Bel pulang sekolah berbunyi, pukul 16.00 WIB. Benar-benar hari yang melelahkan untuk Acha, sangat menguras tenaga di hari pertama ia sekolah di SMA Dharma. Acha masih belum mendapatkan seorang teman, karena Acha di dalam kelas kalau tidak tidur, ia mencoret-coret bukunya, sama sekali Acha egan untuk berkenalan duluan. Acha keluar dari kelasnya. Ia melihat Sastria sudah berdiri di depan kelasnya.
"Lama amat," omel Sastria. Berjalan terlebih dahulu ke arah parkiran.
"Ntah guru tu," ujar Acha sedikit berlari untuk menyamakan langkah nya dengan Sastria.
"Nanti singgah bentar ke rumah. Bunda mau jumpa sama lo," ucap Sastria membalik badannya. Acha memberi kode 'Ok' dan berlari ke arah mobilnya.
"Cepatan jalan tu," teriak Acha kepada Sastria sebelum masuk ke dalam mobil.
Sastria masuk ke dalam, ia melihat ekspresi Acha yang begitu gembira. "Girang banget mau jumpa sama, Bunda," ujar Sastria memakai Seat Belt.
***
"Assalammualaikum, Bun. Hmmpz..." salam Acha terpotong, akibat Sastria menutup mulut Acha dengan tangannya.
"Suara lo bisa di kecilin sedikit nggak. Kek toa," omel Sastria, tangannya yang masih tetap membekam mulut Acha. Acha yang susah untuk bernapas, ia menggigit tangan Sastria yang ada di depan mulutnya.
"Awww, tangan gue ngapa lo gigit?"
"Tangan lo bau terasi," ucap Acha pergi berlari ke dapur.
"Hai, Bunda," sapa Acha memeluk Adin — Bundanya Sastria dari belakang. Adin menoleh ke belakang dan menyapa balik kepada Acha, "Hai juga Acha Nya, Bunda." Adin mengelus kepala Acha yang berada di bahunya.
Acha melihat ke belakang, memastikan kalau Sastria tidak mengikutinya ke dapur. "Bunda.. bunda..." panggil Acha pelan. Adin berdeham menjawab panggilan Acha.
"Acha boleh bantu nggak?" tanya Acha melepaskan pelukannya dari pinggang Adin.
"Emangnya kamu bisa masak?" Acha menggelengkan kepalanya, "Acha memang nggak pandai masak, Bun. Tapi Acha ingin belajar." Adin memberhentikan kegiatan mengaduk sup di dalam panci.
"Boleh ya, Bunda?!" bujuk Acha dengan menggunakan mata memelas andalannya. Adin pun mengiyakan permintaan Acha. Sebelum memulai Adin memakaikan celemek di tubuh Acha, agar seragam sekolahannya tidak kotor.
Adin mengajarkan Acha mengupas dan memotong sayur-sayuran yang sudah Adin siapkan, untuk masakan keduanya. Itu adalah hal yang paling mudah untuk seorang pemula yang ingin belajar masak.
Saat Acha sudah mengerti dengan ajaran yang diberi Adin, Adin meminta izin kepada Acha untuk pergi ke kamar sebentar. Karena Adin mendengar Hpnya berbunyi, "Bunda tinggal sebentar ya, Cha. Mau ke kamar, kayaknya hp bunda bunyi terus tu." Adin pergi tidak lupa mematikan kompornya, karena sup yang ia masak sudah matang.
Acha sibuk mengupas bawang merah dengan hati-hati, lama kelamaan matanya perih juga, walau ia sudah mengupas dengan perlahan. Sastria yang sudah selesai berganti pakaian sekolahnya dengan pakaian rumahan, ia dari kamarnya dan turun dari tangga untuk pergi ke dapur. Sastria melihat Acha yang lagi serius memotong bawang di sana. Sastria ingin mengagetkan Acha dari belakang. Ia berjalan pelan-pelan, sebisa mungkin hentakan kakinya tidak terdengar oleh Acha.
Ba...
Teriak Sastria, mengejutkan Acha. Pisau yang tadinya mengarah ke bawang sekarang mengenai telunjuk Acha. Acha menangis kesakitan, bawang dan pisau itu masih di pegangnya.
"Lemah lo, motong bawang aja nangis," ucap Aya yang belum mengetahui kalau jari Acha terkena pisau, ia pergi ke arah lemari es untuk mengambil minuman.
Acha membalikan badannnya mengarah Sastria yang berdiri sambil minum air putih. Sastria melihat mata Acha sudah merah dan ia terdengar tangisan Acha semakin keras.
"Huaaaa, hiks... hiks.. hiks..."
"Kok lebay sih?" tanya Sastria keheranan. Sastria melihat ke arah lantai tempat Acha berdiri sudah terdapat gumpalan darah akibat tetesan dari jari Acha yang terluka.
"Astaga, Cha. Kok bisa begini." Satria lari ke arah Acha, menarik pelan-pelan pisau yang ada di jari Acha dan menaruk dengan hati-hati di atas meja pisau itu.
Adin yang berada di kamar, sedang bertelepon dengan seseorang ia terkejut mendengar tagisan Acha yang begitu kuat sampai ke kamarnya, buru-buru Adin datang ke dapur memastikan keadaan.
"Ya Allah, kok bisa seperti ini, Ya. Cepat ambil kotak P3K di kamar kamu." Adin membawa Acha untuk duduk di kursi. Sastria berlari ke kamarnya untuk mengambil kotak P3K. Adin mengelus rambut Acha, agar tangis Acha mereda.
"Lain kali kamu jangan seperti itu, Aya," ujar Adin kepada Sastria saat Sastria sudah sampai membawa kotak P3K.
"Iya, Bun. Aya minta maaf." Aya menundukkan kepalanya ia merasa bersalah.
"Minta maaf jangan ke Bunda, tapi ke Acha," omel Adin. Ia membersihkan terlebih dahulu luka di jari Acha dengan air dingin agar pendarahan tidak mengalir terus dan tidak pedih akibat bawang merah di pisau itu.
"Cha, gue minta maaf ya." Sastria duduk di samping Acha, Acha menganggukan kepalanya, mengiyakan pemohonan maaf dari Sastria.
"Bun, sini biar Aya aja yang lanjuti. Bunda lanjuti masak aja." Adin memberi kapas yang berada di tangannya kepada Sastria. Ia berdiri melanjuti masaknya yang tertunda itu, dan Sastria mengambil ahli mengobati jari Acha yang terluka dengan hati-hati.
Acha tersenyum melihat perhatian Sastria pada dirinya. Apalagi saat melihat wajah Sastria yang merasa bersalah dengannya. Uh sangat gemes sekali, ia bersyukur karena Sastria masih peduli padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOLIPOP [END]
Подростковая литература'Dari keinginan, berubah menjadi keposesifan. Dari keinsengan, berubah menjadi kebiasaan.' Sabila Anastasya - Acha, cewek yang mempunyai senyum manis, semanis lolipop itu. Menjadi siswi baru yang begitu onar di SMA Dharma. Tidak ada kejadian yang ti...