Lucky tak peduli dengan peluh dan keringat yang menetes diwajahnya. Sekuat tenaga Lucky kerahkan untuk tetap menggendong tubuh istrinya yang saat ini telah sadar kembali dari pingsannya. Mungkin sudah beberapa kali Afif mengutarakan keinginannya untuk berjalan, tetapi selalu Lucky tolak, alhasil Afif tatap bertahan di gendongan suaminya. "Mas, aku jalan sendiri aja ya...,tubuhku sudah enakan og, ini juga sudah gak lemes kok". Afif berucap tepat telinga dengan tubuh menempel sempurna di punggung Lucky. "Enggak". Hanya satu kata, Lucky tetap berjalan, pandangannya lurus, dia fokus untuk segera sampai di rumah Eyang, dan tak akan membiarkan istrinya berjalan untuk malam ini. "Apa mau gantian sama aku Luc". Fandi menggoda Lucky. "Pingin mati kowe (ingin mati kamu)". Rasa lelah dan letih, menyebabkan Lucky dalam mode tidak bisa diajak bercanda. "mas...gak baik bicara seperti itu". Afif yang masih berada digendongnya, memukul punggung Lucky pelan sambil menasehatinya. "Aduh...kok kamu pukul sih sayang kan sakit...". Walaupun pukul Afif, masih kategori pelan, tapi cukup terasa bagi tubuh Lucky yang kini lumayan banyak kehilangan tenaga. Fandi tertawa melihat tampang Lucky yang kesakitan. "Santai aja kali brow...., Aku kan cuma mau meringankan beban kamu". Lucky masa bodoh dengan ucapan Fandi, sekarang yang terpenting adalah dia harus segera sampai di kediaman Eyang.
Perjuangan Lucky dan kawan-kawannya kini telah membuahkan hasil. Sebuah gubuk berbentuk rumah panggung dengan pagar bambu kini menjadi pemandangan menggembirakan bagi sembilan manusia ini. "Alhamdulillah Ya Allah, akhirnya sampai juga". Carlo bersyukur, ada secercah harapan untuk istirahat sebelum petualangan panjang yang menanti mereka. Mereka terus berjalan memasuki Gubuk milik Eyang yang kanan kirinya di hiasi obor dari mulai pagar depan hingga pintu rumah. Gubuk Eyang ini terasa indah dan mengagumkan karena halamannya yang luas dipenuhi berbagai jenis bunga dan tanaman-tanaman yang Yangkung dan Yangti tanam sendiri untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. "Masyaallah ini luar biasa mas..., Banyak banget bunganya". Afif turun dari gendongan sang suami, berjalan di belakangnya. Tepat didepan tangga masuk rumah, semua berhenti. "Kula nuwun Yangkung, Yangti, Kula Gandi, Lucky sekalian rencang-rencang (permisi Yangkung, Yangti, saya Gandi, Lucky sekaligus teman-teman)". Pakde Gan berteriak memanggil si penghuni rumah. "Ya...ya...ya..Sik....(ya...ya..ya..sebentar...)". Teriak seseorang dari dalam rumah. Setelah itu keluarlah lelaki tua dari pintu rumah tersebut dengan berlari. "Wah....wis do teka....,Yangti.... bocah-bocah wis da teka (Wah...sudah pada datang ....., Yangti anak-anak sudah datang)". Yangkung berteriak memberitahu istrinya yang masih di dalam rumah. "Ayo... ayo....do mlebu (ayo...ayo semua masuk)". Yangkung mempersilahkan tamunya memasuk rumahnya.
Mereka memasuki rumah tersebut. Pandangan mereka berkelana menatap kondisi rumah yang nanpak terawat, walaupun penghuninya seorang kakek dan nenek. "Ayo lungguh Sik (Ayo duduk dulu". Seorang perempuan tua keluar dari pintu belakang, dan meminta mereka duduk di tikar yang tergelar dilantai kayu rumah ini. "Njih Eyang (iya eyang)". Lucky menanggapi ucapan tersebut, kemudian ia duduk, disusul semua kawannya. "piye, rak Ra ana alangan to? (Gimana, tidak ada halangan kan?)". Yangkung duduk disebelah Carlo yang sedang memijat kakinya. "Alhamdulillah Eyang, cuma capek sama kram kaki aja, soalnya sekarang kita jarang jalan jauh". Tangan pakde Gan tatap stay memijat kakinya. "Dipijet, ngko rak mari. Bocah Saiki arep neng ngendi-ngendi penak, gari lungguh wis mlaku Dewe (Dipijat, nanti juga sembuh. Anak sekarang mau kemana-mana enak, tinggal duduk sudah jalan sendiri)". Pakde Gan tertawa nyeir mendengar ucapan Yangkung. "Nek Yangkung wis biasa mlaku neng ngendi-ngendi, dadi Ra tau sikile kesel mergo mlaku. Paling iki, geger.e encok Nek dipeksa macul suwe-suwe (Kalau Yangkung sudah biasa jalan kemana-mana, jadi tidak pernah capek karena jalan. Paling ini punggung nya encok kalau dipaksa mencangkul lama-lama)". Tangan kanan Yangkung memegang punggungnya yang sering terkena encok. "Ya... Jangan dipaksa kung, kalau terasa sakit istirahat". Lucky menanggapi seenaknya. "Ceritane dilanjut mengko meneh, Saiki arep mangan Sik apa arep resik-resik awak (ceritanya dilanjutkan nanti lagi, sekarang mau makan dulu apa mau bersih-bersih tubuh?)". Yangti menghentikan pembicaraan diantara para lelaki yang sedang istirahat. Sedangkan sedari tadi, yangti dan tiga wanita sedang sibuk menyiapkan makanan di dapur sederhana milik yangti yang semua perkakas masaknya masih tradisional. "Aku mandi dulu aja yangti, badanku lengket semua". Carlo berdiri dari duduknya menatap rekannya yang masih duduk-duduk bersandar di tembok kayu rumah ini. "Aku juga mandi dulu eyang". Lucky ikut bangkit dari duduknya. "Aku dulu ya Luc yang mandi". Carlo mengajukan diri untuk mandi duluan. "Silahkan, aku mau mandi di sungai aja". Awan yang masih leyeh-leyeh melototkan matanya mendengar ucapan Lucky. "Lo ingin mati beku Luc, Jam segini mau mandi di sungai". Lucky nanpak tak perduli dengan ucapan Awan, dia beranjak hendak mengambil peralatan mandinya. "Santai ae, dibelakang rumah eyang ini ada sungai air panas yang langsung mengalir dari gunung Merapi, jadi gak mungkin kita mati beku". Pakde Gan menepuk-nepuk pundak Awan kemudian beranjak mengikuti Lucky. "Beneran pakde, gue ikut". Mata Awan berbinar-binar. "Tunggu aku juga ikut". Fandi ikut bangkit mengikuti mereka, sedangkan Carlo masih diam, nampak berubah pikiran. "Eh Luc, aku juga ikut... Tunggu...". Carlo berlalu keluar rumah mengejar kawannya yang telah meninggalkannya.
Hanya beberapa langkah dari halaman belakang rumah Eyang, mereka telah sampai di pinggiran sungai. Semua mata, kecuali Lucky dan Pakde Gan, tampak terkagum-kagum dan takjub melihat aliran air panas di depan mereka. Asap air panas yang mengepul, kemudian bercampur dengan udara malam, menyebabkan udara disekitar sungai teras lebih hangat. Carlo mengecekk tingkat kepanasan air tersebut dengan kakinya, sebelum ia menceburkan diri. "Gaes airnya hangat, gak panas banget. Perfect buat mandi". Tanpa melepas pakaiannya, Carlo menceburkan diri kedalam sungai yang tak terlalu dalam itu. Ia tertawa bahagia sambil mencipratkan air kearah teman-temannya, ia bertingkah seperti anak kecil yang baru diperbolehkan main air sama ibunya. "Dasar bocah edan, basah nih baju gue". Awan tak terima dengan aksi Carlo yang membasahi pakaiannya. "Ayo cepatan turun enak banget ini Gaes, badanku serasa direlaksasi". Carlo membaringkan tubuhnya di air sambil bersandar di batu besar. Melihat tingkah polah Carlo, Fandi, Rahmat dan Pakde Gan ikut menceburkan diri setelah melepas bajunya. "Wan, kamu gak ikut sekalian nyebur". Lucky menunjuk kearah arah tiga kawannya yang sedang asik menikmati mandi di air panas. "Gue takut Luc, Lo kan tau, gue gak bisa renang". Lucky menaikkan alisnya. "Heeh". Lucky tersenyum. "Kamu kan bisa lihat. Sungai ini gak dalam, tuh lihat bahkan hanya sepinggangnya Carlo. Kamu sama Carlo tinggian kamu lagi". Lucky menasehati Awan yang dari tadi hanya membasuh tubuhnya dipinggiran sungai. "Gue gak berani Luc". Wajah Awan melas. "Ya udah tak temani, nanti kamu di dekat aku aja mandinya". Wajah Awan berbinar, memang Lucky benar-benar rekannya yang tahu kondisi dirinya. Kedua manusia tersebut akhirnya ikut menceburkan diri, menikmati hangatnya air panas yang langsung berasal dari gunung berapi.
Mereka menyelesaikan acara mandi dan main airnya, ketika Yangkung datang menyusul mereka untuk makan malam. "Bocah-bocah, wis rampung rung, Ayo...Madang sik (Anak-anak, udah selesai belum, Ayo.... Makan dulu)". Yangkung berteriak menghentikan kebisingan dari mereka yang sedang bermain-main. "Oke Yangkung". Fandi mengangkat jempolnya. Tujuh lelaki tersebut keluar dari sungai, kemudian memakai bajunya, berjalan mengikuti Yangkung yang telah lumayan jauh meninggalkan mereka.
~••~
Hai Gaes......
Jangan lupa votenya ya.....
Thank you.......

KAMU SEDANG MEMBACA
Estafet Jodoh
Adventure(Tamat) Mungkin ini adalah jalan dari takdir kehidupan dari Nya. Aku rela mengambil alih semua darimu, kan ku jaga dia selalu. Kan ku berikan seluruh waktuku untuknya.~ Afif~ Saat aku melihat mu pertama kalinya, tingkah mu langsung membuatku ilfil...