kalau di goreng nanti alot". Afif menatap ayam yang sedang mbok Harno bersihkan. Mereka berdua begitu cekatan menyiapkan sarapan pagi spesial request dari Lucky yaitu soto Betawi, katanya dia kangen makanan itu. Makanan yang biasa dia makan untuk sarapan waktu dia kuliah dulu.
Tepat pukul 07.00, masakan Afif dan mbok Harno telah tersaji semua diatas meja makan. Lucky dan Cantika yang begitu cantik dengan gamis kecil serta kerudung hasil pilihan Lucky, telah duduk manis dan siap sedia menyantap masakan ibunda tercintanya. "Ihh, anak bunda cantik banget, sama kaya bunda pakai kerudung". Afif menarik kursi makan di samping Cantika, kemudian menoel pipi gemes gadis kecil itu. Gadis kecil itu hanya tersenyum sambil memegang sendok. "Iya dong, Cantika pakai kerudung biar Cantik kaya bunda". Lucky menyambar pembicaraan dengan suara dibuat-buat seperti anak kecil. Mendengar ucapan Lucky, pipi Afif merah merona, pikirannya terbayang tadi malam, tapi langsung dia alihkan.
Keluarga ini makan dengan tenang, kini Cantika juga telah mahir makan sendiri tanpa harus disuapi Afif. Selesai makan mereka belum beranjak dari meja makan kecuali mbok Harno. Afif dan Lucky masih terlibat dialog sedangkan Cantika masih sibuk menyuapi mulutnya dengan ayam goreng keduanya. "Fif, tadi dokter Irma telpon aku, nanti sore Cantika diminta check up sekalian tetapi". Afif yang sedang membersihkan mulut Cantika yang belepotan, langsung mengalihkan pandangannya ke arah Lucky. "Lhoh mas.... bukannya Cantika check up sama terapinya Minggu depan". Pasalnya baru seminggu yang lalu Cantika tetapi dengan dokter Irma, jadi Afif heran dengan ucapan Lucky. "Iya. Memang seharusnya Cantika terapinya Minggu depan, tapi Minggu depan dokter Irma dan suaminya mau umroh, jadi dia ajukan terapinya Cantika, sama katanya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan". Afif manggut-manggut memahami maksud ucapan Lucky. "Oke mas, nanti selesai terapi, kita beli susunya Cantika sekalian gimana mas". Afif menatap Lucky, menunggu balasan ucapannya. "Siap, sekalian kita jalan-jalan, jarang kan kita jalan-jalan bertiga". Lucky tersenyum menatap wajah wanita, yang telah utuh menjadi miliknya.
~••~
Sore telah tiba, bahkan kini mulai berganti dengan malam. Mereka bertiga saat ini sedang dalam perjalanan ke salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Yogyakarta. Setalah hampir tiga jam mereka menemani Cantika check up dan terapi serta bicara banyak hal dengan dokter Irma tentang perkembangan Cantika yang sangat pesat. "Mas, menurut mas gimana tentang ucapan dokter Irma tadi?". Pandangan Lucky masih lurus ke depan fokus menatap jalanan. "Nanti kita pikirkan lagi, intinya kita akan lakukan yang terbaik buat putri cantik kita ini". Lucky menggunakan salah satu tangannya untuk mengelus pipi Cantika yang sedang duduk manis di pangkuan Afif sambil memakan biscuit. Pandangan Afif kini beralih mengarah ke kaca samping, dilihatnya pepohonan yang berjajar di pinggir jalan seolah-olah bergerak mengejarnya. Afif masih memikirkan ucapan dokter Irma tadi, ada perasaan bahagia dan sedih, kemunginan Cantika dapat bicara masih terbuka lebar tapi diperlukan waktu yang cukup lama untuk gadis kecil itu dapat bicara, karena sampai saat ini dokter belum dapat memahami dengan pasti apa yang terjadi pada Cantika, karena menurut dokter, Cantika belum dapat bicara bukan karena bawaan tapi ada sesuatu yang sampai saat ini belum dapat diprediksi oleh beberapa dokter yang Afif dan Lucky datangi. "Sudahlah Fif, kita sudah melakukan yang terbaik untuk putri kita, dokter Irma tadi kan juga sudah bilang....Cantika pasti bisa bicara. Sudahlah jangan terlalu difikirkan, karena Allah pasti akan memberikan yang terbaik untuk hambanya". Mendengar ucapan Lucky, bulan sabit di bibir Afif kembali terbit. Afif bersyukur memiliki suami setegar dan sesabar Lucky, beberapa bulan ini Lucky telah membawa dampak positif bagi hidupnya.Mobil Lucky kini masuki kawasan parkiran pusat perbelanjaan, setelah hampir 30 menit mereka membelah jalanan Yogyakarta yang padat. "Fif lebih baik kita sholat isya dulu deh, biar nanti di rumah kita bisa langsung istirahat". Afif manggut-manggut, kemudian berjalan mengikuti Lucky yang sedang menggendong Cantika. Afif mencoba mensejajari langkah Lucky. Tepat ketika dia berada di samping kanannya, tangan kanan Lucky menggenggam tangan Afif. Mereka berjalan bersisihan masuk kedalam pusat perbelanjaan.
Susu Cantika, beras, minyak, telur, semua kebutuhan rumah tangga telah masuk kedalam troli yang sedang Lucky dorong. Setelah sholat isya di mushola mall ini, Lucky dan Afif langsung memutuskan untuk ke supermarket membeli semua keperluan rumah tangganya. "Mas, kayaknya kopi kamu belum deh". Afif mengubek-ubek belanjaan di troli yang sudah penuh sesak. "Ya udah gak papa, ganti susu saja". Afif heran. "Susu....mas mau minum susu". Lucky menaikkan alisnya sambil tersenyum. "Iya, mas sekarang minum susu saja, mas mau mengurai minum kopi". Afif manggut-manggut. "Oke deh". Sambil menunjukkan jempolnya.
Selesai membayar, dibantu pegawai supermarket Lucky memasukkan semua belanjaan kedalam bagasi mobilnya, sedangkan Afif dan Cantika menunggunya disalah satu restauran di dalam mall. Afif membaca buku menu sambil menunggu Lucky datang, sedangkan Cantika duduk disampingnya sambil memakan ice-cream.
Lucky berjalan mendekat kearah Afif, tapi siapa yang berada di belakangnya. Afif bertanya-tanya dalam hatinya. Dada Lucky yang bidang, benar-benar menutupi pandangannya, tapi yang jelas Afif ketahui, seseorang yang berjalan dibelakang Lucky adalah seorang perempuan, karena Afif melihat dia memakai heels dan kerudung. Tepat ketika Lucky berada di depan mejanya, Afif baru jelas menatap siapa wanita itu. "Sayangnya ayah kok sudah minum ice-cream". Pandangan Lucky langsung tertuju pada gadis kecil itu, belum melihat jelas kearah wajah Afif yang nampak merah, efek marah, sebal, atau cemburu. "Eh iya... Fif ini kenalin Ela". Lucky mengalihkan pandangannya ke arah Ela dan Afif. "Sudah kenal og". Afif mencoba menata perasaannya, dia menatap Ela dengan senyuman. "Iya Mas Luc, Kita sudah kenalan waktu aku nganterin undangan dulu". Ela menarik kursi di sebelah Lucky dan didepan Afif. "Oh iya ya, yang nerima untuk pernihanmu kan Afif. Eh la, maaf ya... Waktu kamu nikah kita gak bisa datang". Lucky menatap kearah Ela. "Iya gak papa mas, yang pentingkan kadonya sampai...". Ela berucap sambil tertawa menjawab pertanyaan Lucky. Lucky ikut tertawa, sedangkan Afif menyibukkan diri dengan membersihkan ice-cream yang belepotan di bibir Cantika. "Oh iya Fif, tadi aku ketemu Ela di pintu masuk mall, tadi katanya mau ketemu Cantika". Lucky menjelaskan alasan dia bisa bersama Ela. "Iya Fif, katanya Lucky tadi, Cantika sudah bisa jalan ya....". Afif menjawab ucapan Ela dengan senyuman dan satu kata. "Iya". Ela kini mengalihkan pandangannya menatap gadis kecil yang tengah sibuk menjilati ice-cream. "Cantika sayang sudah bisa jalan ya...., Sini dong Tante Ela mau peluk". Ela mengulurkan tangannya mencoba memeluk Cantika. Cantika turun dari kursinya berjalan mendekati Ela, dan memeluk wanita itu. "Tante kangen Cantika". Ela memeluk erat tubuh Cantika. Lucky tersenyum melihat pemandangan tersebut. Sedangkan Afif diliputi perasaan cemburu, tidak suka, dan rasanya dia ingin nangis tapi dia menahannya. 'I hate you Lucky, kenapa setelah semua milikku kamu milikki, sekarang kamu giniin aku....'. Hati Afif benar-benar diliputi kabut kedongkolan.
~••~
KAMU SEDANG MEMBACA
Estafet Jodoh
مغامرة(Tamat) Mungkin ini adalah jalan dari takdir kehidupan dari Nya. Aku rela mengambil alih semua darimu, kan ku jaga dia selalu. Kan ku berikan seluruh waktuku untuknya.~ Afif~ Saat aku melihat mu pertama kalinya, tingkah mu langsung membuatku ilfil...