(7)

69 11 0
                                    


Taman kota cukup ramai oleh orang-orang yang ingin bersantai disana. Beruntungnya, Mio dan William mendapatkan sebuah bangku taman yang tidak ada orangnya disana.

"Tamannya indah." Ucap Mio.

"Setuju. Ini merupakan tempat favoritku. Hanya di tempat inilah aku merasakan ketenangan yang sebenarnya."

Mio melihat pemandangan di sekitarnya. Untuk ukuran taman, ini termasuk sangat luas bahkan hampir menyamakan lapangan sepak bola. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah pemandangan yang tak asing baginya. Batu-batu nisan yang tertanam.

"William, disana apa?"

William melihat ke arah yang ditunjuk oleh Mio kemudian menjelaskan. "Itu makam massal dari kejadian 3 tahun yang lalu. Kehancuran besar 3 tahun lalu, karena saking banyaknya korban, makanya kita menganggapnya-tempat yang memakan banyak korban-sebagai kuburan massal bagi mereka."

"Seberapa hancurnya? Aku pernah mendengar beritanya di Tokyo."

"Kemungkinan besar, apa yang disiarkan oleh berita akan sama persis dengan kejadian nyatanya."

"Itu... Pasti menakutkan." Gumam Mio pelan. Pada saat itu, Mio baru saja naik ke kelas 3 SMP dan sedang meributkan hal sepele dengan Ritsu. Lalu, mereka berdua pun melihat berita tersebut dari TV yang kebetulan sedang disetel oleh Ibu Ritsu.

"Ya.. Itu benar." William menundukkan kepalanya. Ada sesuatu yang aneh semenjak tadi. Keanehan yang membuatnya merasa tidak nyaman.

Semenjak tadi, Mio seakan menghindari topik yang akan membicarakan orangtuanya. Bahkan semenjak di kafe, di kamar Adiknya... William melihat wajah Mio yang sedang asyik menatap pemandangan di sekitarnya. Kenapa dia seakan menyembunyikan ekspresinya saat ini? Apakah sedaritadi dia sengaja?

"Mio?"

Mio menoleh mendengar William yang memanggilnya.

"Ah, maaf. Tidak jadi." William kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia hanya ingin melihat bagaimana reaksi Mio secara langsung saja tadi. Dan benar, ada yang tidak beres dengannya.

Hening. Mereka pun asyik dengan pikiran mereka masing-masing. Lebih tepatnya, mungkin hanya William yang terlihat sedang memikirkan banyak hal. Lain hal nya dengan Mio. Ia nampak asyik melihat ke arah yang sulit dijelaskan arahnya kemana alias melamun garis keras. Pandangannya kosong. Entah ada apa di pikirannya.

Matahari yang tadinya masih menyinari taman, kini perlahan sudah mulai terbenam dengan sendirinya.

"Sudah hampir malam. Mio, bagaimana apa kau sudah merasa tenang?" William membuka obrolan kembali setelah mereka terdiam lama.

Mio menoleh dan menganggukkan kepalanya.

"Ada satu tujuan lagi yang ingin aku tunjukkan padamu, Mio. Tempat terakhir kita hari ini. Darisana kau bisa melihat pemandangan kota lebih jelas dibandingkan disini."

Mio kembali teringat dengan malam di rumah milik Illya. Darisana ia juga bisa melihat pemandangan seluruh kota HL.

"Maukah kau ikut bersamaku?"

Mio melihat William yang sudah mengulurkan tangan untuknya. "Baiklah."

Mereka berdua pun meninggalkan taman dan segera menuju tempat yang akan mereka tuju kali ini. Tempat yang sangat sempurna untuk melihat pemandangan malam kota Hellsalem's Lot secara keseluruhan adalah atap gedung. Gedung-gedung yang menjulang tinggi. Pastinya akan terlihat indah bisa melihat kota dari atas sana.

Rupanya tujuan William adalah atap gedung rumah sakit pusat. Dari atas sana, mereka dapat melihat pemandangan kota Hellsalem's Lot secara langsung tanpa adanya penghalang. Meskipun rumah sakit bukan satu-satunya gedung tertinggi disana.

Tales of Lost ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang